Terjemah Tausyeh Ibnu Qosim: Fasal Mandi-mandi Sunah



فَصْلٌ فِى الأَغْسَالِ المَسْنُوْنَةِ

FASAL: MANDI-MANDI SUNAH

  

(Fasal) mengenai penjelasan beberapa mandi yang disunahkan.

(فَصْلٌ) فِي بَيَانِ جُمْلَةٍ مِنْ الْأَغْسَالِ الْمَسْنُونَةِ

Mandi-mandi yang disunnahkan ada tujuh belas:

(1) Mandi Jumat untuk yang menghadirinya,

Yaitu untuk orang yang berniat menghadiri shalat Jumat, meskipun tidak diwajibkan baginya, berdasarkan sabda Nabi SAW bahwa: “Barangsiapa yang mandi pada hari Jumat, dosanya diampuni dari Jumat ke Jumat dan ditambah tiga hari”,

(وَالِاغْتِسَالَاتُ الْمُسْتَونَةِ سَبْعَةَ عَشَرَ غُسْلًا) الْأَوَّلُ (غُسْلُ الْجُمُعَةِ لِحَاضِرِهَا) أَيْ لِمُرِيدِ حُضُورِهَا، وَإِنْ لَمْ تَلْزَمْهُ لِقَوْلِهِ  مَنْ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ غُفِرَ لَهُ مِنْ الْجُمُعَةِ إِلَى الْجُمُعَةِ وَزِيَادَةِ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ،

serta untuk mengusir bau kurang sedap dari orang yang hadir. Dan mandi Jumat ini dianjurkan diutamakan dari mandi yang lain, karena Imam Abu Hanifah berpendapat wajibnya mandi ini.

وَلِدَفْعِ الرِّيحِ الْكَرِيهِ عَنْ الْحَاضِرِينَ. وَقُدَّمَ غُسْلَهَا عَلَى غَيْرِهِ، لِأَنَّ الْإِمَامَ أَبَا حَنِيفَةَ قَالَ بِوُجُوبِهِ

Dan waktunya, artinya dimulainya waktu mandi jumat adalah dari fajar shadiq menurut pendapat kami, Imam Abu Hanifah, dan Imam Ahmad. Sedang Imam Malik berkata bahwa mandi jumat hanya sah jika seseorang akan berangkat menuju shalat jumat. Waktu mandi berakhir ketika seseorang menyelesaikan shalat Jumat dengan salam dari imam.

(وَوَقْتُهُ) أَيْ ابْتِدَاءِ وَقْتِهِ (مِنْ الْفَجْرِ الصَّادِقِ) عِنْدَنَا وَعِنْدَ أَبِي حَنِيفَةَ وَأَحْمَدَ وَقَالَ مَالِكٌ لَا يَصِحُّ الْغُسْلُ إِلَّا عِنْدَ الرَّوَاحِ إِلَيْهَا، وَآخِرُهُ يَنْتَهِي بِفَرَاغِ صَلَاتِهَا بِسَلَامِ الْإِمَامِ

Mandi jumat tidak batal oleh hadats, bahkan jika itu adalah hadats besar. Tidak disunnahkan mengulangi mandi setelah hadats di dalam hal yang disebutkan.

وَلَا يُبْطِلُهُ طُرُقُ حَدَثٍ وَلَوْ أَكْبَرَ وَلَا تُسَنُّ إِعَادَتُهُ عِنْدَ طُرُقِ مَا ذُكِرَ

(2) dan (3) Mandi pada dua hari raya, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha,

Bahkan jika seseorang sedang haid atau nifas, meskipun mereka tidak bermaksud untuk hadir, karena berhias di sini diperintahkan bagi semua orang dan itu termasuk dalam unsur penyebab mandi.

(وَ) الثَّانِي وَالثَّالِثُ (غُسْلُ) يَوْمَيْ (الْعِيدَيْنِ الْفِطْرِ وَالْأَضْحَى) وَلَوْ لِحَائِضٍ وَنُفَسَاءَ، وَإِنْ لَمْ يُرِيدَا الْحُضُورَ، لِأَنَّ الزِّينَةَ هُنَا مَطْلُوبَةٌ لِكُلِّ أَحَدٍ وَهُوَ مِنْ جُمْلَتِهَا

Waktunya dimulai pada setengah malam. Yang terbaik adalah melakukannya setelah fajar. Waktu mandinya berakhir pada saat matahari terbenam pada hari raya, karena mandi ini terkait dengan hari raya.

