Menjadi Seorang Santri Putri
Oleh: Ifadha
“Waktu hari pertama mondok itu ...”
Ah satu hal lo.
Saya gak pernah kebayang sebelumya kalau saya
akan berakhir di tempat ini (akhir dunia?).
Waktu SMP yang selalu kujadikan bahan
angan-angan bareng temen-temen geng selalu; melanjutkan ke sekolah negeri dan
tetap bersama berempat sebagai sekawan. Poreper lah. Namun takdir berkata lain.
Ternyata kami berempat tidak ada yang berkumpul. Satu berhasil masuk ke sekolah
impian kami. Satu lainnya pindah kota. Satu lagi masuk ke sekolah swasta dan
satunya lagi malah entah bagaimana nyungsep di pesantren.
Ditakdirkan jadi pengganti Mamah Dedeh?
Huwa huwa huwaaaa (nangis).
Ini tantangan besar. Bapak Ibuk sudah
mati-matian meyakinkanku untuk ke sini. Sebelum berangkat saja beliau berdua
tidak tidur semalaman gantian berjaga keliling rumah tsayat kalau saya akan
kabur sebelum waktu keberangkatan. Sampai segitukah? Ya inilah saya (Bangga
banget).
Masuk gerbang sudah disambut dengan pemandangan
yang menakjubkan. Sangat berbeda. Serasa seperti masuk ke alam lain. Wah ...
Seharusnya ‘Masih Dunia Lain’ perlu untuk mengadakan uji nyali di tempat
seperti ini. Ada belasan perempuan berjilbab dengan baju longgar dan bersarung.
Bersarung para pemirsa! Jadi teringat si Doni pas usai sunatan dulu.
Haha (senyum-aneh).
Apakah nanti saya juga harus berpakaian seperti
itu? Kulihat diri sendiri: Baju yang fashionable, kerudung tinggal disampirkan
ke kepala dan celana jeans ketat hadiah perpisahan dari si Deby. Keren kan! Dan
beberapa jam lagi saya akan berubah jadi Power rangers! Warna pink! OMG!
Satu
mbak-mbak menghampiri. Berbincang sebentar dengan bapak-ibuk dengan sebuah
bahasa aneh yang nantinya saya tahu kalau itu namanya boso kromo. Nggeh
mboten dereng sak kerso dll. Bapak ibuk memang asli orang jawa. Namun di rumah
yang berlsaya adalah bahasa persatuan bangsa. Bahasa Indonesia dengan baik dan
benar.
Ah saya tertinggal.
Kami diajak masuk ke sebuah ruang tamu. Sangat
sederhana. Sebuah rumah lawas dengan desain yang juga sangat biasa. Mbak-mbak
itu menyebutnya ndalem sepuh. Dan kami diajak bertamu. Baru sebentar
sudah ada beberapa istilah sulit yang harus saya pahami artinya. Sowan
itu apa? Ternyata berhadapan dengan pemilik pesantrin dan minta izin untuk
boleh ikut menimba ilmu di tempatnya. Ooh .... sederhana sebenarnya. Sedang ndalem
itu bahasa halusnya rumah.
Oke oke kawan.
Selesai sowan kemudian kami beralih ke asrama.
Sedang bapak harus tertinggal sebab manusia berjenis kelamin laki-laki tidak
diperbolehkan masuk. Melewati sebuah aula (kayaknya, soalnya belum selesai
mbangunnya) lalu dampai di sebuah asrama 2 lantai. Masuk ke kantor pondok dan
mengurus administrasi. Bla bla bla. Lalu mbak pengurus mengantarkan kami ke
salah satu kamar. Dan ...
ENG - ING - ONG (ada yang masih ingat dengan bunyi
bel waktu menjawab salah di acara ‘Family 100’? Seperti ini nggak?).
Inilah kamar yang akan kutempati beberapa tahun
kedepan (kalau bisa) ..... Sebuah kamar super sederhana ukuran 3x5 M
dengan penghuni 23 orang. Saya orang ke 24. Sangat nyaman bukan? Begitu
longgarnya ... sangat kontras dengan kamar tercintsaya di rumah yang luasnya
hanya 5x8 M dan kutempati saya seorang. Duuuuh enaknya hidup di sini
(Ibuuuuk ... jangan tinggalkan saya. Kumohon
kepadamu. Tak sanggup diri ini .... NYANYI DANGDUT aseeeek)
.................
