POWER OF LOVE


Oleh: Immeyra_Ca

Aku percaya dengan kekuatan cinta. Dengan kekuatan itu tak jarang hal yang dianggap mustahil bisa terjadi. Dan ini ceritaku tentang ‘’Power Of Love”.

Blora, 2005

Kami adalah sahabat yang selalu bersama. Semua hal kami lakukan bersama-sama. Saat itu aku baru kelas 1 SD, dan dia 2 tahun lebih tua dariku. Namaku Ina dan namanya Egi. Dia sangat istimewa bagi saya, dan dia katanya juga sama.
Waktu itu pulang sekolah kami bermain di belakang rumahku. Kami bermain di dekat bunga-bunga mawar yang ditanam ibuku. Saat aku sedang asyik menumbuk dedaunan dan dia mencari capung. Tiba-tiba serangga yang paling kutakuti hinggap di lenganku.

 “Kyaaaa .... Egi tolong aku!!” teriakku sekencang-kencangnya. Egi segera berlari mendatangiku.

“Apa, Na??”

“Ada belalang ... !!!” tangisku pecah. Aku tak bisa menahan tangisku. Lalu dengan sigap Egi mengambil belalang itu dan membuangnya. Aku masih sesenggukan. Kalau tidak karena ditenangkan oleh Egi aku pasti masih menangis.

“Terimakasih Egi”

“Sama-sama”

“........Kamu kenapa sih baik sama aku?” malu-malu aku bertanya.

“Karena Ina itu istimewa.....” jawabnya malu-malu pula.

“Berarti kita akan sama-sama terus?”

Egi mengangguk mantap. “Mungkin kita ibarat lebah dan bunga mawar ya? Hehe”

“Janji?”  aku acungkan jari kelingkingku dan diapun melakukan hal yang sama. Cerita anak-anak?

..................

Bojonegoro, 2015

Sekarang aku meneruskan sekolah di sebuah MA yang dikelilingi oleh pondok pesantren. Aku juga mondok di salah satu  pesantren tersebut. Setelah aku dewasa seperti ini, saat-saat indah bersama Egi teman masa kecilku masih terekam dengan jelas. Namun sayangnya dia telah lama pergi, setamat SD dia diajak pindah ke kediri dan melanjutkan sekolah di sana. Sebab hal inilah aku terpuruk berminggu-minggu lamanya. Mungkin yang ku rasakan saat itu adalah yang biasa disebut ‘cinta pertama’, namun entahlah.... yang pasti kenangan kebersamaanku bersama Egi sangatlah istimewa. Sangat-sangat istimewa. Lebah yang selalu menemani hari-hari sang mawar.

Setahun di pondok, aku mengenal seorang santri putra yang entah bagaimana membuat hatiku terasa nyaman. Dia seorang khadam ndalem yang pandai membuat puisi. Dan lewat puisi-puisinya itulah aku seolah seperti kembali bertemu dengan sosok Egi.

Semua berawal dari sore itu, ketika kenteng dua tanda jama’ah sudah terdengar aku segera membuka pintu mushola untuk jama’ah ashar. Tanpa sengaja aku menemukan secarik kertas yang ternyata berisi puisi. Kubaca pelan. Sangat bagus .... dan yang membuatku terkejut adalah ada gambar lebah dan mawar di situ. Enyah mengapa hal itu membuatku sangat senang. Aku merasa teman masa kecilku ada di sini. Selesai berjama’ah kertas itu kubawa ke kamar dan kusimpan di lemari. Ternyata kejadian ini tidak hanya sekali saja, seterusnya aku selalu menemukan puisi dengan tulisan tangan dan gambar yang sama. Diam-diam semuanya kusimpan. Aku sudah menjadi penggemar rahasia seseorang yang aku sendiri tidak tahu siapa dia. Sampai akhirnya Selfi teman sekamarku curiga. Kuceritakan saja semua sejak awal dan kusuruh dia membaca puisi-puisi itu.

“Na ... kamu tahu ini tulisannya siapa?” tanyanya.

“Enggak ... memangnya kamu tahu?”

“Kalau tidak salah ... ini tulisan kang Tyo. Kang khadam yang menemani gus kecil ...”

“Beneran??” aku sangat penasaran.

“Kalau melihat tulisan tangan itu kayaknya sih memang kang Tyo ... kapan-kapan kalau dia di ndalem aku tunjukin. Oh ... jadi dia pinter ya buat puisi. Hmm ... sudah-sudah aku mau ke ndalem dulu ya”

“Aku ikut! Siapa tahu bisa bertemu kang Tyo ... hehe”

“Iya deh. Ayo ...”

Kamipun beranjak ke ndalem. Baru saja melangkah masuk, seorang laki-laki keluar bersama gus kecil dari kamar.

“Itu, Na ... itu kang Tyo ...” kata Selfi berbisik, lalu tiba-tiba dia melambai-lambai “Kang! Dicari penggemarmu!!”