(وَيَدْخُلُ وَقْتُ هَذَا الْغُسْلِ بِنِصْفِ اللَّيْلِ) وَالْأَفْضَلُ فِعْلُهُ بَعْدَ الْفَجْرِ، وَيَخْرُجُ وَقْتُهُ بِغُرُوبِ شَمْسِ يَوْمِ الْعِيدِ، لِأَنَّهُ مَنْسُوبٌ لِلْيَوْمِ

(4) Mandi untuk salat istisqa (yakni meminta hujan dari Allah Ta'ala).

Waktunya dimulai untuk orang yang berniat shalat sendirian saat menghendaki shalat istisqa, dan juga untuk orang yang berniat untuk bergabung dengan jamaah saat dia ingin bersama dengan orang-orang yang shalat istisqa. Waktunya berakhir setelah pelaksanaan shalat.

(وَ) الرَّابِعُ غَسْلُ لصَلَاةِ (الِاسْتِسْقَاء أَيْ طَلَبِ السُّقْيَا مِنْ اللَّهِ تَعَالَى) وَيَدْخُلُ وَقْتُهُ لِمَنْ يُرِيدُ الصَّلَاةَ مُنْفَرِدًا بِإِرَادَةِ الصَّلَاةِ، وَلِمَنْ يُرِيدُهَا جَمَاعَةً بِإِرَادَةِ الِاجْتِمَاعِ مَعَ النَّاسِ لَهَا، وَيَخْرُجُ الْوَقْتُ بِفَرَاغِ فِعْلِهَا

(5) Mandi untuk salat kusuf (salat gerhana) bulan.

(6) Mandi untuk salat kusuf matahari.

Waktu mandi untuk keduanya dimulai sejak awal waktu keduanya, karena ada ketakutan untuk kehilangan waktu mandi ini. Waktunya berakhir ketika bulan dan matahari kembali normal.

(وَ) الْخَامِسُ غُسْلٌ لِصَلَاةِ (الْخُسُوفِ لِلْقَمَرِ وَ) السَّادِسُ غُسْلٌ لِصَلَاةِ (الْكُسُوفِ لِلشَّمْسِ) لِاجْتِمَاعِ النَّاسِ لَهُمَا وَيَدْخُلُ وَقْتُ الْغُسْلِ لَهُمَا بِأَوَّلِهِمَا، لِأَنَّ هَذَا الْغُسْلَ يَخَافُ فَوْتَهُ، وَيَخْرُجُ بِانْجِلَاءِ جَمِيعِ الْقَمَرِ وَالشَّمْسِ

(7) Mandi karena memandikan jenazah, baik yang meninggal dunia sebagai Muslim atau kafir. Hal ini berlaku sama, baik orang yang memandikan jenazah tersebut dalam keadaan suci atau sedang haid.

(وَ) السَّابِعُ (الْغُسْلُ مِنْ أَجْلِ غُسْلِ الْمَيِّتِ مُسْلِمًا كَانَ أَوْ كَافِرًا) سَوَاءٌ كَانَ الْمُغَسِلُ طَاهِرًا أَوْ حَائِضًا

Ini sesuai dengan sabda Nabi SAW., 'Barangsiapa yang memandikan jenazah, maka hendaklah ia mandi, dan barangsiapa yang mengangkat jenazahnya, hendaklah dia berwudhu.' (HR. Tirmidzi).

لِقَوْلِهِ : مَنْ غَسَّلَ مَيِّتًا فَلْيَغْتَسِلْ وَمَنْ حَمَلَهُ فَلْيَتَوَضَّأْ» رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ،

Waktunya dimulai sejak selesai memandikan jenazah dan berakhir dengan meninggalkannya. Jika seseorang tidak mampu mandi karena alasan tertentu, misalnya karena keterbatasan fisik, ia dapat melakukan tayammum sebagai gantinya, asalkan ia mampu melakukannya; jika tidak, tidaklah diperlukan penggantinya.

