Langkah Menuju Mimpi
Langkah Menuju Mimpi
M. Naufal Zaki
S.
Matahari belum
sepenuhnya terbit ketika Naufal sudah bangun dari tidurnya. Bocah berusia 12
tahun itu bergegas mengenakan kaus dan celana pendeknya. Di halaman belakang
rumahnya yang sempit, ia mulai memantul-mantulkan bola sepak pemberian ayahnya
tahun lalu – hadiah ulang tahun yang paling ia sayangi.
"Naufal,
sarapan dulu, Nak!" teriak Ibu dari arah dapur.
"Sebentar
lagi, Bu. Naufal sedang latihan juggling!" balasnya tanpa mengalihkan
pandangan dari bola yang terus ia pantulkan dengan kakinya.
Sejak menonton
Piala Dunia tahun lalu, Naufal telah memantapkan mimpinya: ia ingin menjadi
pemain sepakbola terbaik dunia. Setiap pagi, ia bangun lebih awal untuk
berlatih sebelum berangkat sekolah. Sepulang sekolah pun, ia langsung bergabung
dengan tim sepakbola di kompleks perumahannya.
"Kalau mau
jadi pemain hebat, harus disiplin latihan," begitu selalu ia ingat pesan
Pak Rahman, pelatihnya di SSB (Sekolah Sepak Bola) tempat ia berlatih setiap
Sabtu dan Minggu.
Meski tubuhnya
tidak setinggi teman-teman seusianya, Naufal tidak pernah menyerah. Ia
mengkompensasi kekurangannya dengan kelincahan dan teknik mengolah bola yang
terus ia asah. Setiap malam sebelum tidur, ia menonton video-video pemain
idolanya, mempelajari setiap gerakan dan trik yang mereka lakukan.
"Naufal,
kamu punya potensi," kata Pak Rahman suatu hari setelah latihan.
"Tapi ingat, untuk jadi pemain top, tidak cukup hanya berlatih keras. Kamu
juga harus pintar di sekolah dan jaga kesehatan."
Nasihat itu
tertanam dalam di benak Naufal. Ia mulai mengatur jadwal belajar dan latihannya
dengan lebih baik. Bahkan ketika hujan turun dan ia tidak bisa berlatih di
luar, Naufal tetap melakukan latihan fisik di dalam rumah.
Suatu hari, tim
SSB-nya mengikuti turnamen antar-kota. Di pertandingan final, Naufal mencetak
gol kemenangan di menit-menit terakhir. Saat mengangkat piala bersama timnya,
ia teringat semua perjuangannya selama ini – bangun pagi-pagi, berlatih sampai
malam, menahan lelah dan keringat.
"Ini baru
langkah pertama," bisiknya pada diri sendiri sambil memeluk piala.
"Suatu hari nanti, aku akan mengangkat trofi yang lebih besar di stadion
yang lebih megah."
Malam itu,
Naufal tidur dengan senyum mengembang di wajahnya. Di dinding kamarnya,
poster-poster pemain sepakbola terkenal seolah mengangguk menyemangati. Ia
tahu, perjalanannya masih panjang. Tapi dengan tekad sekuat baja dan semangat
yang tak pernah padam, Naufal yakin suatu hari nanti mimpinya akan terwujud.
Setiap kali ada
yang bertanya apa cita-citanya, dengan mantap ia selalu menjawab: "Saya ingin
menjadi pemain sepakbola terbaik dunia!" Dan dari sorot matanya yang
berkilau, semua tahu bahwa bocah ini tidak main-main dengan mimpinya. Selesai.
Comments