Lari Malam yang Panjang
Lari Malam yang Panjang Rifqi menggeliat di atas tikar pandan yang sudah lusuh, mencoba mencari posisi yang nyaman untuk tidur. Sudah hampir dua minggu ia mondok di Pesantren Al-Barokah, tapi rasanya seperti hidup di planet yang berbeda. Suasana asrama yang ramai, jadwal yang ketat, dan lingkungan yang masih asing membuatnya sulit beradaptasi. " Aduh , kapan sih bisa tidur nyenyak ," gerutunya dalam hati sambil melirik jam dinding yang menunjukkan pukul setengah dua dini hari. Di sebelahnya, santri-santri lain sudah terlelap dengan dengkuran yang bersahut-sahutan. Ada yang mendengkur halus, ada yang seperti gergaji memotong kayu. Suara-suara itu justru semakin membuat Rifqi gelisah dan tidak bisa memejamkan mata. Ia teringat rumahnya di Magelang, kamar pribadi yang sunyi, kasur empuk dengan sprei bergambar kartun kesukaannya. Sekarang ia harus berbagi ruangan dengan 20 santri lain, tidur di atas tikar tipis dengan bantal kapuk yang sudah kempes. " Wis lah , dari...