وَيَدْخُلُ وَقْتُهُ بِالْفَرَاغِ مِنْ غُسْلِ الْمَيِّتِ وَيَخْرُجُ بِالْإِعْرَاضِ عَنْهُ. وَلَوْ يَمَّمَ لِلْعَجْزِ عَنْ غُسْلِهِ مِنْ الْغُسْلِ إِنْ قَدَرَ عَلَيْهِ وَإِلَّا فَالتَّيَمُّمُ

(8) Mandi untuk orang kafir, baik laki-laki atau perempuan, bahkan jika dia telah murtad, jika dia masuk Islam.

Ini sebagai penghormatan terhadap Islam dan sebagai tanda taubatnya. Qais bin 'Asim dimandikan ketika dia masuk Islam, dan demikian pula Tsumamah bin Athal. Ini diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban, dan selain mereka berdua.

(وَ) الثَّامِنُ (غَسْلُ) الشَّخْصِ (الْكَافِرِ) ذَكَرًا كَانَ أَوْ أُنْثَى وَلَوْ مُرْتَدًّا (إِذَا أَسْلَمَ) أَيْ بَعْدَ إِسْلَامِهِ تَعْظِيمًا لِلْإِسْلَامِ وَلِامَرِهِ  قَيْسَ بْنِ عَاصِمٍ بِالْغُسْلِ لَمَّا أَسْلَمَ، وَكَذَلِكَ ثُمَامَةَ بْنِ أَثَالٍ رَوَاهُمَا ابْنُ خُزَيْمَةَ وَابْنُ حِبَّانَ وَغَيْرُهُمَا،

Namun, hal ini bukanlah suatu kewajiban, karena sekelompok orang masuk Islam dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak memerintahkan mereka untuk mandi.

وَلَيْسَ أَمْرَ وُجُوبٍ، لِأَنَّ جَمَاعَةً أَسْلَمُوا فَلَمْ يَأْمُرْهُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْغُسْلِ

Dan disunnahkan mandinya orang yang masuk Islam dengan air dan sidr (daun bidara), serta mencukur rambutnya sebelum mandi, meskipun saat kafirnya dia tidak hadas besar, meskipun dia memuji kufurnya.

وَيُسَنُّ غَسْلُهُ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ وَإِزَالَةُ شَعْرِهِ قَبْلَ الْغُسْلِ إِنْ لَمْ يُحْدِثْ فِي كُفْرِهِ حَدَثًا أَكْبَرَ وَلَوْ أَثْنَى

Jika tidak, maka mencukur rambut setelah mandi, tidak seperti mencukur jenggot seorang laki-laki. Karena mencukur jenggot tidak disunnahkan, dan dia berniat untuk mandi karena alasan yang sama seperti mandi-mandi lainnya, kecuali mandi untuk orang gila atau pengidap epilepsi ketika mereka sadar, karena keduanya berniat mandi untuk menghilangkan hadas.

وَإِلَّا فَبَعْدَهُ لَا نَحْوِ لِحْيَةِ رَجُلٍ، فَإِنَّهُ لَا يُسَنُّ إِزَالَتُهُ وَيَنْوِي هُنَا سَبَبَ الْغُسْلِ كَسَائِرِ الْأَغْسَالِ إِلَّا غَسْلِ الْمَجْنُونِ وَالْمُغْمَى عَلَيْهِ إِذَا أَفَاقَا فَإِنَّهُمَا يَنْوِيَانِ بِالْغُسْلِ رَفْعَ الْجَنَابَةِ،

Tidak ada perbedaan dalam hal ini antara orang yang sudah baligh dan yang belum, menurut pendapat yang diterima. Hal ini berlaku jika orang tersebut tidak mengalami sesuatu yang mewajibkan mandi, seperti tidak junub saat masa kafirnya atau wanita kafir yang belum mengalami haid dalam kekufurannya. Jika tidak, maka sunah untuk menambahkan niat menghilangkan hadas tersebut pada niat ini.

وَلَا فَرْقَ فِي ذَلِكَ بَيْنَ الْبَالِغِ وَغَيْرِهِ عَلَى الْمُعْتَمَدِ. هَذَا (إِنْ) لَمْ يَحْتَمِلْ وُقُوعُ مَا يُوجِبُ الْغُسْلَ بِأَنْ (لَمْ يَجْنُبْ فِي كُفْرِهِ أَوْ لَمْ تَحِضْ الْكَافِرَةُ) فِي كُفْرِهَا (وَإِلَّا) فَيُضَمُّ نَدْبًا إِلَى هَذِهِ النِّيَّةِ نِيَّةُ رَفْعِ ذَلِكَ

Jika terbukti bahwa seseorang telah junub saat kafir sebelum masuk Islam, maka sesuai pendapat yang lebih sohih wajib mandi setelah masuk Islam, meskipun dia sudah mandi ketika masih dalam kekufuran. Hal ini karena mandi di dalam kekufuran tidak dianggap, mengingat batalnya niat orang kafir. Maka, dia harus melakukan dua mandi, yaitu yang disunnahkan dan yang wajib.

