Misteri Sandal yang Menghilang
Misteri Sandal yang Menghilang
Subuh itu terasa berbeda bagi Khadijah. Bukan karena embun yang lebih tebal dari biasanya, atau karena suara adzan yang bergema dari menara masjid pesantren Al-Hikmah yang terdengar lebih khusyuk. Tetapi karena sesuatu yang hilang—sepasang sandal jepit biru muda kesayangannya.
"Astaghfirullah... kemana ya sandalku?" gumam Khadijah sambil menggaruk kepalanya yang tertutup kerudung putih. Matanya yang jernih itu menyapu seluruh area depan kamar nomor 15, asrama putri lantai dua.
Khadijah ingat betul, tadi pagi setelah subuh ia meletakkan sandal itu tepat di depan pintu kamarnya sebelum masuk untuk mengambil Al-Qur'an yang tertinggal. Hanya lima menit ia tinggalkan, tapi ketika keluar, sandal itu sudah lenyap bagai ditelan bumi.
"Dijah, kenapa masih di sini? Kajian Ustadzah Maryam sudah mau mulai," tegur Aisyah, teman sekamarnya yang baru keluar dari kamar.
"Sandalku hilang, Ais. Yang biru muda itu lho," jawab Khadijah dengan nada kesal bercampur bingung.
Aisyah mengernyitkan dahi. "Hilang? Masa sih? Coba cari di sekitar sini dulu."
Keduanya pun berkeliling area lantai dua asrama. Khadijah memperhatikan setiap sudut dengan seksama, seperti detektif yang sedang mencari petunjuk di tempat kejadian perkara. Ia bahkan sempat berlutut dan memeriksa kolong-kolong lemari yang ada di lorong.
"Aneh..." gumam Khadijah. "Tidak ada tanda-tanda sandal dipindahkan atau jatuh. Seperti menguap begitu saja."
Aisyah terkekeh. "Dijah, kamu ini kebanyakan nonton anime detektif ya? Masa sandal hilang aja dianalisis segitunya."
Tapi Khadijah tidak menggubris candaan temannya. Dalam hatinya, ia merasa ada sesuatu yang janggal. Sandal tidak mungkin hilang begitu saja tanpa jejak. Pasti ada pelakunya.
Di kajian pagi itu, pikiran Khadijah terus menerawang. Ia duduk di barisan depan sambil sesekali menoleh ke belakang, mengamati wajah-wajah santri putri lainnya. Siapakah di antara mereka yang menjadi dalang hilangnya sandal kesayangannya?
"Ukhti Khadijah," tegur Ustadzah Maryam dengan lembut. "Apakah ada yang mengganggu pikiranmu hari ini?"
Khadijah tersentak. "Ah, maaf Ustadzah. Saya sedang... ehm... memikirkan sesuatu."
"Dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 286, Allah berfirman bahwa Dia tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Apapun masalah yang kau hadapi, yakinlah bahwa Allah akan memberikan jalan keluar."
Setelah kajian usai, Khadijah menghampiri beberapa santri putri yang duduk di dekatnya tadi. Dengan diplomatis, ia mulai menyelidiki.
"Assalamu'alaikum, Ukhti Fatimah. Ehm... tadi pagi setelah subuh, apakah antum melihat ada yang aneh di sekitar lantai dua asrama?" tanya Khadijah kepada santri putri yang berperawakan tinggi itu.
Fatimah menggeleng. "Tidak ada yang aneh. Memangnya kenapa?"
"Sandal saya hilang. Yang biru muda itu. Mungkin antum melihat seseorang membawanya?"
"Oh, sandal biru muda... hmm..." Fatimah tampak berpikir sejenak. "Aku tidak melihat ada yang membawa sandal biru muda hari ini. Tapi tadi pagi aku sempat melihat Ukhti Zahra terburu-buru keluar dari asrama."
Petunjuk pertama! Khadijah mencatat dalam hatinya. Zahra yang biasanya kalem dan tenang, kenapa pagi ini terburu-buru?
Khadijah pun mencari Zahra yang saat itu sedang menyapu halaman belakang asrama. Zahra adalah santri putri yang rajin dan pendiam, tapi sangat bersahabat.
