Santri STRES sebab hafalan?


SANTRI STRES SEBAB HAFALAN
(Pengurusnya harus bertanggung jawab!)

Oleh: Moh. Kholil Mughofar
Mustahiq kelas 2 aliyah madin Al Musthofa
(Dimuat dalam buletin Thaliban edisi 41, 10 Oktober 2019)

Kemarin ada santri putra yang bersembunyi saat disambang orang tuanya. Ndelik di tegalan selatan pondok. Diajak pulang tidak mau, disuruh di pondok juga tidak mau. Dan saat ditanya tentang penyebabnya, dia madul kalau takut dengan hafalan di kelas.
Bagaimana respon orang tuanya?
Geger! Seberapa ketat hafalan di pondok sehingga membuat  anak kesayangan beliau sebegitu tertekan?
Beliau-pun sowan ke ndalem. Mempertanyakan perihal hafalan yang terlalu ketat yang dibebankan kepada para santri. Seharusnya anak-anak yang mayoritas juga belajar di sekolah formal jangan sampai diberi beban terlalu berat di pondok. Kasihan mereka. Kemampuan anak-anak ada batasnya. Jika sampai stres malah tidak bisa mengikuti aktifitas.
Kira-kira demikian matur wali santri di atas kepada ndalem.
Kejadian semacam ini sudah terjadi berulang kali. Semisal 4 tahun yang lalu, di kelas 2 mts putri, salah satu siswi medol tidak mau mondok lagi. Orang tuanya nglurug ndalem, madul banyak hal tentang perihal tidak mau baliknya anak putrinya. Terutama karena tertekan hafalan di diniyah, yang katanya, diwajibkan oleh mustahiq kelas. Bahkan orang tua, yang sebenarnya juga alumni, ingin meminta pertanggung jawaban sang ustadz karena telah membuat anak putrinya stres.
Luar biasa bukan?
Ujung kedua padulan ini sama. Mustahiq kelas ditimbali ndalem. Seberapa ketat kebijakan hafalan wajib di kelas? Kok sampai para santri tertekan?
...........................................
Menghafal merupakan salah satu metode belajar yang sudah turun temurun dilaksanakan di lembaga pendidikan islam, terutama di pesantren. Bahkan, di beberapa pondok, hafalan menjadi syarat wajib kenaikan kelas. Jika tidak bisa menyelesaikan setoran sesuai target yang telah ditentukan maka tidak bisa melanjutkan ke tingkat selanjutnya.
Bagaimana dengan hafalan di pondok Adnan Al Charish?
Madrasah diniyah Al Musthofa memiliki 7 tingkatan. Yaitu; kelas persiapan (1 tahun), tingkat tsanawiyah (3 tahun) dan tingkat aliyah (3 tahun). Tidak semua pelajaran wajib dihafalkan. Hanya berupa nadhom saja dan itupun tidak semua. Kecuali jurumiyah yang berupa natsar. Contohnya; nadhom alaala, fasholatan, mabadi nahwu, jurumiyah, tashrifan, imrithi dan alfiyah.
Di Al Musthofa, hafalan sebenarnya tidak menjadi syarat kenaikan kelas. Masalah kenaikan santri diputuskan dalam sidang mustahiq, dengan mempertimbangkan banyak hal. Sehingga salah kaprah bila kenaikan selalu disangkut pautkan dengan setoran. Namun, setoran hafalan memang menjadi tolak ukur kesungguhan santri dalam menempuh tholabu ilminya sehingga berpengaruh dalam pemberian nilai.
Bagaimana pelaksaannya?
Setoran dilaksanakan sesuai kebijakan masing-masing mustahiq, sebab tidak semua mustahiq diniyah bisa selalu standby di pondok. Hampir semua mustahiq merangkap sebagai guru di sekolah formal. Ada yang setorannya hampir setiap malam, 3 kali dalam seminggu, ada yang hanya sekali dan bahkan ada pula yang sebisa beliau kapan mengutus setoran. Tentang jumlah yang disetorkan pun berfariasi. Ada yang minimal 1 bab, 5 nadhom, 3 nadhom dan ada pula yang tidak memberi batasan. Misal setoran alfiyah yang harus menamatkan 1002 bait, boleh menyetorkan berapapun. Yang tidak boleh adalah berhenti setoran. Jika hanya sekali dua kali tidak setor hafalan maka tidak dipermasalahkan.
Wadulan satu dua santri tidak bisa menjadi dasar melakukan mosi tidak setuju pada satu kebijakan. Seharusnya setiap wali santri yang menerima wadulan anaknya konfirmasi dahulu ke pondok. Benarkah hal itu? Dengan cara bertanya pada santri yang lain atau langsung menemui pengurus pondok atau asatidz yang bersangkutan.
Sudah sangat biasa ada santri yang wadul ke orang tua namun tidak sesuai dengan fakta, atau tidak secara lengkap.
Kasus santri yang, yang katanya, stres sebab hafalan di atas pun demikian. Apakah benar dia tertekan sebab kebijakan mustahiqnya? Jika iya maka ustadz yang bersangkutan telah melakukan kesalahan dalam kegiatan belajar yang diadakannya. Namun jika ternyata tidak demikian, berarti santri tersebut, meski tidak secara langsung, telah memfitnah gurunya.
Hafalan yang diwajibkan untuk kelas si santri di atas rinciannya adalah;
1.     Setiap santri wajib menyetorkan hafalan nahwu dan shorof
2.     Ketentuan setoran nahwu 1 nadhom,  shorof 3 tasrifan
3.     Masing-masing setoran dilaksanakan seminggu sekali
Apa kebijakan untuk santri yang tidak hafal? Mustahiq menyuruh berdiri untuk menghafalkan ulang. Jika masih tidak hafal maka untuk setoran selanjunya kembali menghafalkan nadhom atau tasrifan tadi.
Menghafalkan 1 nadhom dan 3 tasrifan, dan itu dilaksanakan masing-masing 1 kali dalam seminggu. Sedikit sekali bukan?
Jika ada santri yang masih tidak hafal lalu mengaku tertekan, kira-kira apa penyebabnya?
IQ nya memang rendah ... Tidak punya waktu untuk menghafal, atau ... Tidak menyempatkan menghafal, atau ... Memang idak pernah menghafalkan.
Mustahiq diniyah adalah ustadz-ustadz yang masih muqim di pondok. Mereka adalah pengurus yang juga diberi tanggung jawab untuk mengurusi kelas masing-masing full 1 minggu pada jam diniyah dan takror. Stelah mengetahu semua ini, apakah menurut kalian pantas jika ustadznya dibersalahkan?
Bahkan sampai dituntut untuk bertanggung jawab?
KEBANGETEN!!!


Comments