Santri Baru


Oleh: Arins_Teratai

Tahun ajaran baru telah datang. Dan seperti biasanya Pesantren menerima pendaftaran para santri baru, ada yang dari sekitar saja, ada yang dari luarkota, dari luar provinsi bahkan ada juga yang dari luar negeri. Yang salah satu diantaranya bernama Sani. Seorang gadis manis bertubuh mungil yang lumayan bandel.
“Biasa pondoke…” Komentar  gadis itu sambil meringis.
Lha kon piye neh to, San?[1]” Jawab Aminah santriyat senior.
Waktu anak2 baru sorogan[2] al Fatihah, Sani malah asyik tiduran. Melihat kelakuan santri baru itu Aminah segera membangunkannya. “Sani… Sani…Tangi! Ngaji! Mbangkong ae[3]
“Yo…yo, mbak…hhh…”
Sani-pun langsung pergi ke kamar mandi, mengambi air wudlu lalu memakai mukenanya. Kemudian ia pergi menyusul teman-temannyanya yang sudah dahulu berangkat. Karena belum tahu adab saat setoran[4], waktu sudah didepan Bu Nyai Sani tiba2 langsung berdiri.
“Sani…Duduk! Jangan berdiri!” Tegur Aminah dengan suara pelan.
Pye to yo… yo[5]?” Keluh Sani.
Setelah sorogan usai ia langsung kembali kepondok menuju gotaan[6] untuk melanjutkan tidurnya yang tadi. Tiba-tiba Aminah kembali mendatanginya.
“San…San. Ape turu neh, we[7]?”
“Emang aku pe turu meneh, masalah buat lo?” Jawab Sani sengak[8] karena merasa agak jengkel terus-terusan  di ubraki.
“Yo masalah to, San! Bar ki jek sholat isyak terus takror[9]
“Kegiatan pondok kok begini?”
“Memang ya begini ini, San di pondok. Dilatih disiplin, sregep, ishtiqomah, tirakat…”
Karepem[10] lah mbak…mbak”
“Mbak-mbak…sowan[11]!!” Suara dari luar kamar.
Ayo sowan nek ngonow, San[12]
Sowan ii apa?”
“Nanti la’ kamu bakal tahu sendiri”
Mereka berdua bergegas keluar. Para santriyat lebih dahulu sowan di ndalem utara. Seusai mendengarkan ceramah dari Ibu Nyai, semuanya langsung berjabat tangan dengan beliau dan tak lupa mencium astha beliau. Tapi lagi-lagi Sani tidak mengerti. Dengan santainya ia menjabat tangan Ibu Nyai seperti menjabat tangan sahabat sendiri.
Selanjutnya, semua meneruskan sowan ke ndalem selatan. Kebetulan kang-kang santri sedang lewat. Tak dinyana tiba-tibaSani memanggil mereka dengan suara sangat keras seperti kebiasaannya suwaktu masih di rumah.
“Woi mas brow…!!”
“Hush! Gak oleh san ngono kui[13]… Kamu ini ada-ada saja?!” Tegur Aminah. Sedang mbak-mbak yang lain hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah Sani barusan.
Jamaah isyak telah usai.
“Teng… teng… teng… teng…  teng…”
Suoro opo wi kok mblebeki kuping ae?[14]
“Kenteng takror, San…”
“Oo… Takror tow”
Seperti biasa, selesai takror seluruh santri diharuskan nadloman. Tapi Sani tidak tahu mau nadloman apa? Begitu pula teman-temannya sesama anak baru yang lain.
“Wong2…Ayo nadloman[15] lagunya Kangen band!”
Kuwi ora nadloman, San… Tapi konser[16]!!!”Satu kelaspun menjadi heboh.
Seluruh kegiatan akhirnya usai. Para santriyat ada yang maen ada pula yang memilih untuk langsung tidur. Sedang Aminah dan Sani memilih tidur.
“Dino iki aku oleh pelajaran akeh songko mbak Aminah seng ayu, pinter wonge yo sabar nangani seng mbedik-nakal, ki… Suwun mbak Aminah wis mendidikaku…” Gumam Sani sambil memandang wajah Aminah yang sudah terlelap tidur.




[1] Lha kamu suruh bagaimana to, San?
[2] Santri membaca dengan disemak langsung oleh gurunya.
[3] Bangun! Ngaji! Malas saja…
[4] Menghafal di depan guru.
[5] Bagaimana to?
[6] Kamar.
[7] Mau tidur lagi kamu?
[8] Kasar.
[9] Setelah ini masih sholat isyak lalu takror.
[10] Terserah.
[11] Menghadap kepada pengasuh.
[12] Kalau begitu ayo sowan, San.
[13] Tidak boleh seperti itu.
[14] Suara apa itu kok buat bising telinga saja?!
[15] Melantunkan syair-syair pelajaran dengan bersama-sama.
[16] Itu bukaan nadzoman, San. Tapi konser!

Comments