Anugerah yang Tersembunyi
Khalila Alkyra
Zaahid
(Siswa SMP. Plus Maulana Malik Ibrahim Bojonegoro)
Di sebuah desa
kecil di kaki bukit, berdiri megah Istana Kasunyatan yang menjulang tinggi
dengan menara-menara emasnya. Di desa yang sama, hiduplah sepasang suami istri
bernama Pak Karno dan Bu Tuti. Mereka tinggal di rumah sederhana dari kayu, tak
jauh dari pasar desa.
Sudah lima
belas tahun menikah, namun mereka belum dikaruniai anak. Bu Tuti sering iri
melihat tetangganya yang memiliki anak-anak yang berlarian di halaman. Pak
Karno selalu berusaha menghibur istrinya, meski ia sendiri juga merasa sedih.
Suatu malam
berhujan, mereka mendengar tangisan bayi dari depan rumah. Saat membuka pintu,
mereka menemukan seorang bayi perempuan terbungkus kain sutra halus dengan
bordiran benang emas. Di sampingnya ada sebuah kalung dengan liontin berbentuk
bulan sabit.
"Mungkin
ini jawaban doa kita," kata Pak Karno sambil menggendong bayi itu.
Mereka
memutuskan untuk mengadopsi bayi itu dan memberinya nama Melati. Namun, seiring
berjalannya waktu, sikap Bu Tuti terhadap Melati berubah. Ia sering memarahi
Melati tanpa alasan dan memberinya pekerjaan berat. Berbeda dengan Pak Karno
yang selalu menyayangi Melati seperti anak kandungnya sendiri.
"Kau hanya
anak pungut! Jangan berharap terlalu banyak!" begitu Bu Tuti sering
berkata ketika Melati meminta izin untuk bermain dengan teman-temannya.
Melati tumbuh
menjadi gadis yang cantik dan berbudi pekerti baik. Meski diperlakukan tidak
adil oleh Bu Tuti, ia tetap hormat dan menyayanginya. Setiap hari ia membantu
pekerjaan rumah tanpa mengeluh, bahkan sering membantu tetangga yang kesulitan.
Suatu hari,
pengawal istana berkeliling desa membawa pengumuman. Raja dan Ratu sedang
mencari putri mereka yang hilang lima belas tahun lalu. Putri tersebut memiliki
tanda lahir berbentuk bulan sabit di bahunya dan terakhir kali terlihat
mengenakan kalung berliontin bulan sabit.
Berita ini
menggemparkan seluruh desa. Bu Tuti yang mendengar pengumuman itu teringat
kalung yang ditemukan bersama Melati dulu. Ia bergegas pulang dan menemukan
Melati sedang menyapu halaman.
"Buka
bajumu!" perintah Bu Tuti tiba-tiba.
Melati
kebingungan tapi menurut. Di bahunya yang putih, terlihat jelas tanda lahir
berbentuk bulan sabit.
Tak lama
kemudian, Pak Karno pulang membawa kalung yang selama ini ia simpan.
"Sudah saatnya mengembalikan apa yang bukan milik kita," katanya
dengan berat hati.
Pengawal istana
dipanggil, dan tak butuh waktu lama bagi mereka untuk memastikan bahwa Melati
adalah putri yang hilang. Raja dan Ratu sangat bahagia menemukan putri mereka.
Ternyata lima belas tahun lalu, ada komplotan yang berusaha menculik sang
putri, tapi pengasuhnya berhasil menyelamatkannya dengan meninggalkannya di
depan rumah yang dirasa aman.
"Kami akan
membawa putri kembali ke istana," kata kepala pengawal.
Air mata Melati
mengalir. Ia memeluk Pak Karno erat. "Ayah tetap ayahku," bisiknya.
Raja dan Ratu
yang melihat kasih sayang antara Melati dan Pak Karno memutuskan untuk
mengizinkan Pak Karno tinggal di istana sebagai penasihat raja. Namun Bu Tuti,
yang selama ini memperlakukan Melati dengan buruk, hanya bisa menunduk malu dan
memilih tetap tinggal di desanya.
Di istana,
Melati tumbuh menjadi putri yang bijaksana. Ia tidak pernah lupa dengan
kehidupannya di desa dan selalu mengunjungi Bu Tuti, memaafkan segala perlakuan
buruknya di masa lalu. Pak Karno, yang kini menjadi penasihat raja yang
dihormati, selalu mengingatkan Melati bahwa kebaikan hati lebih berharga dari
mahkota kerajaan.
"Takdir
memang tidak bisa ditebak," kata Pak Karno suatu hari. "Tapi
ketulusan hati akan selalu menemukan jalannya." Selesai.
Comments