Terjemah Tausyeh Ibnu Qosim: Fasal Fardhunya Wudhu

 


فَصْلٌ فِى فُرُوْضِ الوُضُوءِ

FASAL: FARDHU-FARDHU WUDHU’

  

v FARDHU-FARDHU WUDHU

Fasal: Fardhu-fardhu wudhu, maksudnya dan sunnah-sunnahnya. Wudhu dengan wawu berharakat dhommah menurut ejaan yang masyhur adalah nama untuk sebuah pekerjaaan, yaitu penggunaan air pada anggota tubuh tertentu yang dimulai dengan niat, dan yang dimaksud di sini adalah di pengertian ini.

(فَصْلٌ فِي فُرُوضِ الْوُضُوءِ) أَيْ وَسُنَنِهِ. (وَهُوَ) أَيْ الْوُضُوءُ (بِضَمِّ الْوَاوِ فِي الْأَشْهَرِ اسْمٌ لِلْفِعْلِ) أَيْ الَّذِي هُوَ اسْتِعْمَالُ الْمَاءِ فِي أَعْضَاءٍ مَخْصُوصَةٍ مُفْتَتَحًا بِنِيَّةٍ، (وَهُوَ الْمُرَادُ هُنَا) أَيْ فِي هَذَا الْمَوْضِعِ.

Wadhu (وَضوء) dengan wawu fathah adalah nama untuk benda yang digunakan untuk wudhu. Lafadz يُتوضأ adalah mabni majhul. Yaitu benda yang digunakan untuk mempersiapkan diri untuk wudhu, seperti air dalam bejana atau tempat cuci, bukan untuk benda yang wudhunya sah dengannya, seperti air sungai, begitu juga setiap lafadz yang wazan فَعُول, seperti فَطُور (sesuatu untuk sarapan) dan سَحُور (sesuatu untuk sahur).

(وَبِفَتْحِ الْوَاوِ اسْمٌ لِمَا يُتَوَضَّأُ بِهِ، مَبْنِيٌّ لِلْمَجْهُولِ)، أَيْ لِمَا يُهَيَّئُ لِلْوُضُوءِ بِهِ كَالْمَاءِ الَّذِي فِي الْإِبْرِيقِ أَوْ فِي الْمِيضَأَةِ، لَا لِمَا يَصِحُّ مِنْهُ الْوُضُوءُ كَمَاءِ النَّهْرِ، وَكَذَا كُلُّ مَا كَانَ عَلَى وَزْنِ فَعُولٍ كَالْفَطُورِ وَالسَّحُورِ.

Pengertian yang pertama (وُضوء), yaitu mengerjakan fardhu-fardhu dan beberapa kesunahan, artinya beberapa syarat dan beberapa kemakruhannya.

(وَيَشْتَمِلُ الْأَوَّلُ) أَيْ الَّذِي هُوَ الْفِعْلُ عَلَى فُرُوضٍ وَسُنَنٍ أَيْ شُرُوطٍ وَمَكْرُوهَاتٍ

Penulis menyebutkan fardhu-fardhunya wudhu dalam perkataannya, dan huruf فى menggunakan makna huruf jer ba’. Fardhu-fardhunya wudhu hanya ada enam, untuk orang yang sehat dan yang lainnya:

(وَذَكَرَ الْمُصَنِّفُ الْفُرُوضَ فِي قَوْلِهِ) وَفِي بِمَعْنَى الْبَاءِ. (وَفُرُوضُ الْوُضُوءِ سِتَّةُ أَشْيَاءَ) فَقَطْ فِي حَقِّ السَّلِيمِ وَغَيْرِهِ:

1. Niat.

Terkait dengannya, tidak terikat pada ketentuan wudhu, ada tujuh aturan dalam niat yang dikumpulkan dalam perkataan sebagian ulama:

"حقيقة" berarti kebenaran atau realitas, "حكم" aturan atau hukum, "محل" tempat atau konteks, dan "زمن" waktu. "كيفية" berarti cara atau metode, "شرط" berarti syarat, dan "مقصود" berarti maksud atau tujuan”

(أَحَدُهَا النِّيَّةُ). وَيَتَعَلَّقُ بِهَا لَا بِقَيِّدِ كَوْنِهَا فِي الْوُضُوءِ أَحْكَامٌ سَبْعَةٌ مَجْمُوعَةٌ فِي قَوْلِ بَعْضِهِمْ

حَقِيقَةٌ حُكْمٌ مَحَلٌّ وَزَمَنٌ # كَيْفِيَّةٌ شَرْطٌ وَمَقْصُودٌ حَسَنٌ

Hakikat niat secara bahasa adalah mutlaknya menyengaja, sama saja menyertai pekerjaan ataupun tidak. Sedang hakikat niat secara syara’ adalah menyengaja sesuatu seperti wudhu dan shalat bersamaan dengan mengerjakan pekerjaan tersebut.

فَحَقِيقَتُهَا لُغَةً مُطْلَقُ الْقَصْدِ، سَوَاءٌ قَارَنَ الْفِعْلَ أَمْ لَا. (وَحَقِيقَتُهَا شَرْعًا قَصْدُ الشَّيْءِ) أَيْ كَالْوُضُوءِ وَالصَّلَاةِ، (مُقْتَرِنًا) أَيْ ذَلِكَ الْقَصْدِ (بِفِعْلِهِ) أَيْ ذَلِكَ الشَّيْءِ.

Apabila pekerjaannya diakhirkan dari menyengajanya, maka menyengaja tersebut disebut ‘azm.

(فَإِنْ تَرَاخِيَ) أَيْ تَأَخَّرَ الْفِعْلُ (عَنْهُ) أَيْ الْقَصْدِ (سُمِّيَ) أَيْ ذَلِكَ الْقَصْدُ (عَزْمًا).

Hukum niat kebanyakan adalah wajib. Tempatnya adalah hati, dan waktunya adalah pada awal ibadah, kecuali dalam puasa. Karena niat dalam puasa ditempatkan di depannya untuk memudahkan pemantauan fajar, bahkan jika seseorang menempatkan niatnya di waktu yang bersamaan dengan fajar, itu tidak sah karena adanya kewajiban pelaksanaan niat pada malam hari dalam puasa fardhu.

