Sayonara


(Cerita ini adalah 2 tahun yang lalu saat aku masih MTS)

Oleh: Beit La_Fieda

Hari demi hari tak terasa silih berganti. UN yang begitu menegangkan telah usai. Meskipun begitu, tetap saja kami masih merasakannya. (huh…)
Setelah satu bulan menunggu… kini tibalah hasil UN dibagikan. Seluruh siswa masuk ke ruang kelas masing-masing. Beribu perasaan yang tak menentu membuat badan kami dingin dan berkeringat.
(Dag-dig-dug-der!) Detak jantung berdetak lebih cepat dari sebelumnya. Entah apa yang sedang kami fikirkan saat itu? Gosip miringpun sampai ke telinga kami… “Ada 3 murid yang tak lulus”. Aku jadi gelisah… entah dengan perasaan teman-teman?
Tepat pukul 11:00 amplop-amplop yang berisi selembar kertas yang tertera lulus-tidaknya siswa terlihat siap untuk dibagikan.
Memang, sih… kelulusan sudah tidak ditentukan oleh Negara, tapi oleh pihak sekolah sendiri. Tapi, tetap saja hatiku mulai menggantung.  Aku tak kuasa melihat guru yang akan membagikan amplop itu berdiri di depan. Aku hanya menunduk. Kegelisahan benar-benar telah menyelimutiku. Dalam hati aku hanya bisa beristighfar… Terus beristighfar…
Satu persatu amplop di bagikan dan kini giliran namaku yang dipanggil. Dengan tangan gemetar, pelan-pelan kuterima amplop itu lalu segera berjalan keluar dari ruangan.
Di halaman nampak wajah teman-teman yang tersenyum lega. Rasa gelisahku agak sedikit reda walaupun amplopku sendiri belum kubuka. Aku melanjutkan jalanku dan menghampiri beberapa temanku yang sedang membaca isi amplop mereka masing-teman.
(Sahabatku langsung memelukku. Aku tersenyum tipis melihat mereka bahagia)
“Kamu lulus, kan?” Tanya sahabatku tadi sambil melepaskan pelukannya.
“Aku belum membukanya…”
“Ayo cepat buka!!!”
Aku diam sebentar. Pelan-pelan kucoba membuka amplop yang sedari tadi hanya kugenggam saja. Air mataku mulai membasahi pipi. Segera sahabatku tadi menarik kertas yang kupegang dan membacanya. Diusapnya air mataku.
“Kita lulus!” Katanya sambil tersenyum padaku. Aku mengangguk dan membalas senyumnya. Dalam lubuk hati kuucap hamdalah tak henti-henti.
Suara nyaring microphone terdengar dari arah masjid… “Bagi semua murid kelas 3 diharapkan masuk masjid untuk melaksanakan sujud syukur”
Suasana yang begitu hening. Hanya hembusan angin dari kipas-kipas yang terpasang di langit-langit masjid yang mengiringi sujud kami…
Inilah puncak masa abdi kami di madrasah “WASHILATUL HUDA”. Beribu kenangan dan kisah telah menyelimuti perjalanan kami selama menimba ilmu. Jalan kisah kami pasti berbeda-beda. Ada yang pahit dan ada pula yang menyenangkan. Pertemuan 3 tahun telah berlalu dan semua itu akan berakhir dalam satu hari. Hari wisuda kami.
Ratusan undangan telah hadir. Berbagai pensi telah ikut sertab memeriahkan hari istimewa kami ini. Tepuk tangan para tamu undangan membuat suasana semakin meriah.
“Hei, kamu kenapa?” Tanya salah seorang teman yang duduk di sampingku.
“Enggak…” Jawabku menutup-nutupi kesedihan hatiku. Memang aku merasa bahagia, tapi di sisi lain aku juga merasa sedih. Karena aku berfikir kalau “Kebersamaan ini tidak akan terulang kembali”.
Sungguh berat bagiku untuk melepas kepergian mereka, sahabat-sahabatku. Tapi apa dayaku? Dan inilah sesungguhnya kehidupan yang mendorongku untuk berfikir kedepan…
Bahwa… setiap ada pertemuan pasti ada perpisahan.
Kini tiba saat berpisah
Pisah hanya dilahirnya
Di hati tetaplah kita Satu
Karena tuhanku yang Satu

Dalam hati kita tetap ingat
Akan janji sucimu
Pada-MU Tuhanku yang luhur

Pada-MU Tuhanku yang luhur

Comments