"Assalamu'alaikum, Ukhti Zahra," sapa Khadijah sambil membantu memegang sampah yang disapu Zahra.
"Wa'alaikumussalam, Dijah. Ada apa? Kelihatan resah begitu."
"Sandal saya hilang, Ukh. Yang biru muda itu. Katanya antum tadi pagi terburu-buru keluar asrama?"
Zahra menghentikan sapuannya. "Oh iya, tadi pagi aku kebelet ke kamar mandi yang di belakang. Kamar mandi di asrama sedang rusak kan? Makanya terburu-buru. Emang sandalmu hilang?"
"Iya, ditinggal sebentar di depan kamar langsung hilang."
"Hmm..." Zahra tampak berpikir. "Tadi pagi aku sempat melihat Ukhti Siti sedang mengumpulkan sandal-sandal yang berserakan di lorong. Mungkin sandalmu ikut terkumpul?"
Petunjuk kedua! Khadijah berterima kasih pada Zahra dan segera mencari Siti. Ia menemukannya di kamar nomor 20, sedang melipat mukena.
"Assalamu'alaikum, Ukhti Siti. Boleh bertanya sesuatu?"
"Wa'alaikumussalam. Tentu, silakan."
"Tadi pagi antum mengumpulkan sandal-sandal yang berserakan ya? Apakah ada sandal biru muda di antaranya?"
Siti mengangguk antusias. "Oh iya! Ada beberapa sandal yang aku kumpulkan karena menghalangi jalan. Semuanya aku taruh di gudang sebelah dapur. Mungkin sandalmu ada di sana."
Akhirnya! Khadijah bergegas menuju gudang yang dimaksud. Hatinya berdebar-debar, antara lega dan penasaran. Begitu membuka pintu gudang yang agak sulit, ia melihat tumpukan sandal di sudut ruangan.
Dan benar saja, sandal biru mudanya ada di sana, bersama belasan sandal lainnya yang "diculik" oleh Siti karena dianggap menghalangi jalan.
"Alhamdulillah..." desah Khadijah lega. Ia segera mengambil sandalnya dan bergegas kembali ke kamar.
Di perjalanan, ia berpapasan dengan Aisyah yang sedang mencarinya.
"Dijah! Ketemu sandalnya?"
"Alhamdulillah ketemu, Ais. Ternyata dikumpulkan sama Ukhti Siti karena dianggap menghalangi jalan."
Aisyah tertawa. "Nah kan! Tidak perlu jadi detektif segala. Kadang hal-hal yang kita anggap misterius ternyata punya penjelasan yang sederhana."
Khadijah ikut tersenyum. "Tapi kan seru juga sesekali jadi detektif. Aku jadi tahu kebiasaan teman-teman asrama."
"Yang penting, sekarang kamu sudah belajar untuk tidak menaruh sandal sembarangan. Pesantren ini mengajarkan kita untuk selalu rapi dan tertib, termasuk dalam hal kecil seperti meletakkan sandal."
"Benar sekali. Barakallahu fiki, Ais."
Malam itu, setelah shalat Isya berjamaah, Khadijah duduk di teras asrama sambil memandang langit yang bertaburan bintang. Ia merenungkan kejadian hari ini. Sebuah sandal hilang yang sempat membuatnya panik, ternyata mengajarkannya tentang pentingnya berprasangka baik dan tidak mudah mencurigai orang lain.
"Ya Allah," bisiknya dalam hati, "terima kasih telah mengajarkan hamba-Mu ini melalui hal-hal kecil dalam hidup. Semoga hamba selalu bisa mengambil hikmah dari setiap kejadian, sekecil apapun itu."
Angin malam yang sejuk menerpa wajahnya, membawa ketenangan setelah seharian diliputi kegalauan. Di pesantren Al-Hikmah ini, setiap hari selalu ada pelajaran baru yang bisa dipetik, bahkan dari misteri sandal yang hilang sekalipun.
Khadijah tersenyum, lalu masuk ke kamar untuk bersiap tidur. Besok pagi ia akan lebih berhati-hati dalam menaruh sandal, dan mungkin, siapa tahu akan ada misteri kecil lainnya yang menanti untuk dipecahkan di pesantren tercinta ini.
Wallahu a'lam bishawab
Comments