وَحُكْمُهَا الْوُجُوبُ غَالِبًا. وَمَحَلُّهَا الْقَلْبُ، وَزَمَنُهَا أَوَّلَ الْعِبَادَةِ إِلَّا فِي الصَّوْمِ. فَإِنَّهَا مُتَقَدِّمَةٌ عَلَيْهِ لِعُسْرِ مُرَاقَبَةِ الْفَجْرِ، بَلْ لَوْ أَوْقَعَ النِّيَّةَ فِيهِ مُقَارَنَةً لِلْفَجْرِ لَمْ يَصِحَّ لِوُجُوبِ التَّبْيِيتِ فِي الْفَرْضِ.

Yang sohih adalah bahwa azm di dalam niat puasa fardhu ditempatkan pada posisi niat. Adapun cara niat berbeda tergantung pada apa yang diniati.

وَالصَّحِيحُ أَنَّهُ أُقِيمَ فِيهِ الْعَزْمُ مَقَامَ النِّيَّةِ، وَكَيْفِيَّتُهَا تَخْتَلِفُ بِاخْتِلَافِ الْمَنْوِيِّ.

Syarat niat adalah: Islam, tamyiz, mengetahui tentang yang diniati, kepastian, dan tidak bertentangan dengan apa yang diniatkannya. Tujuan niat adalah membedakan antara ibadah dengan kebiasaan, atau membedakan tingkatan-tingkatan ibadah. Niat wudhu diletakkan/dikerjakan saat membasuh bagian pertama dari wajah, maksudnya bersamaan dengan membasuh bagian pertama dari wajah.

وَشَرْطُهَا الْإِسْلَامُ وَالتَّمْيِيزُ وَالْعِلْمُ بِالْمَنْوِيِّ وَالْجَزْمُ وَعَدَمُ الْإِتْيَانِ بِمَا يُنَافِيهَا. وَمَقْصُودُهَا تَمْيِيزُ الْعِبَادَةِ عَنِ الْعَادَةِ، أَوْ تَمْيِيزُ مَرَاتِبِ الْعِبَادَاتِ. وَتَكُونُ النِّيَّةُ عِنْدَ غَسْلِ أَوَّلِ جُزْءٍ مِنْ الْوَجْهِ أَيْ مُقْتَرِنَةٍ بِذَلِكَ أَيْ بِغَسْلِ أَوَّلِ جُزْءٍ مِنْ الْوَجْهِ.

Niat tidak diharuskan bersamaan dengan seluruh wajah, dan juga tidak cukup dengan mengkhususkan niat pada bagian sebelum wajah, seperti saat berkumur, jika niat saat berkumur maka bagian dari wajah tidak ikut tercuci, seperti merah-merah bibir. Apabila tidak demikian maka niatnya sudah mencukupi.

(لَا) يُشْتَرَطُ أَنْ تَكُونَ مُقْتَرِنَةً (بِجَمِيعِهِ) أَيْ الْوَجْهِ، (وَلَا) يَكْتَفِي بِقَرْنِ النِّيَّةِ (بِمَا قَبْلَهُ) أَيْ الْوَجْهِ كَالْمَضْمَضَةِ، إِنْ لَمْ يَنْغَسِلْ مَعَهَا جُزْءٌ مِنْ الْوَجْهِ كَحُمْرَةِ الشَّفَتَيْنِ، وَإِلَّا كَفَتْهُ.

Tidak cukup dengan melakukan niat bersamaan dengan bagian setelah wajah, seperti tangan, kecuali jika tidak memungkinkan untuk membasuh wajah.

(وَلَا) يَكْفِي قَرْنُهَا (بِمَا بَعْدَهُ) كَالْيَدَيْنِ إِلَّا إِنْ تَعَذَّرَ غَسْلُ الْوَجْهِ.

Pertimbangan untuk menghubungkannya dengan pembasuhan pertama wajah adalah agar dapat menghitungnya sebagai bagian dari pembasuhan wajah secara keseluruhan, baik yang sebelumnya maupun yang setelahnya. Jika tidak, maka cukup dengan membasuh bagian manapun dari wajah. Namun, perlu dicatat bahwa jika sebelumnya sudah dibasuh, harus membasuhnya kembali.

وَاعْتِبَارُ اقْتِرَانِهَا بِأَوَّلِ غَسْلِ الْوَجْهِ لِيُعْتَدَّ بِهِ وَبِمَا بَعْدَهُ، وَإِلَّا فَهِيَ كَافِيَةٌ فِي أَيِّ جُزْءٍ مِنْ الْوَجْهِ، لَكِنْ يَجِبُ إِعَادَةُ غَسْلِ مَا مَضَى مِنْهُ قَبْلَهَا

Jadi, orang yang hendak berwudhu harus berniat ketika membasuh bagian pertama dari wajah, yaitu pada awal dari lima bagian yang harus dibasuh dalam wudhu. Niat ini mencakup penghilangan hadas, yakni salah satu dari beberapa hadasnya. Jadi, seolah-olah dia telah berniat untuk semua lima hadas, baik itu sebelum atau setelah dimulainya tindakan wudhu.

(فَيَنْوِي الْمُتَوَضِيءُ) أَيْ مُرِيدُ الْوُضُوءِ (عِنْدَ غَسْلِ مَا ذُكِرَ) أَيْ أَوَّلِ جُزْءٍ مِنْ الْوَجْهِ (رَفْعَ حَدَثٍ) أَيْ وَاحِدٍ (مِنْ أَحْدَاثِهِ) الَّتِي عَلَيْهِ، كَأَنْ اجْتَمَعَ عَلَيْهِ الْأَحْدَاثُ الْخَمْسَةُ، سَوَاءٌ نَوَى السَّابِقَ أَوْ الْمُتَأَخِّرَ،

Jika seseorang berniat untuk melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan apa yang diwajibkan dalam wudhu, maka jika itu kesalahan yang tidak disengaja, wudhunya tetap sah. Namun, jika itu disengaja, wudhunya tidak sah.

فَإِنْ نَوَى غَيْرَ مَا عَلَيْهِ فَإِنْ كَانَ غَالِطًا صَحَّ، أَوْ عَامِدًا فَلَا، أَوْ يَنْوِي اسْتِبَاحَةَ مُفْتَقِرٍ إِلَى وُضُوءٍ

Contohnya, jika seseorang berniat untuk memperoleh kebolehan ibadah yang membutuhkan wudhu, seperti jika dia mengucapkan “Aku niat memperoleh kebolehan ibadah yang membutuhkan wudhu”, atau “Aku niat memperoleh kebolehan shalat, atau sujud tilawah, shalat jenazah atau khutbah jumat”.