أَمَّا إِذَا تَحَقَّقَ وُقُوعُهُ مِنْ الْكَافِرِ قَبْلَ الْإِسْلَامِ فَقَدْ (وَجَبَ الْغُسْلُ بَعْدَ الْإِسْلَامِ فِي الْأَصَحِّ) وَإِنْ اغْتَسَلَ فِي كُفْرِهِ، لِأَنَّهُ لَا عِبْرَةَ بِالْغُسْلِ فِي الْكُفْرِ لِبُطْلَانِ نِيَّةِ الْكَافِرِ، فَيَجْتَمِعُ عَلَيْهِ غُسْلَانِ مَنْدُوبٌ وَوَاجِبٌ،

Kedua mandi tersebut harus diiringi dengan niat, karena niat untuk yang wajib tidak mencukupi untuk yang disunnahkan, dan sebaliknya. Jika dia berniat untuk salah satu saja dari keduanya, hanya yang dia niatkan yang sah, dan yang lainnya akan terlewatkan, karena waktu yang lama atau menghindar darinya tidak dengan jinabat.

فَلَا بُدَّ مِنْ نِيَّتِهِمَا لِأَنَّهُ لَا تَكْفِي نِيَّةُ الْوَاجِبِ عَنْ الْمَنْدُوبِ، وَلَا عَكْسُهُ إذْ لَوْ نَوَى أَحَدَهُمَا حَصَلَ فَقَطْ، وَيَفُوتُ الْمَنْدُوبُ بِطُولِ الزَّمَنِ أَوْ الْإِعْرَاضِ عَنْهُ لَا بِالْجَنَابَةِ

Dan dikatakan bahwa kewajiban mandi, yaitu wajibnya mandi sebab hadas besar gugur ketika seseorang masuk Islam. Alasannya karena Islam menghapuskan apa yang sebelumnya, namun pandangan ini lemah.

(وَقِيلَ يَسْقُطُ) أَيْ وُجُوبُ الْغُسْلِ (إِذَا أَسْلَمَ) لِأَنَّ الْإِسْلَامَ يَهْدِمُ مَا قَبْلَهُ وَهَذَا ضَعِيفٌ

Ibn Qasim berkata, Seakan-akan perbedaan antara mandi dan shalat, ketika kafir melepaskan kewajiban mengganti shalatnya semasa kafir. Perbedaan ini sebab dalam mandi hanya ada sedikit kesulitan yang disebabkan olehnya karena tidak adanya kelipatan (pengulangan mandi).

قَالَ ابْنُ قَاسِمٍ وَكَأَنَّ الْفَارِقَ بَيْنَ الْغُسْلِ وَالصَّلَاةِ حَيْثُ سَقَطَتْ عَنْ الْكَافِرِ دُونَهُ قِلَّةُ الْمَشَقَّةِ فِيهِ لِعَدَمِ تَعَدُّدِهِ

(9) Mandi (untuk orang) yang gila, meskipun hanya sesaat, (dan orang yang epilepsi) meskipun hanya sesaat (ketika keduanya sadar dan tidak terjadi keluarnya sesuatu yang mengharuskan mandi), atau sejenisnya yang memerlukan mandi.

(وَ) التَّاسِعُ الْغُسْلُ مِنْ (الْمَجْنُونِ) وَإِنْ تَقَطَّعَ جُنُونُهُ (وَالْمُغْمَى عَلَيْهِ) وَلَوْ لَحْظَةً (إِذَا أَفَاقَا وَلَمْ يَتَحَقَّقْ مِنْهُمَا إِنْزَالٌ) أَوْ نَحْوُهُ مِمَّا يُوجِبُ الْغُسْلَ

Jika terjadi keluarnya sesuatu yang memerlukan mandi, maka wajib mandi untuk setiap kondisinya, bersamaan dengan mandi yang disunnahkan. Maka, untuk masing-masing dari keduanya, terdapat dua mandi: satu untuk menghilangkan keadaan junub dan satu untuk kondisi kesadaran. Atau bisa juga diwadahi bersama-sama dalam satu niat, dan mandi dapat dilakukan setelah kondisi sadar.

