Raja Kartu Nusantara
Raja Kartu Nusantara
Azhka Nurfi
Abdillah Pratama
Di sebuah sudut
kota Metropark, seorang pemuda berusia 17 tahun berdiri dengan tangan gemetar.
Azka memegang selembar kartu bergambar naga merah dengan tulisan "Bahamut:
Sang Penguasa Api" di tepinya. Keringat membasahi dahinya saat ia
berhadapan dengan lawannya, Reyhan, juara bertahan turnamen kartu tingkat kota.
"Kau yakin
ingin melawanku dengan kartu level rendah seperti itu, Azka?" ejek Reyhan
sambil memamerkan deck kartu miliknya yang berkilauan tertimpa sinar matahari
sore.
Metropark
bukanlah kota biasa. Lima tahun lalu, fenomena aneh terjadi ketika permainan
kartu Monster Realm mendadak menjadi tren. Para pemain menemukan bahwa
kartu-kartu tersebut bisa memanggil monster sungguhan ke dunia nyata.
Monster-monster tersebut tidak berbahaya—mereka patuh pada pemilik kartu dan
kembali ke dimensi mereka setelah duel selesai. Sejak itu, duel kartu menjadi
olahraga resmi dengan liga dan turnamen di seluruh kota.
Azka menghela
napas panjang. Ia hanya memiliki sepuluh kartu dalam decknya, hasil tabungannya
bekerja paruh waktu sebagai kurir. Berbeda dengan Reyhan yang berlimpah kartu
langka dari orangtuanya yang kaya.
"Baiklah,
aku panggil Bahamut!" seru Azka, mengangkat kartunya tinggi-tinggi.
Seketika,
lingkaran sihir muncul di arena, diikuti kepulan asap merah. Bahamut, naga
merah berukuran sedang muncul, mengaum pelan. Beberapa penonton tertawa.
Bahamut milik Azka terlihat kurus dan sayapnya sedikit robek di ujungnya.
"Hah,
lihat naga jelekmu itu!" Reyhan tergelak. "Aku panggil
Leviathan!"
Air muncul dari
ketiadaan, membentuk tornado kecil yang kemudian memunculkan naga air raksasa
dengan sisik kebiruan mengkilap. Monster itu mengaum dahsyat, membuat beberapa
penonton mundur ketakutan.
Duel pun
dimulai. Seperti yang sudah diduga, Bahamut milik Azka kalah telak. Naga
merahnya menghilang dalam kepulan asap kemerahan, kembali menjadi kartu di
tangan Azka.
"Kau tidak
akan pernah menjadi master kartu dengan kemampuan seperti itu," ejek
Reyhan sebelum pergi meninggalkan arena bersama gerombolan pengikutnya.
---
Malam itu, Azka
duduk sendirian di kamarnya yang sempit. Poster-poster master kartu legendaris
menghiasi dinding lusuhnya. Ia memandangi kartu Bahamut miliknya dengan sedih.
"Maafkan
aku, Bahamut. Aku masih belum bisa menjadi master yang baik untukmu,"
bisiknya.
Tiba-tiba,
kartu itu bersinar redup. Azka terkejut saat Bahamut muncul dalam bentuk mini
di hadapannya, seukuran kucing dewasa.
"Ba-Bahamut?
Bagaimana bisa...?"
Naga kecil itu
mendengkur, mendekat pada Azka. Ia melihat ada luka di sayap Bahamut.
"Kau
terluka karena aku," Azka mengelus sayap naga itu dengan lembut. "Aku
berjanji akan menjadi lebih kuat untukmu."
Sebuah suara
mengejutkannya. "Monster hanya sekuat ikatan dengan pemiliknya."
Azka menoleh ke
jendela. Seorang nenek tua dengan jubah ungu duduk di ambang jendela kamarnya
yang berada di lantai dua.
"Si-siapa
Anda?" tanya Azka kaget.