كَأَنْ يَقُولَ نَوَيْتُ اسْتِبَاحَةَ مُفْتَقِرٍ إِلَى وُضُوءٍ، أَوْ يَقُولَ نَوَيْتُ اسْتِبَاحَةَ صَلَاةٍ أَوْ سَجْدَةِ تِلَاوَةٍ أَوْ صَلَاةَ جِنَازَةٍ أَوْ خُطْبَةِ جُمُعَةٍ،

Atau seseorang berniat untuk menjalankan kewajiban berwudhu, atau berniat untuk melaksanakan wudhu yang wajib, atau berniat untuk melaksanakan wudhu yang diwajibkan, atau berniat untuk melaksanakan kewajiban wudhu, dan meskipun orang yang berwudhu itu masih anak kecil, baru memeluk Islam, atau melakukan wudhu sebelum waktu yang ditentukan, itu tetap sah karena itu adalah suatu kewajiban secara umum. Atau berniat untuk melaksanakan wudhu.

(أَوْ يَنْوِي فَرْضَ الْوُضُوءِ، أَوْ يَنْوِي الْوُضُوءَ الْوَاجِبَ، أَوْ أَدَاءَ الْوُضُوءِ الْمَفْرُوضِ، أَوْ أَدَاءَ فَرْضِ الْوُضُوءِ، وَلَوْ كَانَ الْمُتَوَضَّىءُ صَبِيًّا أَوْ مُجَدَّدًا أَوْ قَبْلَ دُخُولِ الْوَقْتِ، لِأَنَّهُ فَرْضٌ فِي الْجُمْلَةِ، أَوْ يَنْوِي أَدَاءَ الْوُضُوءِ،

Atau seseorang bisa berniat untuk melakukan wudhu saja, karena wudhu hanya dapat dianggap sebagai ibadah, berbeda dengan mandi. Atau, seseorang bisa berniat untuk bersuci sebab hadas atau bersuci dari hadas, atau menjalankan kewajiban bersuci dari hadas, atau melaksanakan kewajiban bersuci, atau melaksanakan bersuci untuk shalat, atau bersuci untuk sujud tilawah.

(أَوْ) يَنْوِي (الْوُضُوءَ فَقَطْ) لِأَنَّهُ لَا يَكُونُ إِلَّا عِبَادَةً بِخِلَافِ الْغُسْلِ، (أَوْ) يَنْوِي الطَّهَارَةَ عَنْ (الْحَدَثِ أَوْ الطَّهَارَةَ لِلْحَدَثِ، أَوْ فَرْضِ الطَّهَارَةِ، أَوْ أَدَاءِ الطَّهَارَةِ، أَوْ أَدَاءِ فَرْضِ الطَّهَارَةِ، أَوْ الطَّهَارَةِ لِلصَّلَاةِ، أَوْ الطَّهَارَةِ لِسَجْدَةِ التِّلَاوَةِ

Jika seseorang berniat thoharoh tanpa menyertakan niat untuk wudhu, seperti mengatakan, "Saya berniat thoharoh” saja, itu tidak sah untuk wudhu. Ini karena thoharoh secara bahasa artinya kebersihan secara umum. Bagi orang yang memperbarui wudhu tidak cukup niat untuk menghilangkan hadas, mencari kebolehan ibadah yang membutuhkan wudhu dan tidak pula bersuci dari hadas.

(فَإِنْ أَطْلَقَ الطَّهَارَةَ) كَأَنْ لَمْ يَقُلْ عَنْ الْحَدَثِ بِأَنْ قَالَ : نَوَيْتُ الطَّهَارَةَ فَقَطْ (لَمْ يَصِحَّ) أَيْ الْوُضُوءَ، لِأَنَّ الطَّهَارَةَ لُغَةً مُطْلَقُ النَّظَافَةِ، وَلَا يَكْفِي لِلْمُجَدِّدِ نِيَّةُ الرَّفْعِ وَلَا الِاسْتِبَاحَةُ وَلَا الطَّهَارَةُ عَنْ الْحَدَثِ،

Niat untuk mengangkat hadas dan menjadikan diri suci dari hadas, seperti dalam kasus da’imul hadas (hadas sepanjang waktu), seperti keluarnya air seni yang terus-menerus, tidak mencukupi untuk wudhu secara umum. Sebuah keharusan untuk menghadirkan niat sepanjang mengerjakan wudhu. Meskipun niat untuk menghilangkan hadas sudah cukup, tetapi lebih baik jika seseorang juga mencermati semua bagian wudhu yang diperlukan dalam niat untuk memastikan kesempurnaan wudhunya.

وَلَا تَكْفِي نِيَّةُ الرَّفْعِ وَالطَّهَارَةِ عَنْ الْحَدَثِ لِدَائِمِهِ كَسَلَسِ الْبَوْلِ. وَلَا بُدَّ أَنْ يَسْتَحْضِرَ ذَاتَ الْوُضُوءِ الْمُرَكَّبَةَ مِنْ الْأَرْكَانِ، وَيَقْصِدَ ذَلِكَ الْمُسْتَحْضَرَ . نَعَمْ لَوْ نَوَى رَفْعَ الْحَدَثِ كَفَى، وَإِنْ لَمْ يَسْتَحْضِرْ مَا ذُكِرَ لِتَضَمُّنِ رَفْعِ الْحَدَثِ لِذَلِكَ

Jika seseorang berniat dengan niat-niat yang sudah dijelaskan dibersamai dengan niat untuk membersihkan diri atau agar sejuk, maka wudhunya tetap sah. Ini berbeda jika seseorang lupa atau tidak berniat wudhu maka tidak sah, karena dalam kasus itu, wudhunya tidak sah karena tidak ada niat yang menyertainya, sehingga secara hukum dia tidak memiliki niat.