(فَإِنْ تَحَقَّقَ مِنْهُمَا إِنْزَالٌ وَجَبَ الْغُسْلُ عَلَى كُلٍّ مِنْهُمَا) مَعَ الْغُسْلِ الْمُسْنُونِ، فَيَجْتَمِعُ لِكُلٍّ مِنْهُمَا غُسْلَانِ غُسْلٌ لِلْجَنَابَةِ وَغُسْلٌ لِلْإِفَاقَةِ أَوْ يَنْوِ بِهِمَا مَعًا. وَ يُطْلَبُ الْغُسْلَ مِنْهُمَا بَعْدَ كُلِّ إفَاقَةٍ

Hal ini sesuai dengan apa yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, dari Aisyah, bahwa Nabi SAW mengalami pingsan selama sakitnya yang menyebabkan kewafatan beliau, dan setiap kali beliau sadar, beliau mandi.

لِمَا رَوَى الشَّيْخَانِ عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُغْمَى عَلَيْهِ فِي مَرَضِ مَوْتِهِ فَإِذَا أَفَاقَ اغْتَسَلَ.

Orang gila dianalogikan dengan orang yang pingsan, bahkan lebih utama, karena pada orang gila ada kemungkinan keluarnya mani. Jika orang gila atau orang pingsan tidak melakukan mandi junub, maka mandi tersebut dapat gugur karena tidak adanya niat untuk menghilangkan janabah (hadats besar).

وَقِيسَ الْمَجْنُونُ بِالْمُغْمَى عَلَيْهِ، بَلْ أَوْلَى لِأَنَّهُ مَظِنَّةٌ لِإِنْزَالِ الْمَنِيِّ، وَيَفُوتُ هَذَا الْغُسْلُ بِالْإِعْرَاضِ، وَبِعُرُوضِ مَا يُوجِبُ الْغُسْلَ وَيَنْوِيَانِ رَفْعَ الْجَنَابَةِ،

Namun, jika kemudian terjadi hal-hal yang mewajibkan mandi junub, maka keduanya (orang gila dan orang pingsan) harus melakukan mandi junub, meskipun sebelumnya telah melakukan mandi. Hal ini dikarenakan saat melakukan mandi sebelumnya, mereka tidak yakin dengan adanya penyebab wajibnya mandi junub, sehingga mandi yang dilakukan sebelumnya tidak mencukupi. Oleh karena itu, jika setelah itu terbukti ada hal yang mewajibkan mandi junub, maka mandi yang dilakukan sebelumnya tidak dianggap mencukupi.

لِأَنَّ غَسْلَهُمَا لِاحْتِمَالِهَا وَيُجْزِئُهُمَا بِتَقْدِيرِ وُجُودِهَا مَعَ عَدَمِ جَزْمِهِمَا بِالنِّيَّةِ الِاحْتِيَاطَ إِذَا لَمْ يَتَبَيَّنْ الْحَالُ، فَلَوْ تَبَيَّنَ بَعْدَ الْغُسْلِ طُرُوُّ مَا يُوجِبُ الْغُسْلَ عَلَيْهِمَا، لَمْ يُجْزِئْهُمَا الْغُسْلُ السَّابِقُ لِعَدَمِ الْجَزْمِ بِوُجُودِ مُوجِبِ الْغُسْلِ

(10) Mandi yang dilakukan saat seseorang berniat untuk melakukan ihram, baik itu untuk haji, umrah, atau ihram secara umum.

Waktu mandi ini dimulai dengan menetapkan niat ihram dan dianggap selesai setelah melaksanakan ihram. Tidak ada perbedaan dalam persyaratan mandi ini antara orang dewasa dan non-dewasa.

