Jadikan aku artis kehidupan



By : Mbah Nang Nyantri
“Dan manusia sendirilah yang merubah nikmat yang telah diberikan Allah”

Aku tidak seperti dulu lagi. Sekarang, dalam jiwaku tidak kutemukan lagi api semangat yang menyala-nyala, yang menghangatkan sel-sel badanku. Tidak kutemukan lagi kesegaran tafakur yang dapat merefresh pikiranku. Tidak kutemukan lagi cahaya dzikir yang dapat menerangi kalbuku. Kini, badan ini terasa letih tidak bertenaga,pikiran terasa mati kepanasan danhati tak dapat lagi melihat karena terjebak dalam kegelapan.
Jika dulu mereka mengatakan aku manusia suci,
aku mengharapkan itu. Aku tahu itu. Karena semua manusia dilahirkan dalam keadaan suci. Tidak ada secuilpun kotoran dalam diriku. Bahkan selembar kotoran duniapun juga tidak. Tapi, kesucian itu sekarang ternoda. Aku tidak lagi dapat berbangga hati menjadi seorang manusia.
Dus, sekarang badanku dipenuhi dengan kebodohan ketika aku menghebatkan diri di depan orang lain, dipenuhi kekejaman ketika kumaki dan kusalahkan orang lain. Hati ini juga melulu menjelek-jelekkan tuhan dengan mengatakannya kejam dan tidak welas asih, merebut mahkotanya dengan bersombong hati dan berpamer ria, mendiktenya dengan mengharuskan ini dan itu terjadi, menuduhnya tidak adil dan membodoh-bodohkannya karena menyalahkan takdirnya. Ya ampun!, kufurkah aku? Murtadkah aku? Seburuk itukah aku.
Duhai tuhan, sebenarnya apa yang menyebabkan ini semua terjadi? Apakah semua ini karena ulahku sendiri? Ataukah karena lingkungan sekitarku? Ataukah karena temanku? Ataukah karena berbongkok-bongkok masalah yang kuhadapi? Tunggu, kenapa sekarang aku malah mencari kambing hitam? Bukankah ini kehidupanku? Seharusnya akulah yang bertanggung jawab atas semua yang terjadi padaku. Akulah yang bersalah atas semua ini.
Sebenarnya, aku sadar ketika badanku terkapar di atas tanah karena tersandung seonggok kayu di tengah jalan aku bisa saja langsung berdiri. Tapi, entah mengapa aku malah berguling-gunling mengiba di depan orang lain. Mungkinkah aku menyalahkan mereka karena membiarkan kakiku menendang sebatang kayu yang tak berdosa? Ataukah aku berharap mereka menolongku unuk berdiri? Astaghfirulloh! Betapa jahatnya aku.
Sadarilah wahai diriku, bahwa engkaulah penyebab dari semua ini dan engkau sendirilah yang harus memperbaikinya. Engkaulah yang harus berusaha sekuat tenaga memperbaikinya. Jangan engkau tunggu datangnya pertolongan dari luar. Kalaupun toh pertolongan itu datang, maka tak ubahnya seteguk air yang kesegarannya hanya sesaat saja.
Tak sadarkah engkau bahwa ketika cangkang telur pecah karena sesuatu yang ada di luar, maka satu harapan akan hilang. Perhatikan pula, ketika cangkang itu pecah dari dalam, maka satu kehidupan akan terlahir ke dunia ini. Demikianlah. Pecahkan masalahmu sendiri. Jangan menunggu datangnya badai topan untuk merubuhkan rumahmu yang sudah reot. Bongkarlah sendiri, maka kau dapat menyusunnya kembali.
Kalau begitu, baiklah …

Wahai tuhan, aku akan berusaha. Tapi, berilah hambamu ini cahaya untuk menemukan mutiara ridhomu dalam kegelapan dunia ini. Berilah aku kekuatan dan dayamu untuk memanggul kewajiban dan menyingkirkan aral rintangan. Berilah aku petunjuk, petunjuk dan petunjuk! Jika tidak, hamba hanya akan menyesaki nerakamu. Menjadi orang yang kau laknati. Berilah aku peran yang istimewa dalam kehidupan ini, karena kaulah sang maha sutradara kehidupan. Jadikanlah aku artis kehidupan yang selalu engkau beri kemenangan.

Comments