Kang Tyo menengok pada kami berdua. Aduh ... apa sih Selfi ini ... bodo banget. Aku garuk kepalaku yang tidak gatal. Salting. Senyum-senyum gak jelas. Dan ... kang Tyo pun tersenyum sebentar lalu pergi entah kemana.

“Kamu gila Fi! Rese banget!” celotehku.

“Sudahlah Na ... lihat saja kalian pasti bakal dekat nantinya” jawabnya sambil menyodok-nyodok lenganku memakai sikunya. “Kamu tahu, na .... Inilah Power Of Love. Hihihi” gadis itu tertawa. Aku hanya bisa tersenyum malu. Ah ... apa hal itu mungkin terjadi? Inikan pesantren. Sudahlah.

Seiring berjalannya waktu, ternyata apa yang dikatakan Selfi itu benar-benar terjadi. Aku bisa mengenal kang Tyo. Semakin hari semakin kenal. Benar dia yang menulis puisi-puisi itu. Kreatif sekali. Aku tahu dia punya bakat luar biasa dan berpeluang menjadi sastrawan besar. Ini yang kupikirkan setelah semakin mengenalnya. Bahkan, tanpa sepengetahuan siapapun kecuali temanku yang paling rese, Selfi, kami berdua saling membuat panggilan khusus. Memang ini melanggar qonun akbar. Hehe ... saya anak muda yang selalu punya fantasi. Dan sepertinya kang Tyo pun sama. Sifat mbangkang kami kumat. Maaf nggeh mbak-mbak keamanan. Hi hi hi .....

Panggilan khusus itu adalah: Rose dan Bee, yang berarti mawar dan lebah ... sama seperti aku dan teman masa kecilku dulu. Egi .... Ah, teringat kembali dengan waktu itu. Dan saat ini aku menemukan kembali sensasi perasaan yang sama seperti masa-masa itu.

“Hey Rose ... kamu dapat surat nih ...” bisik Selfi tiba-tiba saat baru masuk kamar. Diserahkannya selembar kertas. “Cie-cie ... Rose & Bee ... Romantisnyaaa”

“Hus ... apaan sih ...” penasaran. Kubuka kertas itu.....................;

Untuk Rose

Langsung saja ya ... sebenarnya sudah lama aku ingin mengatakan ini, namun selalu saja keraguanku datang. Tapi setelah selama ini perlahan aku semakin yakin bahwa yang kupikirkan selama ini benar.

Sampai di sini aku sudah mengerutkan dahi... apa yang ingin disampaikan kang Tyo??. Kulanjutkan membaca.

Rose ... kamulah rose kecilku yang selama ini aku nanti. Rose yang dulu sangat takut grasshopper. Rose yang senyumannya aku rindukan. Hahaha ... masih ingin ketawa kalau ingat kamu nangis gara-gara belalang dulu.

Eh??? Kok kang Tyo tahu ceritaku dulu??? Bahkan Selfi teman sebantalku saja tidak pernah kuceritakan hal ini padanya..... kembali kulanjutkan membaca dengan  kedua alis yang semakin bertaut.

Rose ... kamu mungkin lagi bingung karena aku tahu masa kecilmu. Tapi tak perlu kau teruskan lagi bingungmu itu, karena aku adalah bee kamu. Masih bee yang dulu rose. Apakah kau sudah lupa dengan nama lengkapku? Coba hayo ... diingat-ingat.

Siapa nama lengkap kang Tyo??? Selama ini yang ku tahu namanya kang Tyo. Hanya itu. Selfi tidak pernah memberitahuku dan bahkan akupun tidak pernah terpikirkannya.

Ah sepertinya percuma. Kamu tetap saja sama seperti dulu ... selalu tidak bisa menjawab setiap kali kusuruh menyebut nama lengkapku. Egi sulistyo.

Eh?! Mungkinkah???

Bagaimana? Sudah ingat kan? Aku kang Tyo dan akulah teman kecilmu... Ah, aku sejak selepas SD dulu memang selalu yakin bahwa kita pasti akan dipertemukan lagi suatu saat nanti. Dan itu benar-benar terjadi rose ...

Kyaaaa!!! Aku histeris tanpa dapat kukendalikan. Selfi kaget bercampur panik. Mataku menghangat.

Aku senang kamu di sini meski kita tidak bisa seperti dulu lagi, duduk-duduk bareng lagi ... dan aku gak bisa menolongmu bila ada belalang yang hinggap di lenganmu. Tapi aku sudah bahagia bisa melihatmu lagi. Kamu yang sudah besar dan cantik seperti saat ini.

Bee

..................................

Air mataku akhirnya menetes juga. Tanganku bergetar. Entah bagaimana, semua ini sangat sulit kujelaskan. Selfi mendekapku. Memanggil-manggil namaku. Tak bisa ku jawab kecuali hanya beberapa kata yang berhasil kurangkai dengan terbata-bata ...

“Selfi ... aku ... percaya ... dengan ... Power Of Love ... Aku percaya!” kupeluk erat sahabtku yang masih bingung itu.The End.

Comments