(وَإِذَا نَوَى مَا يُعْتَبَرُ مِنْ هَذِهِ النِّيَّاتِ وَشَرَّكَ مَعَهُ) أَيْ نِيَّةِ الْوُضُوءِ (نِيَّةَ تَنَظُّفٍ أَوْ تَبَرُّدٍ صَحَّ وُضُوءُهُ). بِخِلَافِ مَا إِذَا غَفَلَ عَنْ نِيَّةِ الْوُضُوءِ فَلَا يَصِحُّ، لِأَنَّ ذَلِكَ صَارِفٌ عَنْ النِّيَّةِ، فَلَيْسَ مُسْتَصْحِبًا لَهَا حُكْمًا.

Dia harus mengulangi anggota wudhu yang sudah dia basuh dengan hanya niat merasa sejuk atau membersihkan diri saja, tanpa harus memulai kembali dari awal bersuci.

وَيَلْزَمُهُ إِعَادَةُ مَا غَسَلَهُ بِنِيَّةِ التَّبَرُّدِ أَوْ التَّنَظُّفِ فَقَطْ، دُونَ اسْتِئْنَافِ الطَّهَارَةِ

2. Membasuh seluruh wajah

Fardhu kedua dari wudhu adalah membasuh seluruh wajah, bahkan jika dilakukan oleh orang lain tanpa izin atau jika orang terjatuh ke dalam sungai, asalkan orang yang melakukan wudhu mengingat niatnya saat 2 kejadian itu terjadi.

(وَالثَّانِي (غَسْلُ) ظَاهِرِ (جَمِيعِ الْوَجْهِ) وَلَوْ بِفِعْلِ غَيْرِهِ بِلَا إِذْنِهِ أَوْ بِسُقُوطِهِ فِي نَحْوِ نَهْرَانَ كَانَ ذَاكِرًا لِلنِّيَّةِ فِيهِمَا،

Meskipun bagian wajah memiliki lebih dari yang seharusnya, itu tidak menjadi masalah selama itu adalah penambahan yang pasti dan tidak bertentangan dengan orientasi asli wajah.

وَإِنْ تَعَدَّدَ الْوَجْهُ إِلَّا زَائِدًا يَقِينًا لَيْسَ عَلَى سَمْتِ الْأَصْلِيِّ.

Batasan wajah pada wudhu adalah panjangnya diukur antara akar rambut di bagian depan kepala (kebanyakan di dahi) dan ujung dagu di bawah kedua rambut janggut. Ini mencakup bagian dahi dan juga bagian wajah yang ditutupi oleh kumis atau janggut, seperti dahi, pipi, dan dagu. Oleh karena itu, bagian wajah tersebut mencakup dahi hingga di bawah dagu, termasuk sebagian dari pipi.

(وَحَدُّهُ طُولًا مَا بَيْنَ مَنَابِتِ شَعْرِ الرَّأْسِ (غَالِبًا) أَيْ فِي الْغَالِبِ (وَ) تَحْتَ (آخِرِ اللَّحْيَيْنِ). فَيَدْخُلُ فِي الْوَجْهِ جَبْهَةُ الْأَغَمِّ، وَهُوَ مَنْ يَنْبُتُ عَلَى جَبْهَتِهِ الشَّعْرُ. وَيَخْرِجُ عَنْهُ نَاصِيَةُ الْأَصْلَعِ، وَهُوَ مَنْ انْحَسَرَ الشَّعْرُ عَنْ نَاصِيَتِهِ.

Dua tulang rahang yang dimaksud adalah tulang rahang tempat tumbuhnya gigi-gigi bagian bawah. Bagian atas gigi terletak di dalam rongga mulut, dan ujung depannya bertemu di dagu, sementara ujung belakangnya mencapai kedua telinga. Garis yang menghubungkan ujung depan dan belakang gigi-gigi ini menciptakan sebuah area di depan telinga yang dikenal sebagai "bayadhu," yaitu area putih yang terletak di antara telinga dan batas atas dagu. Jika telinga berada di depan atau di belakang batas ini, pedoman yang diikuti adalah lokasi yang biasa digunakan.

(وَهُمَا) أَيْ اللَّحْيَانِ (الْعَظْمَانِ اللَّذَانِ يَنْبُتُ عَلَيْهِمَا الْأَسْنَانُ السُّفْلَى). وَأَمَّا الْأَسْنَانُ الْعُلْيَا فَهِيَ فِي الرَّأْسِ (يَجْتَمِعُ مُقَدَّمُهُمَا فِي الذَّقَنِ وَمُؤَخَّرُهُمَا فِي الْأُذُنَيْنِ. وَحَدُّهُ عَرْضًا مَا بَيْنَ الْأُذُنَيْنِ). وَمِنْهُ الْبَيَاضُ الْمُلَاصِقُ لِلْأُذُنِ الَّذِي بَيْنَهَا وَبَيْنَ الْعِذَارِ، وَلَوْ تَقَدَّمَتْ أُذُنَاهُ مَحَلَّهُمَا أَوْ تَأَخَّرْنَا عَنْهُ فَالْعِبْرَةُ بِمَحَلِّهِمَا الْمُعْتَادِ.

Disunahkan untuk membasuh bagian kepala yang botak, serta bagian yang biasanya tertutup oleh dua sisi rambut, dua jambul dan dua tempat di kepala yang dikenal sebagai sudughain (dua bagian di depan kepala). Meskipun ada perbedaan pendapat tentang wajibnya membasuhnya.

وَيُسَنُّ غَسْلُ مَوْضِعِ الصَّلَعِ وَالتَّحْذِيفِ وَالنَّزْعَتَيْنِ، وَالصُّدْغَيْنِ مَعَ الْوَجْهِ لِلْخِلَافِ فِي وُجُوبِ غَسْلِهَا

Jika ada rambut yang tipis atau tebal di wajah, maka wajib untuk menyampaikan air ke rambut tersebut bersama dengan kulit di bawahnya. Ini berarti bahwa rambut yang tebal yang tumbuhnya melewati batas wajah harus dibasuh secara menyeluruh, baik yang terlihat secara jelas atau yang tersembunyi di bawah permukaan kulit. Ini berlaku untuk pria, wanita, atau khuntsa.

(وَإِذَا كَانَ عَلَى الْوَجْهِ شَعْرٌ خَفِيفٌ أَوْ كَثِيفٌ وَجَبَ إِيصَالُ الْمَاءِ إِلَيْهِ) أَيْ الشَّعْرِ الَّذِي عَلَى الْوَجْهِ (مَعَ الْبَشَرَةِ الَّتِي تَحْتَهُ) أَيْ مَا لَمْ يَكُنْ الْكَثِيفُ خَارِجًا عَنْ حَدِّ الْوَجْهِ، وَإِلَّا وَجَبَ غَسْلُ ظَاهِرِهِ دُونَ بَاطِنِهِ، وَلَوْ مِنْ امْرَأَةٍ أَوْ خُنْثَى.