(وَ) الْعَاشِرُ (الْغُسْلُ عِنْدَ إِرَادَةِ الْإِحْرَامِ) أَيْ بِحَجٍّ أَوْ عُمْرَةٍ أَوْ بِهِمَا أَوْ إِحْرَامًا مُطْلَقًا، وَيَدْخُلُ وَقْتُهُ بِإِرَادَةِ الْإِحْرَامِ، وَيَخْرُجُ بِفِعْلِهِ (وَلَا فَرْقَ فِي طَلَبِ هَذَا الْغُسْلِ بَيْنَ بَالِغٍ وَغَيْرِهِ)

Bahkan, jika belum tamyiz maka wali mereka yang melakukan mandi atas nama mereka. Tidak ada perbedaan pula antara orang yang gila dan yang berakal, antara laki-laki dan perempuan, atau antara yang suci dan yang sedang mengalami haid dan nifas

وَلَوْ غَيْرَ مُمَيِّزٍ وَيُغَسِّلُهُ وَلِيُّهُ (وَلَا بَيْنَ مَجْنُونٍ وَعَاقِلٍ) وَلَا بَيْنَ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَلَا حُرٍّ وَرَقِيقٍ (وَلَا بَيْنَ طَاهِرٍ وَحَائِضٍ) وَنُفَسَاءَ

Jika seseorang yang hendak melakukan ihram tidak dapat menemukan air, dia diperbolehkan melakukan tayammum. Dengan mengucapkan niat, "Saya bermaksud melakukan tayammum sebagai pengganti mandi ihram," atau formulasi serupa dalam keadaan lainnya.

(فَإِنْ لَمْ يَجِدْ الْمحْرِمُ) أَيْ مَنْ يُرِيدُ الْإِحْرَامَ (الْمَاءَ تَيَمَّمَ) فَيَقُولُ نَوَيْتُ التَّيَمُّمَ بَدَلًا عَنْ غُسْلِ الْإِحْرَامِ، وَهَكَذَا يُقَالُ فِي غَيْرِهِ،

Apabila seorang wanita kehabisan air, dia juga dapat melakukan tayammum, bahkan saat mengalami haid atau nifas, karena dalam situasi di mana kesempatan untuk menjaga kebersihan terbatas, ibadah tetap dapat dilakukan.

وَإِذَا فَقَدَتْ الْمَرْأَةُ الْمَاءَ تَيَمَّمَتْ مَعَ الْحَيْضِ وَالنِّفَاسِ، لِأَنَّ النَّظَافَةَ إِذَا فَاتَتْ بَقِيَتْ الْعِبَادَةُ

(11) Mandi saat memasuki Debu Haram (Makkah), masuk ke Ka'bah, dan memasuki wilayah yang dianggap mulia di Makkah bagi orang yang ihram untuk haji, umrah, keduanya, atau secara umum, serta untuk tujuan yang dihalalkan.

(وَ) الْحَادِيَ عَشَرَ (الْغُسْلُ لِدُخُولِ ) حَرَمِ مَكَّةَ وَلِدُخُولِ الْكَعْبَةِ وَلِدُخُولِ (مَكَّةَ) الْمُشْرِفَةِ الْمُحَرَّمِ بِحَجٍّ أَوْ عُمْرَةٍ أَوْ بِهِمَا أَوْ مُطْلَقًا وَلِحَلَالٍ أَيْضًا،

Ketentuan ini berlaku jika seseorang belum melakukan mandi saat memasuki wilayah Haram dari daerah yang berdekatan dengan Makkah. Disarankan untuk melakukan mandi di Dzitu Tuwa, karena Rasulullah melakukan mandi di sana selama Haji Wada' ketika dalam keadaan ihram, dan pada tahun Fath (penaklukan Makkah) ketika dalam keadaan halal.

إِذَا لَمْ يَغْتَسِلْ لِدُخُولِ الْحَرَمِ مِنْ مَحَلٍّ قَرِيبٍ مِنْ مَكَّةَ، وَيُسَنُّ أَنْ يَكُونَ الْغُسْلُ بِذِي طُوًى، لِأَنَّهُ اغْتَسَلَ فِي عَامِ حَجَّةِ الْوَدَاعِ بِذِي طُوًى وَهُوَ مُحْرِمٌ وَفِي عَامِ الْفَتْحِ وَهُوَ حَلَالٌ،

Kesunahan mandi ini tidak hilang saat memasuki Debu Haram. Jika seseorang lupa atau meninggalkannya, disarankan untuk menggantinya setelahnya.

وَلَا يَفُوتُ الْغُسْلُ بِالدُّخُولِ، فَيُنْدَبُ تَدَارُكُهُ بَعْدَهُ

(12) Mandi karena wuquf di Arafah pada tanggal sembilan Dzulhijjah.

