Di Balik Sosok Ustadz
Di Balik Sosok
Ustadz
Achmad Farel
Azzamy
Pesantren
Al-Hidayah selalu terlihat menyeramkan saat malam tiba. Bangunan tuanya yang
bercat putih kusam seolah menyimpan rahasia. Farel, santri baru berusia 15
tahun, baru saja menyelesaikan minggu pertamanya di pesantren ini.
"Kalian
dengar? Katanya akan ada ustadz baru yang mengajar fiqih," bisik Farid,
teman sekamar Farel, suatu malam.
Keesokan
harinya, sosok jangkung Ustadz Malik memasuki kelas. Ada yang aneh dari cara
beliau berjalan dan tatapan matanya yang terlalu tajam. Farel merasakan sesuatu
yang tidak beres, tapi ia mencoba mengabaikan perasaan itu.
Minggu-minggu
berlalu. Farel mulai menyadari keanehan yang terjadi. Beberapa santri
menghilang secara misterius. Yang lebih mencurigakan, hal ini selalu terjadi
setelah mereka dipanggil ke ruangan Ustadz Malik untuk "bimbingan
khusus."
"Aku yakin
ada yang tidak beres dengan ustadz baru itu," kata Farel pada Farid.
"Kau lihat cara dia makan? Dia tidak pernah mengucap bismillah dan selalu
menolak makanan dari dapur pesantren."
Suatu malam, Farel
tidak sengaja melihat Ustadz Malik keluar dari ruangannya. Dalam cahaya
remang-remang, ia melihat sesuatu yang membuatnya membeku – kulit ustadz itu
seperti bergerak-gerak, dan dari balik jubahnya muncul semacam ekor bersisik.
Farel
memberanikan diri mengintip ke dalam ruangan ustadz setelah beliau pergi. Apa
yang ia temukan membuatnya hampir berteriak – tulang-tulang berserakan dan
buku-buku yang bertuliskan mantra hitam.
"Ya Allah,
lindungi kami," bisik Farel sambil menggenggam tasbih pemberian ayahnya.
Farel bergegas
menemui Kyai Hasan, pimpinan pesantren. Namun sebelum sempat berbicara, ia
mendengar jeritan dari arah perpustakaan. Saat sampai di sana, ia melihat
Ustadz Malik dalam wujud aslinya – monster besar bersisik dengan taring
panjang, sedang mencengkeram Farid.
"Lepaskan
dia!" teriak Farel.
Monster itu
berbalik. "Ah, akhirnya ada yang tahu rahasiaku. Sayang sekali kau harus
mati."
Dengan sigap, Farel
meraih Al-Qur'an dari rak terdekat dan mulai membaca ayat Kursi. Monster itu
mengerang kesakitan. Farel terus membaca, sementara monster itu mulai
kehilangan kekuatannya.
"Tidak
mungkin! Bagaimana bisa seorang santri kecil..."
"Karena
Allah selalu melindungi hambanya yang beriman!" teriak Farel, menggenggam
erat tasbihnya yang kini bercahaya.
Tiba-tiba Kyai
Hasan muncul bersama beberapa ustadz. Mereka bergabung membaca ayat-ayat
Al-Qur'an. Monster itu semakin melemah hingga akhirnya lenyap dalam kepulan
asap hitam.
"Alhamdulillah,"
kata Kyai Hasan. "Kami sudah curiga ada sesuatu yang tidak beres, tapi
tidak menyangka akan seperti ini."
Para santri
yang hilang ditemukan dalam keadaan lemah di ruang bawah tanah. Ternyata
monster itu adalah jin jahat yang menyamar, berniat menghancurkan pesantren
dari dalam.
"Kau telah
menunjukkan keberanian dan keteguhan iman yang luar biasa," puji Kyai
Hasan pada Farel. "Ini bukti bahwa senjata terkuat adalah iman dan
Al-Qur'an."
Sejak kejadian
itu, keamanan pesantren diperketat. Setiap guru baru harus melalui serangkaian
tes, termasuk membaca Al-Qur'an dan mengucap syahadat. Farel sendiri menjadi
lebih dihormati di kalangan santri, bukan karena keberaniannya menghadapi
monster, tapi karena keteguhan imannya yang telah menyelamatkan pesantren.
"Ingat,"
kata Farel pada santri-santri baru, "di dunia ini ada yang lebih
menakutkan dari monster – yaitu hilangnya iman dari hati kita." Selesai.
Comments