Rambut dianggap keluar dari batas wajah jika membentuk sudut atau melengkung ke arah yang berlawanan dengan arah pertumbuhannya, misalnya jika alis melengkung ke arah kepala.

وَالْمُرَادُ بِكَوْنِهِ خَارِجًا أَنْ يَلْتَوِيَ بِنَفْسِهِ إِلَى غَيْرِ جِهَةِ نُزُولِهِ، كَأَنْ يَلْتَوِيَ الْحَاجِبُ إِلَى جِهَةِ الرَّأْسِ

Jika seorang pria memiliki jenggot yang tebal, sekiranya lawan bicara tidak dapat melihat kulit di bawahnya secara langsung, dan jenggot itu tidak melewati batas wajah, maka membasuh bagian luar jenggot sudah cukup. Ini berlaku bahkan jika jenggot tersebut sangat tebal dan memiliki jumlah rambut yang sangat banyak, bahkan mencapai 140 ribu, sebanding dengan jumlah nabi.

(وَأَمَّا لِحْيَةُ الرَّجُلِ) وَعَارَضَاهُ (الْكَثِيفَةُ بِأَنْ لَمْ يَرَ الْمُخَاطَبُ بَشَرَتَهَا مِنْ خِلَالِهَا فَيَكْفِي غَسْلُ ظَاهِرِهَا) وَإِنْ لَمْ تَخْرُجْ عَنْ حَدِّ الْوَجْهِ، وَكَانَتْ لِحْيَتُهُ عَظِيمَةً، وَكَانَ عَدَدُ شَعْرِهَا مِائَةَ أَلْفٍ وَأَرْبَعَةً وَعِشْرِينَ أَلْفًا بِعَدَدِ الْأَنْبِيَاءِ،

Namun, jika jenggotnya tipis dan umumnya kulitnya bisa terlihat dengan jelas selama percakapan di suatu tempat, maka air harus mencapai bagian kulitnya.

بِخِلَافِ الْخَفِيفَةِ وَهِيَ مَا يَرَى الْمُخَاطَبُ بَشَرَتَهَا مِنْ أَثْنَائِهَا فِي مَجْلِسِ التَّخَاطُبِ عُرْفًا، فَيَجِبُ إِيصَالُ الْمَاءِ لِبَشَرَتِهَا.

Jika sebagian dari janggut itu tipis dan sebagian lagi tebal, maka setiap bagian memiliki hukumnya sendiri sesuai perbedaannya. Jika tidak dapat dibedakan, maka wajib membasuh semuanya, baik yang tampak maupun yang tersembunyi.

وَلَوْ كَانَ بَعْضُ اللِّحْيَةِ خَفِيفًا وَبَعْضُهَا كَثِيفًا، فَلِكُلٍّ حُكْمُهُ حَيْثُ تَمَيَّزَ، وَإِلَّا وَجَبَ غَسْلُ الْجَمِيعِ ظَاهِرًا وَبَاطِنًا.

Yang dimaksud dengan tidak dapat dibedakan adalah ketidakmampuan untuk dibedakan melalui pembasuhan sendiri. Jika bisa dibedakan melalui pembasuhan sendiri (terpisah), maka ia dianggap dapat dibedakan dalam dirinya sendiri.

وَالْمُرَادُ بِعَدَمِ التَّمَيُّزِ عَدَمُ إِمْكَانِ تَمْيِيزِهِ بِالْغُسْلِ وَحْدَهُ، وَإِلَّا فَهُوَ مُتَمَيِّزٌ فِي نَفْسِهِ

Berbeda dengan jenggot perempuan dan khuntsa dan rambut/bulu di kedua pipi mereka, wajib menyampaikan air hingga ke kulit mereka, bahkan jika rambutnya tebal. Ini berlaku selama rambut tersebut tidak keluar dari batas wajah bersama dengan kelebatannya. Jika keluar dari batas wajah, wajib membasuh yang terlihat saja, tanpa membasuh yang tersembunyi.

(وَبِخِلَافِ لِحْيَةِ امْرَأَةٍ وَخُنْثَى) وَعَارِضَيْهِمَا، (فَيَجِبُ إِيصَالُ الْمَاءِ لِبَشَرَتِهِمَا وَلَوْ كَثَفًا) لِنُدْرَةِ ذَلِكَ مَا لَمْ يَخْرُجَا عَنْ حَدِّ الْوَجْهِ مَعَ الْكَثَافَةِ، وَإِلَّا وَجَبَ غَسْلُ ظَاهِرِهِمَا فَقَطْ دُونَ بَاطِنِهِمَا.

Istilah "jenggot yang keluar" di sini berarti jika rambut melengkung ke arah yang tidak seharusnya, misalnya, melengkung ke bibir atau ke tenggorokan.

وَالْمُرَادُ بِكَونِ اللِّحْيَةِ خَارِجَةً أَنْ تَلْتَوِيَ بِنَفْسِهَا إِلَى غَيْرِ جِهَةِ نُزُولِهَا، كَأَنْ تَلْتَوِيَ اللِّحْيَةُ إِلَى الشَّفَةِ أَوْ إِلَى الْحَلْقِ.

Kesimpulannya, jika rambut di wajah tidak melebihi batasnya dan jarang rapat seperti bulu mata, kumis dan alis, serta jenggot perempuan dan khuntsa, itu semua harus dibasuh secara menyeluruh, baik yang tipis maupun yang tebal.

وَحَاصِلُ ذَلِكَ أَنَّ شُعُورَ الْوَجْهِ إِنْ لَمْ تَخْرُجْ عَنْ حَدِّهِ، وَكَانَتْ نَادِرَةَ الْكَثَافَةِ كَالْهُدْبِ وَالشَّارِبِ وَالْعَنْفَقَةِ وَلِحْيَةِ الْمَرْأَةِ وَالْخُنْثَى فَيَجِبُ غُسْلُهَا ظَاهِرًا وَبَاطِنًا خَفَّتْ أَوْ كَثُفَتْ.