Lebih baik jika mandi ini dilakukan di Nimrah dan dilakukan setelah waktu zuhur. Prinsip sunnah ini juga berlaku untuk kejadian lain di luar Arafah, sebelumnya, dan bagi mereka yang berada di arah masuk ke Arafah pada waktu fajar, seperti pada hari Jumat.

(وَ) الثَّانِيَ عَشَرَ الْغُسْلُ (لِلْوُقُوفِ بِعَرَفَةَ فِي تَاسِعِ ذِي الْحِجَّةِ) وَالْأَفْضَلُ كَوْنُهُ بِنَمِرَةٍ وَبَعْدَ الزَّوَالِ، وَيَحْصُلُ أَصْلُ السُّنَّةِ فِي غَيْرِهَا وَقَبْلَهُ وَالْمُتَّجَهُ دُخُولُهُ بِالْفَجْرِ كَالْجُمُعَةِ

(13) Mandi untuk bermalam di Muzdalifah, dimulai sejak matahari terbenam hingga fajar.

Mandi ini disunnahkan jika seseorang tidak mandi di Arafah. Jika seseorang telah melakukan mandi di Arafah, menurut qoul mu’tamad disarankan untuk tidak mandi di Muzdalifah karena dekatnya waktu keduanya. Penting untuk dicatat bahwa hal ini berlaku untuk setiap 2 mandi yang waktunya saling mendekati satu sama lain.

(وَ) الثَّالِثَ عَشَرَ الْغُسْلُ (لِلْمَبِيتِ بِمُزْدَلِفَةَ) فَيَدْخُلُ وَقْتُهُ بِالْغُرُوبِ، وَيَخْرُجُ بِالْفَجْرِ هَذَا إِنْ لَمْ يَغْتَسِلْ بِعَرَفَةَ، وَإِلَّا فَلَا يُسَنُّ عَلَى الْمُعْتَمَدِ لِقُرْبِهِ مِنْ غُسْلِ عَرَفَةَ، وَهَكَذَا كُلُّ غُسْلَيْنِ تَقَارَبَا

(14) Mandi untuk melempar tiga jumrah pada hari-hari Tasyriq.

Seseorang mandi sebelum melempar setiap jumrah pada setiap hari. Sunnahnya adalah melakukan tiga mandi jika seseorang tidak terburu-buru dalam dua hari, jika tidak, satu kali mandi dilakukan.

Mandi ini disunnahkan pada waktu fajar, seperti mandi pada hari Jumat, tidak saat sebelum waktu melempar jumrah, yang terjadi pada waktu zuhur.

(وَ) الرَّابِعَ عَشَرَ الْغُسْلُ (لِرَّمْيِ الْجِمَارِ الثَّلَاثِ فِي أَيَّامِ التَّشْرِيقِ الثَّلَاثِ فَيَغْتَسِلُ لِرَمْيِ كُلِّ يَوْمٍ مِنْهَا غُسْلًا) أَيْ وَاحِدًا فَيُسَنُّ ثَلَاثَةُ أَغْسَالٍ إِنْ لَمْ يَتَعَجَّلْ فِي يَوْمَيْنِ، وَإِلَّا فَغُسْلَانِ

وَالْمُتَّجَهُ دُخُولُهُ بِالْفَجْرِ كَغُسْلِ الْجُمْعَةِ لَا بِدُخُولِ وَقْتِ الرَّمْيِ، وَهُوَ الزَّوَالُ

Adapun melempar jumrah al-Aqabah pada hari Nahr (Hari Raya Qurban), seseorang tidak disunahkan mandi khusus untuknya. Cukup dengan mandi untuk Hari Raya (‘Ied) jika dia melemparnya pada hari itu atau karena mendekati waktu melempar yang berdekatan dengan waktu mandi untuk waktu wuquf di 'Arafah, yaitu di Mash'ar al-Haram setelah fajar pada hari Nahr.

(أَمَّا رَمْيُ جَمْرَةِ الْعَقَبَةِ فِي يَوْمِ النَّحْرِ فَلَا يَغْتَسِلُ لَهُ) اكْتِفَاءً بِغُسْلِ الْعِيدِ إِنْ رَمَاهَا يَوْمَهُ أَوْ لِقُرْبِ زَمَنِهِ مِنْ غَسْلِ الْوُقُوفِ أَيْ بِالْمَشْعَرِ الْحَرَامِ بَعْدَ صُبْحِ يَوْمِ النَّحْرِ،

Waktu untuk melempar jumrah al-Aqabah dimulai setengah malam dan disunnahkan. Jika seseorang meninggalkan kedua mandi ini, disarankan untuk mandi sebelum melempar jumrah al-Aqabah.