Bapak Ibuk telah pulang dan saya di sini telah
resmi menjadi seorang Rangers PINK. Ya ... itu warna sarung yang dibelikan oleh
ibu. Warnanya mencolok banget. Kilah ibu katanya biar jadi perhatian dan itu
akan memudahkanku mendapatkan teman. Dan ternyata benar ... dalam sekejap saya
sudah mengenal 23 anggota kamar ini. Hebat kan saya ... atau yang hebat itu ibu
saya? Naaah ... namun menghafal nama mereka satu persatu tiu yang sulitnya
minta ampun.
Harus segera hafal?
“Iya dong ... biar cepet akrabnya” Kata mbak
Umik yang dipasrahi mbak pengurus untuk ngrumat saya.
Oke-oke. Begini-begini pas tes IQ terakhir kali
IQ-ku sampai angka 120 lo. Bismillah;
Yang tinggi runcing mbak Afi. Yang semampai
manis mbak Ulya. Yang agak gemuk mbak Umi junior. Yang berwajah oval mbak Nafi.
Yang rambutnya seperti iklan emeron mbak Rofi. Yang ukuran bajunya XL jumbo
mbak Indah K. Yang posturnya mirip Kareena Kapoor mbak Indah Shofiya. Yang mungil
mbak Anis. Yang kemanapun selalu bawa cermin mbak Ten. Yang baru dapat juara
MTK mbak Latul. Yang suaranya kayak Siti Nurhaliza mbak Nana. Yang masih
keluarga ndalem mbak Nia. Yang lulusan polwan (?) mbak Ika. Yang paling halus
berbicaranya mbak Lala. Yang jadi member idol mbak Ririn. Yang ngedance mbak
Ana. Yang konser tiap hari mbak Nurul. Yang jadi Miss PP mbak Ifa (saya dong
.. bwahaha eh?). Berapa tadi yang sudah kuhafalkan?
Tantangan selanjutnya adalah saya harus bangun
jam 4 pagi. 1 jam setengah lebih maju dari jam bangunku biasanya. Lalu juga
harus mengurangi jam tidur siang yang Cuma dapat jatah 1,5 jam saja. Baru boleh
mapan tidur bila sudah jam 10 malam. Berarti satu haru dapat jatah tidur 6 jam
setengah. Sangat sehat dan teratur. AMAZING!!!
Waktu mbak Umik membawakan jadwal harian
rasanya saya mau ambruk. Begitu berjubelnya kegiatan yang harus kuikuti. Apakah
nanti saya akan sempat untuk menarik nafas lalu mengeluarkannya lagi?
Jangan-jangan nanti saya akan pingsan? Jangan-jangan nanti saya masuk RS?
Jangan-jangan nanti saya berubah jadi Black Widow lalu kabur lalu menjadi
pahlawan super saja? Tak jadi menggantikan Mamah Dedeh?
NO! NO! NO!
Tidak boleh begitu. Waktu di perjalanan saya
sudah bertekad untuk tidak mundur. Demi my Mom and my Dad. Averything untuk
mereka. Cita-citsaya saat ini ialah menjadi anak yang sholihah dan bisa membuat
mereka tersenyum bahagia lalu berkata padsaya; “Kami bangga memiliku, Da”
Iiiiih indahnya (emoji gambar hati).
Saya harus berjuang sekuat tenaga. Berusaha
aktif dalam semua kegiatan. Bersungguh-sungguh belajar. Berlatih sedikit demi
sedikit merubah sikapku saat ini. Menjadi seorang gadis yang anggun yang tak
lagi mengidolakan Crish John. Berganti mengidolakan Oki Septiana Dewi dan Ibu
Khofifah Indarparawansah. Melupakan sejenak kesenangan dunia luar. Menunggu
hingga liburan untuk JJ lagi. Dan hobi baruku adalah, keroyokan untuk berebut
jajan waktu ada teman yang kiriman. Bukan snacknya yang kusuka namun
keseruannya. Ah sampean gak akan famam deh kalau enggak ngerasain sendiri
bagaimana suka dukanya jadi anak pondok.
Salam cinta dariku untukmu kawan. Emmuach :3 .
Comments