Jika keluar dari batasnya dan tebal, maka wajib membasuh bagian yang terlihat saja, baik itu milik laki-laki, perempuan, atau khuntha. Jika tipis, harus dibasuh baik yang terlihat maupun yang tersembunyi, kecuali jika jarang rapat, seperti janggut laki-laki dan sejenisnya. Jika terlihat kulit dari bawahnya ketika duduk di tempat mengobrol, maka harus dibasuh seluruhnya, baik yang terlihat maupun yang tersembunyi.

فَإِنْ خَرَجَتْ عَنْ حَدِّهِ وَكَانَتْ كَثِيفَةً وَجَبَ غَسْلُ ظَاهِرِهَا فَقَطْ، سَوَاءٌ كَانَتْ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى أَوْ خُنْثَى، وَإِنْ خَفَّتْ وَجَبَ غُسْلُ ظَاهِرِهَا وَبَاطِنِهَا، أَوْ غَيْرَ نَادِرَةِ الْكَثَافَةِ، وَهِيَ لِحْيَةُ الذَّكَرِ وَعَارَضَاهُ، فَإِنْ خَفَّتْ بِأَنْ تُرَى الْبَشَرَةُ مِنْ تَحْتِهَا فِي مَجْلِسِ التَّخَاطُبِ وَجَبَ غَسْلُ ظَاهِرِهَا وَبَاطِنِهَا مُطْلَقًا،

Jika rambut tersebut tebal, maka wajib membasuh yang terlihat saja. Jika ada perbedaan antara bagian yang tipis dan tebal, masing-masing dibasuh sesuai keadaannya. Jika bisa dibedakan, dibasuh sesuai perbedaan tersebut.

وَإِنْ كَثُفَتْ وَجَبَ غَسْلُ ظَاهِرِهَا فَقَطْ مُطْلَقًا، فَإِنْ خَفَّ بَعْضُهَا وَكَثُفَ بَعْضُهَا فَلِكُلٍّ حُكْمُهُ إِنْ تَمَيَّزَ،

Namun, jika tidak bisa dibedakan dan tidak mungkin dibasuh secara terpisah seperti jika yang tebal terpisah antara bagian yang tipis, maka wajib membasuh seluruhnya.

فَإِنْ لَمْ يَتَمَيَّزْ بِأَنْ لَمْ يُمْكِنْ إِفْرَادُهُ بِالْغُسْلِ كَأَنْ كَانَ الْكَثِيفُ مُتَفَرِّقًا بَيْنَ أَجْزَاءِ الْخَفِيفِ وَجَبَ غَسْلُ الْجَمِيعِ.

Selain membasuh wajah, juga wajib membasuh sebagian dari sisi-sisi lainnya seperti kepala dan leher, yaitu bagian yang berada di belakang dasar leher (pangkal leher) dan yang berada di bawah dagu, dan dari tenggorokan dan telinga. Hal ini karena apa yang diwajibkan tidak dapat terlaksana tanpa melakukan sesuatu yang lain, maka melakukan sesuatu itu menjadi kewajiban pula.

(وَلَا بُدَّ مَعَ غَسْلِ الْوَجْهِ مِنْ) غَسْلِ جُزْءٍ مِنْ سَائِرِ جَوَانِبِهِ (مِنْ الرَّأْسِ وَالرَّقَبَةِ)، وَهُوَ مُؤَخَّرُ أَصْلِ الْعُنُقِ (وَمَا تَحْتَ الذَّقَنِ) وَمِنْ الْحَلْقِ وَالْأُذُنَيْنِ، لِأَنَّ مَا لَا يَتِمُّ الْوَاجِبُ إِلَّا بِهِ فَهُوَ وَاجِبٌ.

Namun, jika membasuh bagian wajah gugur, misalnya, maka tidak wajib membasuh bagian lainnya, karena jika bagian yang diwajibkan gugur, yang terkait dengannya juga dianggap gugur.

وَلَوْ سَقَطَ غَسْلُ الْوَجْهِ مَثَلًا لَمْ يَجِبْ غَسْلُهُ، لِأَنَّهُ إِذَا سَقَطَ الْمَتْبُوعُ سَقَطَ التَّابِعُ.

3. Membasuh tangan hingga mencapai siku

Fardhu wudhu ketiga adalah membasuh tangan hingga mencapai siku, atau bersamaan dengan siku. Jika seseorang tidak memiliki dua siku, maka dianggap cukup membasuh sejauh yang setara dengan dua siku, dengan mengacu pada panjang tangan yang sebanding dengan tangan orang yang kehilangan siku.

(وَالثَّالِثُ غَسْلُ الْيَدَيْنِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ) أَيْ مَعَهُمَا. (فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ مِرْفَقَانِ اُعْتُبِرَ قَدْرُهُمَا)، بِأَنْ يَنْظُرَ إِلَى مَنْ تُسَاوِي يَدَهُ خِلْقَةَ يَدِ مَنْ فَقَدَ مِرْفَقَهُ.

Hal ini juga berlaku jika dua siku ditemukan di tempat yang tidak biasa, seperti yang dijelaskan oleh sebagian ulama. Dalil nash dan penjelasan mereka dapat diaplikasikan pada situasi yang paling umum atau dominan.

وَكَذَا إِذَا وُجِدَا فِي غَيْرِ مَحَلِّهِمَا الْمُعْتَادِ كَمَا قَالَهُ جَمْعٌ مُتَأَخِّرُونَ. وَالنُّصُوصُ وَكَلَامُهُمْ مَحْمُولَانِ عَلَى الْغَالِبِ.

Juga wajib membasuh apa yang terdapat di tangan, seperti rambut, meskipun tebal dan panjang, dan kulit yang tergantung di tempat yang diwajibkan untuk dibasuh, meskipun panjang.

(وَيَجِبُ غَسْلُ مَا عَلَى الْيَدَيْنِ مِنْ شَعْرٍ) وَإِنْ كَثُفَ وَطَالَ، وَجِلْدَةٍ مُعَلَّقَةٍ فِي مَحَلِّ الْفَرْضِ وَإِنْ طَالَتْ،

Dan bisul, yaitu lebihan yang melekat pada tubuh dan bergerak ketika tubuh digerakkan. Terkadang bisul itu seperti kacang arab sampai semangka. Dan beberapa jari tambahan meskipun keluar dari batas jari, dan juga wajib membasuh kuku-kuku meskipun panjang.