فَدُخُولُ وَقْتِهِ بِنِصْفِ اللَّيْلِ، وَهُوَ مَنْدُوبٌ أَيْضًا فَلَوْ تَرَكَهُمَا سُنَّ  لَهُ الْغُسْلُ لِرَمْيِ جَمْرَةِ الْعَقَبَةِ

(15, 16 dan 17) Mandi untuk melakukan Thawaf Sa’i (Thawaf Qudum, Ifadah, dan Wada’).

Menurut qoul jadid yang mu’tamad, tidak disunnahkan mandi untuk Tawaf Ifadah dan Wada', kecuali jika terdapat perubahan pada tubuh, seperti junub.

(وَ) الْخَامِسَ عَشَرَ وَالسَّادِسَ عَشَرَ وَالسَّابِعَ عَشَرَ (الْغُسْلُ لِلطَّوَافِ الصَّادِقِ بِطَوَافِ قُدُومٍ وَإِفَاضَةٍ وَوَدَاعٍ) وَالْجَدِيدُ الْمُعْتَمَدُ أَنَّهُ لَا يُسَنُّ الْغُسْلُ لِطَوَافِ الْإِفَاضَةِ وَالْوَدَاعِ إِلَّا إِنْ وُجِدَ تَغَيُّرٌ فِي الْبَدَنِ.

Adapun Tawaf Qudum, tidak disunnahkan mandi baik untuk yang lama maupun yang baru, cukup dengan mandi saat memasuki Makkah, dan disunnahkan untuk memulai Tawaf Qudum segera setelah tiba di Makkah.

أَمَّا طَوَافُ الْقُدُومِ فَلَا يُسَنُّ الْغُسْلُ لَهُ عَلَى الْقَدِيمِ وَالْجَدِيدُ اكْتِفَاءٌ بِغَسْلِ دُخُولِ مَكَّةَ، فَإِنَّهُ يُنْدَبُ أَنْ يَبْدَأَ عِنْدَ دُخُولِهَا.

Sisanya dari mandi-mandi yang disunnahkan tersebutkan dalam kitab yang lebih panjang penjabarannya, seperti mandi untuk masuk ke dalam Kota Suci (Madinah), mandi masuk ke dalam Haram Madinah, mandi karena berberkam, mandi karena mencukur kumis, mencukur bulu kemaluan, mandi karena mencapai baligh dengan pertanda umur, dan untuk mencapai baligh dengan mimpi basah diperintahkan 2 mandi, wajib dan sunnah.

وَبَقِيَّةُ الْأَغْسَالِ الْمُسْنُوِنَةِ مَذْكُورَةٌ فِي الْمُطَوَّلَاتِ مِنْهَا الْغُسْلُ لِدُخُولِ الْمَدِينَةِ الشَّرِيفَةِ، وَلِدُخُولِ حَرَمِهَا وَلِلْحِجَامَةِ وَلَقْصِ الشَّارِبِ وَحَلْقِ الْعَانَةِ وَلِلْبُلُوغِ بِالسِّنِّ وَيُطْلَبُ لِلْبُلُوغِ بِالْإِمْنَاءِ غُسْلَانِ وَاجِبٌ وَمَنْدُوبٌ،

Selain itu, disunnahkan mandi setiap malam di bulan Ramadhan, mandi untuk setiap pertemuan dalam majelis kebajikan, mandi karena mengalirnya air di lembah, mandi karena perubahan bau tubuh, dan mandi sebelum masuk ke dalam masjid.

وَلِكُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ وَلِكُلِّ اجْتِمَاعٍ مِنْ مَجَامِعِ الْخَيْرِ وَلِسَيَلَانِ الْوَادِي، وَلِتَغَيُّرِ رَائِحَةِ الْبَدَنِ وَلِدُخُولِ الْمَسْجِدِ.

 

Comments

Popular posts from this blog

Terjemah Tausyeh Ibnu Qosim

Bisikan di Kamar Mandi

Petunjuk dari Mimpi