"Aku Madam
Viona, mantan master kartu yang sekarang memilih hidup tenang," jawab
nenek itu. "Aku melihat duelmu tadi. Ada potensi dalam dirimu, anak
muda."
"Potensi?
Aku bahkan tidak bisa mengalahkan satu monster pun," Azka tertawa getir.
"Kekuatan
sejati bukan pada jumlah atau kelangkaan kartu yang kau miliki, tapi pada
ikatan dan kepercayaanmu pada monstermu," Madam Viona menjelaskan.
"Lihatlah, Bahamut muncul tanpa kau panggil dalam duel. Itu bukti ikatan
khusus kalian."
Malam itu
menjadi awal perubahan hidup Azka. Di bawah bimbingan Madam Viona, ia belajar
bahwa Monster Realm bukanlah sekadar permainan kekuatan, tapi tentang memahami
dan menghargai setiap monster. Ia belajar teknik merawat kartu, berkomunikasi
dengan monster, dan strategi duel yang tidak bergantung pada kekuatan mentah.
---
Enam bulan
berlalu. Turnamen kota kembali digelar. Azka, yang kini dikenal sebagai
"Sang Penjaga Monster", mendaftar dengan deck sepuluh kartu yang
sama—namun kali ini, kartunya berkilau dan monsternya lebih kuat berkat ikatan
yang ia bangun.
Final turnamen
mempertemukan Azka dengan Reyhan lagi. Arena penuh sesak. Bahkan Walikota hadir
untuk menyaksikan.
"Masih
dengan deck murahanmu?" ejek Reyhan saat melihat Azka.
Azka hanya
tersenyum. "Bukan kartu yang menentukan kemenangan, tapi hati."
Duel dimulai.
Kali ini, ketika Azka memanggil Bahamut, yang muncul adalah naga merah gagah
dengan sayap berapi dan auman yang menggetarkan arena. Para penonton terkesiap.
"Bagaimana
bisa...?" Reyhan kehilangan kata-kata.
Pertarungan
berlangsung sengit. Meski Reyhan memiliki lebih banyak monster langka,
monster-monster Azka bertarung dengan sepenuh hati. Pada momen kritis, ketika
Leviathan Reyhan nyaris mengalahkan Bahamut, Azka berbisik pada kartunya.
"Aku
percaya padamu, Bahamut."
Seketika,
Bahamut diselimuti api emas—evolusi yang hanya terjadi saat ikatan antara
monster dan pemilik mencapai puncaknya. Bahamut berubah menjadi "Bahamut
Emas: Kaisar Api Suci", mengalahkan Leviathan dengan satu semburan api
surgawi.
Reyhan jatuh
berlutut, tak percaya dengan kekalahannya. Arena meledak dalam sorak-sorai
untuk Azka, sang juara baru.
Madam Viona
tersenyum dari kejauhan. "Itulah rahasia sejati Master Kartu,"
gumamnya.
---
Kini, dua tahun
kemudian, Azka telah menjadi legenda. Ia tidak hanya dikenal sebagai master
kartu terkuat di Metropark, tapi juga membuka sekolah untuk mengajari anak-anak
menghargai monster mereka. Filosofinya sederhana: kekuatan sejati tidak datang
dari kelangkaan atau jumlah kartu, tapi dari ikatan dan kasih sayang.
Sore itu, saat
mengajar murid-muridnya di taman kota, seorang anak bertanya, "Master
Azka, apa rahasia menjadi master kartu terkuat?"
Azka tersenyum,
mengelus Bahamut mini yang bertengger di bahunya. "Rahasia terbesarnya
adalah memahami bahwa kekuatan sejati berasal dari hatimu, bukan dari
kartumu."
Di langit,
Bahamut terbang bebas bersama monster-monster lain, menciptakan pemandangan
indah yang menjadi ciri khas Metropark—kota di mana manusia dan monster hidup
berdampingan dalam harmoni berkat seorang pemuda yang bermimpi menjadi master
kartu terkuat dengan caranya sendiri. Selesai.
Comments