(وَسِلْعَةٍ) وَهِيَ زِيَادَةٌ تَحْدُثُ فِي الْبَدَنِ تَتَحَرَّكُ إِذَا حُرِّكَتْ. وَقَدْ تَكُونُ مِنْ حِمَّصَةَ إِلَى بِطِّيخَةٍ، وَأُصْبُعٍ (زَائِدَةٍ وَإِنْ خَرَجَتْ عَنْ اَلْمُحَاذَاةِ (وَأَظَافِيرَ) وَإِنْ طَالَتْ.

Dan wajib menghilangkan kotoran yang berada di bawahnya, yakni di bawah kuku atau kotoran, berupa kotoran yang menghalangi air mencapai bagian bawah kuku. Dhomir dalam lafadz اليه itu disebut badi’ istikhdam.

(وَيَجِبُ إِزَالَةُ مَا تَحْتَهَا) أَيْ الْأَظَافِيرِ (مِنْ وَسَخٍ يَمْنَعُ وُصُولَ الْمَاءِ إِلَيْهِ) أَيْ إِلَى مَا تَحْتَهَا مِنْ الْبَدَنِ. فَالضَّمِيرُ فِيهِ اسْتِخْدَامٌ.

4. Mengusap sebagian kepala

Fardhu wudhu keempat adalah mengusap sebagian kepala, baik laki-laki, perempuan maupun khuntsa. Meskipun jika sebagian itu termasuk bagian yang wajib dibasuh saat membasuh wajah dalam bab ‘tidak sempurnanya kewajiban kecuali dengan melakukan hal lainnya maka hukumnya wajib’.

(وَالرَّابِعُ مَسْحُ بَعْضِ الرَّأْسِ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى أَوْ خُنْثَى). وَلَوْ كَانَ ذَلِكَ الْبَعْضُ مِمَّا وَجَبَ غُسْلُهُ مَعَ الْوَجْهِ فِي بَابِ مَا لَا يَتِمُّ الْوَاجِبُ إِلَّا بِهِ فَهُوَ وَاجِبٌ،

Maka cukuplah dengan mengusap bagian tersebut walaupun sebelumnya sudah terbasuh saat membasuh wajah. Hal ini lantaran basuhan yang pertama bertujuan untuk memperjelas membasuh seluruh wajah, bukan karena hal itu termasuk kefardhuan dari wudhu. Meskipun kulit itu keluar memanjang dari batas kepala.

فَيَكْفِي مَسْحُهُ لِأَنَّهُ مِنَ الرَّأْسِ، وَإِنْ سَبَقَ لَهُ غَسْلُهُ مَعَ الْوَجْهِ، لِأَنَّ غَسْلَهُ أَوَّلًا كَانَ لِيَتَحَقَّقَ بِهِ غَسْلُ جَمِيعِ الْوَجْهِ، لَا لِكَوْنِهِ فَرْضًا مِنْ فُرُوضِ الْوُضُوءِ، وَلَوْ خَرَجَتْ الْبَشَرَةُ بِالْمَدِّ عَنْ حَدِّ الرَّأْسِ

Atau menyentuh beberapa helai rambut di batas kepala, bahkan hanya satu helai rambut, dengan syarat tidak boleh mencapai panjangnya dari arah pertumbuhannya, rambut samping tumbuh dari arah pertumbuhannya, dan rambut di kedua pelipis tumbuh dari arah pertumbuhannya, sedangkan rambut di bagian belakang kepala tumbuh dari arah pertumbuhannya menuju tengkuk.

(أَوْ مَسْحُ بَعْضِ شَعْرٍ فِي حَدِّ الرَّأْس)ِ وَلَوْ بَعْضَ شَعْرَةٍ وَاحِدَةٍ، بِأَنْ لَا يَخْرُجَ بِالْمَدِّ عَنْهُ مِنْ جِهَةِ نُزُولِهِ، فَشَعْرُ النَّاصِيَةِ جِهَةُ نُزُولِهِ، وَشَعْرُ الْقَرْنَيْنِ جِهَةُ نُزُولِهِمَا الْمَنْكِبَانِ، وَشَعْرُ الْقَذَالِ أَيْ مُؤَخَّرُ الرّأْسِ جِهَةُ نُزُولِهِ الْقَفَا.

Jika panjang rambut melebihi batas kepala dan keluar dari arah pertumbuhannya, maka tidak diperbolehkan untuk mengusapnya (sebagai fardhu wudhu). Walaupun menyentuh rambut yang masih dalam batas kepala, sebab rambut itu diikat atau berkerut.

فَمَتَى خَرَجَ بِالْمَدِّ عَنْ حَدِّ الرَّأْسِ مِنْ جِهَةِ اسْتِرْسَالِهِ لَمْ يَجُزْ الْمَسْحُ عَلَيْهِ، وَإِنْ مَسَحَهُ وَهُوَ فِي حَدِّ الرَّأْسِ بِسَبَبِ كَوْنِهِ مَعْقُودًا أَوْ مُجَعَّدًا مَثَلًا.

Mengusap tidak harus menggunakan tangan, tetapi boleh menggunakan kain atau benda lain, seperti kayu. Yang penting, air harus sampai ke kepala, bahkan jika dilakukan tanpa menyentuh langsung atau dari belakang suatu penghalang.

(وَلَا تَتَعَيَّنُ الْيَدُ لِلْمَسْحِ بَلْ يَجُوزُ بِخِرْقَةٍ وَغَيْرِهَا) كَعَودٍ، بَلْ يَكْفِي وُصُولُ الْمَاءِ إِلَى الرَّأْسِ، وَلَوْ بِلَا مَسٍّ أَوْ مِنْ وَرَاءِ حَائِلٍ.

Jika seseorang membasuh kepala mereka sebagai pengganti mengusapnya, itu diizinkan tanpa adanya makruh, karena membasuh lebih efektif dalam mencapai tujuan mengusap, yaitu agar basah air mencapai kepala dan lebih banyak lagi.

(وَلَوْ غَسَلَ رَأْسَهُ بَدَلَ مَسْحِهَا جَازَ) بِلَا كَرَاهَةٍ، لِأَنَّ الْغَسْلَ مُحَصِّلٌ لِمَقْصُودِ الْمَسْحِ مِنْ وُصُولِ الْبَلَلِ لِلرَّأْسِ وَزِيَادَةٍ.

