Sang Penguasa di Balik Konter Pulsa


Sang Penguasa di Balik Konter Pulsa

Aldo Zakaria

 

Langit Surabaya terlihat jingga ketika Aldo Zakaria menyesap kopi tubruk hangatnya di kafe Tunjungan Plaza. Dari jendela lantai tiga mal megah ini, ia bisa memandangi lalu lintas kota yang mulai padat di sore hari. Tepat di seberang jalan, spanduk besar bertuliskan "Ayo Pilih Aldo Zakaria untuk Kesejahteraan Rakyat" masih terpampang, meskipun pemilihan sudah berlalu tiga bulan yang lalu.

Pria berusia 35 tahun itu tersenyum tipis. Rencana yang ia susun sejak sepuluh tahun lalu akhirnya membuahkan hasil. Surabaya, kota metropolis terbesar kedua di Indonesia, kini berada dalam genggamannya.

Semua bermula dari sebuah konter pulsa kecil di kawasan Rungkut. Aldo, lulusan S2 Teknologi Informasi dari sebuah perguruan tinggi ternama di Surabaya, memutuskan untuk membuka usaha sederhana itu alih-alih bekerja di perusahaan multinasional. Orang-orang menganggapnya gila, termasuk orangtuanya.

"Ngapain nak, sekolah tinggi-tinggi ujungnya jualan pulsa?" tanya ibunya dengan nada kecewa.

Aldo hanya tersenyum. "Bu, semua bermula dari hal kecil."

Apa yang tidak diketahui orang lain adalah, konter pulsa itu hanyalah kedok. Di balik konter sederhana yang ramai dikunjungi warga, Aldo membangun sistem jaringan teknologi canggih yang mampu mengakses dan mengendalikan berbagai sistem di Surabaya. Mulai dari lampu lalu lintas, sistem perbankan lokal, hingga jaringan komunikasi pemerintah kota.

Pada tahun kedua, Aldo memperluas usahanya. Ia membuka cabang konter pulsa di lima titik strategis Surabaya: Tunjungan, Gubeng, Waru, Kenjeran, dan Lakarsantri. Di setiap cabang, ia memasang server kecil yang terhubung dengan server utama di rumahnya di kawasan Rungkut.

"Saya ingin masyarakat Surabaya mendapat layanan terbaik," ujarnya dalam sebuah wawancara koran lokal saat ditanya mengapa bisnisnya berkembang pesat.

Yang tidak ia katakan adalah bahwa setiap transaksi pulsa menyimpan data pelanggan yang berharga: nomor telepon, pola pembelian, bahkan lokasi pengguna berdasarkan BTS terdekat. Data-data ini ia analisis dengan algoritma canggih buatannya sendiri untuk memetakan perilaku warga Surabaya.

Tahun kelima, Aldo menjalankan fase kedua rencananya. Ia mendirikan perusahaan startup teknologi bernama "SurobojoTech" yang menawarkan solusi smart city untuk pemerintah kota. Berbekal data perilaku warga yang ia kumpulkan selama bertahun-tahun, proposalnya diterima dengan antusias oleh pemkot.

"Kami percaya visi Bapak Aldo untuk Surabaya yang lebih baik," ujar Walikota saat penandatanganan kontrak kerjasama.

Melalui SurobojoTech, Aldo memasang ribuan CCTV pintar di seluruh penjuru kota, sistem manajemen lalu lintas otomatis, dan aplikasi layanan publik yang digunakan hampir semua warga. Tanpa disadari, Surabaya semakin bergantung pada teknologi yang ia kembangkan.

Tahun ketujuh, ketika pengaruhnya sudah cukup kuat, Aldo mulai terjun ke politik. Ia mencalonkan diri sebagai anggota DPRD kota, menggunakan data yang ia kumpulkan untuk menyusun strategi kampanye yang tepat sasaran untuk setiap wilayah.

"Saya tahu persis apa yang dibutuhkan warga Surabaya," katanya dalam setiap pidato kampanye. Dan memang benar, ia mengetahui masalah spesifik setiap kelurahan berdasarkan pola komunikasi dan transaksi yang ia rekam selama bertahun-tahun.

