By : Mbah Nang Nyantri
“Bacalah dengan menyebut nama Tuhan yang menciptakanmu”
Saudara saya dulu sering mengingatkan saya untuk baca-baca. Maklum,
karena tampang saya ini memang terlihat seperti tampang yang malas baca. Saya
ucapkan terima kasih banyak padanya. Karena telah mengingatkan saya akan
pentingnya sering baca-baca.
Sebenarnya kita semua pasti sadar bahwa kegiatan baca-baca dapat
manambah wawasan dan memperluas pandangan kita. Sehingga, kita tidak mudah
tertipu oleh kabar-kabar ngawur dan cepat menyadari keadaan yang sebenarnya
terjadi. Dengan wawasan dan pandangan yang luas kita bisa tahu dimana posisi
kita saat ini.
Kunci utama memperluas wawasan ada dua. Yaitu Baca-baca dan praktek. Dua
kegiatan inilah Semua orang pasti mengakui besarnya manfaat membaca. Bahkan
orang yang malas membacapun juga mengakuinya. Banyak orang-orang hebat di dunia
ini menjadi besar karena kegemarannya membaca. Saya tidak perlu menyebutkan
nama-nama mereka, sebab itu sudah menjadi rahasia umum. Kecuali kalau anda
tidak pernah baca-baca.
Setiap kali telinga saya mendengar kata-kata membaca, ingatan saya
selalu tertuju pada pengalaman unik yang saya alami sekitar empat belas silam.
Tepatnya saat saya masih duduk di bangku kelas empat SD. Masih imut-imut. Kata
teman-teman saya, saat sudah dewasa jadi amit-amit. Pengalaman itulah yang
membangkitkan semangat baca saya. Walaupun sebenarnya masih terbilang rendah.
Saat itu ada salah seorang mahasiswi yang melakukan magang mengajar di
sekolah kami. Saya masih ingat, namanya adalah Tri Wahyuni. Tapi, sampai
sekarang saya tidak tahu di mana tempat tinggalnya. Juga tidak tahu perguruan
tingginya. Mungkin karena bangku kulahnya terlalu tinggi untuk saya waktu itu.
Jadi tidak sampai.
Saya tidak mengerti penyebab aslinya. Tapi, calon guru yang masih
berusia belasan tahun itu terlihat sangat canggung. Cara mengajarnya jadi aneh.
Apakah karena kami terlihat keren? Apakah kami terlihat begitu alim? Apakah
kami kelihatan begitu menakutkan baginya? Apakah ia belum sarapan? Atau,
mungkinkah ia lupa sikat gigi? Saya kira semuanya tidak benar.
Yang pasti, kecanggungannya dalam mengajar membuat dahi kami berkerut.
Bagaimana tidak? Ia tidak mau menerangkan pelajaran. Ia langsung mengguyur kami
dengan pertanyaan ini dan itu yang belum pernah kami dengar. Praktis kelas kami
menjadi sunyi. Tidak ada satupun dari kami yang dapat menjawabnya. Untung saja
saya duduk di bangku paling belakang dan paling jauh dari bangku guru. Jadi
dosanya tidak terlalu besar.
Kesunyian yang terjadi di kelas akhirnya membuat saya tidak betah. Saya
putuskan harus ada yang menjawabnya dan sayalah yang harus melakukannya.
Bagaimana caranya? Mudah saja, sebelum teman-teman masuk kelas, saya akan
membaca buku-buku panduan guru yang menumpuk di meja guru. Pokoknya jangan ada
yang curiga dengan aksi saya. Anggap saja ini misi rahasia FBI. Untunglah
teman-teman saya waktu itu masih berumur sekitar sebelas tahun. Tidak ada yang
kakek-kakek. Jadi, aman-aman saja tanpa ada yang curiga. Pokoknya Cok-cok for
Childern.
“Apa yang dinamakan rotasi?”
“Rotasi adalah berputarnya bumi bu”
“Tempat hidupnya makhluk hidup disebut apa?”
“Habitat bu”
Setiap kali beliau usai membacakan pertanyaan saya langsung mengacungkan
tangan dan menjawabnya dengan lancar. Semua pertanyaan-pertanyaannya berhasil
saya libas, habis tak tersisa. Walaupun kadang ada jawaban yang kurang pas.
Tapi, itu adalah pengecualian. Praktis saat itu saya jadi bintang kelas
dadakan. Eh bukan, tapi bintang sekolah dadakan. Kalau saja saat itu sudah ada
fb, pasti banyak yang nge-add dan nge-like fbku.
Mungkin karena saking terpesonanya dengan saya waktu itu, beliau
memanggil saya secara khusus untuk beliau wawancarai. Beliau mungkin menganggap
saya ajaib. Hati saya hanya tertawa geli. Beliau tidak tahu, kalau saya
mengacak-acak buku panduan guru. Yang membuat hati saya lebih tertawa lagi,
beliau mencatat semua yang saya katakan. Seperti wawancara dengan pejabat
Negara saja. Bedanya, hanya masalah upah saja. Karena untuk wawancara saya ini
ada upahnya, yaitu sebungkus permen Relaxa.
Pengalaman unik inilah yang membawa saya pada pengalaman membaca pertama
yang terasa luar biasa. Membuat saya ketagihan. Yah, kira-kira seperti
ketagihan butiran-butiran nasi yang setiap hari sayamakan. Hampir setiap hari
saya mengganyang buku-buku di meja guru. Khusus untuk buku pelajaran faforit
saya membacanya berulang-ulang, sampai saya hafal.
Kemudian saya mendapat sebuah keyakinan baru, bahwa menyimpan ilmu
pengetahuan di kepala pasti lebih praktis. Karena tidak perlu membawa lusinan
buku tebal yang berat. Dan belum tentu ransel saya mampu membawanya. Saya punya
sebuah rencana besar. Sebuah proyek yang saya anggap spektakuler. Yaitu
membangun perpustakaan di dalam kepala saya.
Comments