Jika seseorang meletakkan tangan yang basah tanpa menggerakkannya, artinya tidak memanjangkannya, itu tetap diizinkan karena tujuan dari meletakkan tangan adalah untuk mencapai hasil mengusap, dan tidak disyaratkan dengan memanjangkannya.

(وَلَوْ وَضَعَ يَدَهُ الْمَبْلُولَةَ وَلَمْ يُحَرِّكْهَا أَيْ لَمْ يَمُدَّهَا جَازَ) لِحُصُولِ الْمَقْصُودِ بِوَضْعِ الْيَدِ وَهُوَ الْمَسْحُ إِذْ لَا يُشْتَرَطُ مَدُّهَا

5. Membasuh kedua kaki beserta kedua mata kaki

Fardhu wudhu kelima adalah membasuh kedua kaki beserta kedua mata kaki, jika mereka berada di tempat yang biasa, jika tidak maka dihitung sejauh yang umumnya dicapai oleh orang-orang misalnya ketika kedua kakinya terpotong. Membasuh ini selama seseorang yang melakukan wudhu tidak mengenakan dua muzah, dan jika dia memakainya maka dia wajib untuk mengusap muzahnya atau membasuh kedua kakinya. Tetapi membasuh kaki lebih utama.

(وَالْخَامِسُ غَسْلُ الرِّجْلَيْنِ مَعَ الْكَعْبَيْنِ) إِنْ وُجِدَا فِي مَحَلِّهِمَا الْمُعْتَادِ، وَإِلَّا اُعْتُبِرَ قَدْرُهُمَا مِنْ غَالِبِ النَّاسِ كَمَا لَوْ فُقِدَا، (إِنْ لَمْ يَكُنْ الْمُتَوَضِّيءُ لَابِسًا لِلْخُفَّيْنِ. فَإِنْ كَانَ) أَيْ الْمُتَوَضِّىءُ (لَابِسَهُمَا وَجَبَ عَلَيْهِ مَسْحُ الْخُفَّيْنِ أَوْ غَسْلُ الرِّجْلَيْنِ)، وَالْغُسْلُ أَفْضَلُ.

Wajib membasuh apapun yang berada di kedua kaki, seperti rambut, bisul/uci-uci, dan jari-jari kaki yang lebih, sebagaimana ketentuan yang telah dijelaskan sebelumnya untuk dua tangan.

(وَيَجِبُ غَسْلُ مَا عَلَيْهِمَا مِنْ شَعْرٍ وَسِلْعَةٍ وَأُصْبُعٍ زَائِدَةٍ كَمَا سَبَقَ فِي الْيَدَيْنِ)

Jika ada keraguan apakah suatu anggota wudhu sudah dibasuh sebelum wudhu selesai, maka harus mensucikannya serta anggota setelahnya. Namun, jika keraguan muncul setelah wudhu usai, maka keraguannya tidak berakibat apa-apa. Kecuali jika keraguan tersebut berkaitan dengan niat, maka mempengaruhi keabsahan wudhu, walaupun terjadi setelah wudhu selesai, kecuali jika seseorang dapat mengingatnya bahkan setelah beberapa waktu.

وَلَوْ شَكَّ فِي غَسْلِ عُضْوٍ قَبْلَ الْفَرَاغِ مِنْ الْوُضُوءِ طَهَّرَهُ وَمَا بَعْدَهُ، أَوْ شَكَّ بَعْدَ الْفَرَاغِ مِنْهُ لَمْ يُؤْثِرْ، بِخِلَافِ مَا لَوْ شَكَّ فِي النِّيَّةِ فَإِنَّهُ يُؤْثِرُ وَلَوْ بَعْدَ الْفَرَاغِ، إِلَّا إِنْ تَذَكَّرَ وَلَوْ بَعْدَ مُدَّةٍ.

6. Tartib

Fardhu wudhu keenam adalah tartib dalam wudhu dengan mentaati urutan yang telah disebutkan sebelumnya, dimulai dari membasuh wajah, kemudian tangan, menyapu kepala, dan terakhir membasuh kedua kaki. Jika seseorang lupa mengikuti urutan ini, wudhunya tidak dianggap sah, dan dia harus mengulangnya dengan mematuhi urutan yang benar.

(وَالسَّادِسُ التَّرْتِيبُ فِي الْوُضُوءِ عَلَى مُوَافَقَةِ مَا) أَيْ الْوَجْهِ الَّذِي (ذَكَرْنَاهُ فِي عَدِّ الْفُرُوضِ) مِنْ الْبِدَاءَةِ بِغَسْلِ الْوَجْهِ مَقْرُونًا بِالنِّيَّةِ ثُمَّ غَسْلِ الْيَدَيْنِ ثُمَّ مَسَحِ الرَّأْسِ ثُمَّ غَسْلِ الرِّجْلَيْنِ. (فَلَوْ نَسِيَ التَّرْتِيبَ لَمْ يَكْفِ) أَيْ لَمْ يُعْتَدَّ بِمَا وَقَعَ فِي غَيْرِ مَحَلِّهِ.

Jika ada empat orang membasuh empat anggota tubuhnya sekaligus dengan izinnya atau tanpa izinnya, maka hanya hadats wajah saja yang hilang, bukan anggota lainnya jika dia niat ketika basuhan wajah. Begitu juga masalah jika seseorang membalik wudhu dari urutan belakang, maka yang hilang hanya hadats wajahnya saja.

(وَلَوْ غَسَلَ أَرْبَعَةٌ أَعْضَاءَهِ) أَيْ الْأَرْبَعَةِ (دَفْعَةً وَاحِدَةً) أَيْ مَعًا (بِإِذْنِهِ) أَوْ لَا (ارْتَفَعَ حَدَثُ وَجْهِهِ فَقَطْ) دُونَ بَقِيَّةِ الْأَعْضَاءِ إِنْ نَوَى عِنْدَ غَسْلِ الْوَجْهِ، وَمِثْلُ ذَلِكَ مَا لَوْ نَكَّسَ وُضُوءَهُ فَيَرْتَفِعُ حَدَثُ وَجْهِهِ فَقَطْ،

Comments

Popular posts from this blog

Terjemah Tausyeh Ibnu Qosim

Bisikan di Kamar Mandi

Petunjuk dari Mimpi