Tidak mengherankan, Aldo memenangkan pemilu dengan suara telak. Dua tahun sebagai anggota dewan, ia membangun reputasi sebagai politisi yang dekat dengan rakyat dan ahli teknologi yang membawa perubahan nyata.

Tahun kesepuluh, puncak rencananya tiba. Aldo mencalonkan diri sebagai walikota Surabaya, menghadapi petahana yang sudah menjabat dua periode. Menggunakan kombinasi data, teknologi, dan jaringan yang telah ia bangun, kampanyenya berjalan mulus. Ia mengetahui isu apa yang harus diangkat di setiap kecamatan, kapan harus berkampanye di wilayah tertentu, dan siapa tokoh masyarakat yang harus ia rangkul.

Hasilnya tak terduga: kemenangan telak dengan perolehan suara 78%. Surabaya resmi berada dalam kendalinya.

***

Tiga bulan setelah pelantikan, Aldo duduk di kafe Tunjungan Plaza, memandangi kota yang kini ia pimpin. Seorang pengawal berdiri tak jauh darinya, sementara beberapa staf menunggu di meja lain untuk rapat informal sore itu.

"Pak Aldo, ada undangan pertemuan dengan investor Jepang besok," sekretarisnya melaporkan.

Aldo mengangguk. "Siapkan presentasi seperti biasa. Tapi tolong batalkan semua jadwal pukul empat sore."

"Ada apa pukul empat, Pak?" tanya sekretarisnya heran.

"Saya ada janji rutin," jawabnya singkat.

Keesokan harinya, tepat pukul empat sore, Walikota Surabaya Aldo Zakaria melepas jas dan dasinya, mengenakan kemeja biasa, dan mengendarai motor matic pribadinya menuju sebuah ruko kecil di kawasan Rungkut. Di depan ruko itu, sebuah banner sederhana bertuliskan "Konter Pulsa Berkah – Melayani Sejak 2015" terpampang.

Beberapa pengunjung tampak terkejut melihat walikota mereka masuk dan duduk di belakang konter.

"Pak Walikota? Kok di sini?" tanya seorang ibu yang hendak membeli pulsa.

Aldo tersenyum ramah. "Iya, Bu. Setiap hari Rabu sore, saya masih jaga konter ini. Mau isi pulsa berapa?"

"Seratus ribu, Pak," jawab ibu itu masih dengan wajah takjub.

Sambil melayani pelanggan, Aldo merasakan kepuasan yang tidak ia dapatkan di kantornya yang mewah. Di konter pulsa inilah semuanya bermula, dan ia berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak pernah melupakan akarnya.

Yang orang-orang tidak tahu, server utama yang mengendalikan seluruh sistem smart city Surabaya masih berada di ruang belakang konter pulsa ini. Dari tempat sederhananya, ia bisa memantau seluruh aktivitas kota – dari kemacetan lalu lintas hingga tingkat kejahatan yang kini menurun drastis berkat sistem pengawasan yang ia bangun.

"Sudah puas menguasai Surabaya, Pak?" tanya Hasan, asisten setianya yang kini mengelola konter sehari-hari, setengah bercanda.

Aldo tertawa kecil. "Surabaya tidak dikuasai, Hasan. Dia diayomi. Dan semua ini," ia menunjuk ke komputer yang menampilkan peta real-time aktivitas kota, "hanya alat untuk memastikan warga hidup lebih baik."

Sore itu, seperti setiap Rabu, Aldo Zakaria tetap melayani pelanggan konter pulsanya hingga malam. Mobil dinas dan ajudan menunggunya di parkiran tak jauh dari situ, tapi ia tak pernah tergesa. Baginya, konter pulsa ini bukan sekadar kenangan atau bentuk kerendahan hati. Ini adalah pengingat bahwa kekuasaan sejati dimulai dari memahami kebutuhan paling sederhana masyarakat.

Kota Surabaya mungkin ada dalam genggamannya, tapi hatinya tetap berada di konter pulsa kecil yang menjadi awal segalanya. Selesai.

 

Comments

Popular posts from this blog

Terjemah Tausyeh Ibnu Qosim

Bisikan di Kamar Mandi

Petunjuk dari Mimpi