Yang Adil Dong!



Oleh: Immeyra_Angel

“Segarnya… tempat ini sangat perfect! Baru pertama kali lo aku kesini…” Ina merentangkan tangannya  merasakan hempasan angin sepoi-sepoi di tengah alun-alun kota Bojonegoro.
“Bercanda, kamu? Masa’ seumur-umur baru kesini kali ini doang?!” Tanyaku tidak percaya.
“Kamu enak. Rumah kamu, kan kota. Orang-orang desaku biasanya pada kesini kalo tahun baru dan malem lebaran. Tapi aku gak pernah ada yang ngajak” Aku cekikikan melihat ekspresi wajah Ina yang melas.
“Sudah, ah… malah curhat. Kesana, yuk” Ina menunjuk kearah pojok alun-alun. Di bangku panjang di bawah rindangnya pohon aku dan Ina mendudukkan diri.
“Capek juga, ya… Habis shopping dari jam berapa ya tadi?” Aku melirik jam mungil di pergelangan tanganku.
“Dari jam 9, kan?!” Suara Ina naik 1 oktaf. Kami saling berpandangan. “Sekarang jam 2! Gila… sudah 5 jam! Pantes  aja capek. Terus diniyahnya gimana, nich?” Aku dan Ina yang sedari pagi ngeblong kepasar tanpa sowan ini kebablasan.
“Sudah-sudah… ayo balik.Nanti didukani Bu Nyai” Ina dengan gugup berjalan meninggalkanku.
“BRUKKK”
Aku menabrak Ina yang mendadak berhenti. “Ka! Lihat! Itu, kan mbak Aima?!” Agak jauh dari kami berdiri terlihat mbak Aima sedang duduk bermesraan dengan kang-kang.
“Itu Kang Riski, kan?!” Mataku terbelalak.
Mbak keamanan itu yang biasanya ngoceh nglarang santriyat-santriyat keluar dari pp, nglarang nggambas-nggambasan[1] dan yang lain-lain sekarang sedang duduk mesra dengan kang Riski. Jadi begini kegiatannya kalau sowan[2] kepasar?.
“Pengurus yang perlu diurus!” Gumam Ina.
“Sudah.Jangan dipandangi terus.Nanti malah ketahuan kita keluyuran” Kataku sembari menarik tangan Ina dan balik ke pp.
……………………………...
Kenteng dua terdengar tepat saat kami masuk gerbang pondok.
“Sudah saatnya jamaah ashar. Berarti diniyah jam pertama sudah sudah selesai. Alasan-alasan” Ina memutar otak mencari alasan.
“Aha! Bilang aja kalau ada rapat OSIS.Sebentar lagi, ka nada acara HAFLAH[3]” Tumben aku punya alasan yang masuk akal.
Dan kamipun masuk pp dengan sangat santai seolah-olah tidak terjadi apa-apa.Semua belanjaan ada di daLam ransel yang aku bopong.Semua aman.Aku dan Ina langsung mandi dan tidur. Kami, kan izin baru pulang rapat, jadi tenang.
 “Mbak Rika! Mbak! Di panggil mbak Mila!”Tika membangunkanku.
“Apa?!”
“Dipanggil mbak Mila. Mbak Ina juga…” Kantukku segera pergi. Takut mendengar nama mbak Mila. Ada apa lagi? Aku dan Ina segara ke kamar pengurus dengan dibasahi keringat dingin.
“Assalamualaikum…” Ucap kami Bersamaan.
“Dari mana saja kalian?!”
“Dari sekolah.Tadi ada rapat OSIS” Jawabku dan Ina cuek.
“DORR!!!” Mbak Mila menggebrak meja didepannya.
“Jangan bohong!!! Tadi mbak Aima melihat kalian di alun-alun!” (Akkh!!Orang itu!!) Batinku.
“Memangnya Mbak Aima habis kemana?”Ina menanggapi.
“Hei!!Lancang kalian nanya-nanya urusan pengurus!”
Ina sudah tak berkutik lagi.Mbak Mila roisah kami. Sudahlah, pasti kalah pintar debat. Santri-santri yang lain juga banyak yang kurang suka karena omelan-omelannya tiap hari. “Hei!Jangan diam!!”Bentaknya.
“Oke.Aku ngomong!” Dengan yakin aku lanjutkan kalimatku “Tadi kami kekota, kepasar kota”
“Mulai kapan?”
“Sepulang sekolah” (Bo’ong dikit, kan gak papa).
 “Ngapain?”
“Kepasar ya belanja dodol. Sekarang giliran Mbak yang jawab aku”
“Apa?”
“Tadi Mbak Aima kemana?”
“Apa tujuan kamu menanyakan itu? Penting, ya?”
 “Penting banget. Kami juga butuh kejujuran. Bagaimana kami bisa jujur kalau pengurusnya gak jujur…”
“DORR!!!” Lagi-lagi suara gedoran meja mengagetkanku. “Apa maksudmu?!”
“Mbak Aima tadi habis pacaran di alun-alun!” Jawabku mantap. Seluruh mata yang ada di kamar itu sonyak melihat kearah mbak Aima yang tiba-tiba menjadi pucat. Mungkin dia bingung campur takut campur malu.
“PLAKKK!!!” Kali ini bukan meja tapi pipi empukku yang menjadi korban gamparan mbak Mila. Sakit. Air mataku hampir tumpah. Tapi harus kuat, jangan sampai Ina kecewa denganku. “Kami melihat dengan mata kepala kami sendiri, mbak!!!” Aku berteriak.
“Mbak Aima, apa benar yang dikatakan Rika?” Mbak Ila ikut bicara.
“Tidak! Tentu saja tidak! Untuk apa aku pacaran?! dan sama siapa?? Rika itu pembohong!!!”
“Heh!! Terserah! Kalian memang munafik!” Aku dan Ina segera keluar tak mempedulikan mbak-mbak pengurus itu.
Pagi-pagi sekali aku sudah bangun. Begitu juga santriyat-santriyat yang lain yang sudah sama ngrubungipapan pengumuman. Penasaran dengan itu, aku segera bergabung. Ternyata di situ juga ada Ina.
“AIMA NURUL ULA. MENYAPU PONDOK SETIAP PAGI DAN SORE. MENGURAS KAMAR MANDI DUA MINGGU SEKALI DAN NYAPU DEPAN KANTIN. 19 APRIL-19 MEI 2013”
Aku tersenyum. Lega rasanya keadilan telah ada di pondok tercintaku. Selanjutnya kuarahkan mataku kebawah. Dan dekk!
 “RIKA SEPTIA PUTRI. INAYATUL MUNA. MENYAPU JEMURAN TIAP PAGI. 21 APRIL-21 MEI 2013”
“Hraaa… apra-apraan ini?!!!” Teriakku.
“Keadilan, Rik” Ina tersenyum padaku. Hufh!!




[1] Saling mengintip. Di pesantren interaksi antara santri putra dengan santri putri diatur sangat ketat. Sampai hanya mengintippun dilarang.
[2] Menghadap langsung ke pengasuh untuk sebuah urusan.
[3] Acara perpisahan madrasah.

Comments