Penghuni Tak Kasat Mata
Penghuni Tak Kasat Mata
Rizka Dewi Nur
Aini
"Kak
Zahra! Kak Zara!" suara Ibu memecah keheningan malam. Kedua gadis kembar
berusia lima belas tahun itu kembali berjalan dalam tidur mereka, menuju kolam
ikan di belakang rumah. Untung saja Ibu terbangun tepat waktu.
Kejadian ini
bukan yang pertama kali. Sejak sebulan yang lalu, Zahra dan Zara sering
mengalami hal-hal aneh. Terkadang mereka berbicara dengan bahasa yang tak
dimengerti, tertawa sendiri di tengah malam, atau mendadak berteriak ketakutan
saat sedang belajar.
Zahra dan Zara
sebenarnya tidak keberatan. Mereka lelah dengan gangguan yang terus menerus
ini. Yang mereka tidak tahu, ada dua sosok jin bersaudara, Karim dan Kamal,
yang telah jatuh hati pada kecantikan mereka.
Di Pesantren
Al-Hikmah, Kyai Farel langsung bisa melihat apa yang terjadi.
"Innalillahi," gumamnya pelan. "Ada dua jin yang terobsesi
dengan anak-anak ini."
Proses
penyembuhan dimulai. Setiap malam, Kyai Farel membacakan ayat-ayat suci,
sementara Zahra dan Zara tekun mengikuti pembelajaran agama di pesantren.
Minggu demi minggu berlalu, dan perlahan gangguan itu mulai berkurang.
Namun, sesuatu
yang tak terduga terjadi. Karim dan Kamal, yang awalnya terpesona pada Zahra
dan Zara, justru mulai tertarik dengan sosok Ustazah Hanifah, guru muda yang
membantu Kyai Farel dalam proses penyembuhan. Mereka terpukau dengan keteguhan
iman dan kelembutan Ustazah Hanifah dalam membimbing kedua gadis itu.
"Subhanallah,
belum pernah kami melihat manusia seindah ini," bisik Karim pada
saudaranya. Bukan kecantikan fisik yang memukau mereka, tapi cahaya keimanan
yang terpancar dari sosok sang ustazah.
Suatu malam,
keduanya memberanikan diri menampakkan wujud dalam mimpi Ustazah Hanifah.
"Wahai ustazah yang mulia, kami mohon maaf atas perbuatan kami pada Zahra
dan Zara. Kami telah tersesat, tapi melihat ketulusan ustazah membimbing mereka
telah membuka mata kami."
Ustazah
Hanifah, dengan kebijaksanaannya, tersenyum dalam mimpi itu. "Jika kalian
benar-benar bertaubat, tingkatkanlah ibadah kalian kepada Allah. Bukankah jin
juga diciptakan untuk beribadah?"
Sejak malam
itu, Zahra dan Zara tidak pernah lagi diganggu. Mereka memutuskan untuk tetap
di pesantren, mendalami ilmu agama. Sementara Karim dan Kamal, yang kini telah
bertaubat, sering terlihat oleh Kyai Farel sedang beribadah di sudut-sudut
masjid pesantren.
Ustazah Hanifah
sendiri tetap seperti biasa, mengajar dengan ketulusan dan kesabaran. Ia tak
pernah tahu bahwa keikhlasannya telah mengubah hati dua makhluk yang tadinya
tersesat. Terkadang, cahaya keimanan memang bisa menerangi hati siapapun -
bahkan makhluk dari dimensi yang berbeda.
"Pengalaman
kalian ini adalah pelajaran berharga," kata Ustazah Hanifah pada Zahra dan
Zara suatu hari. "Bahwa kebaikan dan ketakwaan bisa mengalahkan segala
bentuk gangguan, selama kita berpegang teguh pada ajaran Allah."
Kedua gadis
kembar itu mengangguk. Kini mereka paham, bahwa di balik setiap ujian, selalu
ada hikmah yang bisa dipetik. Dan terkadang, cinta yang salah bisa berubah
menjadi petunjuk menuju jalan yang benar. Selesai.

Comments