Terjemah Tausyeh Ibnu Qosim: Kitab Thoharoh
كِتَابُ أَحْكَامِ
الطَّهَارَةِ
KITAB HUKUM-HUKUM BERSUCI
Maksudnya
dan tata caranya. Taharah melibatkan empat komponen, yaitu air, samak, batu,
dan debu, serta empat tujuan, yaitu wudhu, mandi, tayammum, dan menghilangkan
najis. |
أَيْ وَكَيْفِيَّتِهَا، فَالطَّهَارَةُ مُشْتَمِلَةٌ عَلَى وَسَائِطَ
أَرْبَعَةٍ وَهِيَ الْمِيَاهُ وَالدَّابِغُ وَالْحَجَرُ وَالتُّرَابُ، وَعَلَى
مَقَاصِدَ أَرْبَعَةٍ وَهِيَ: الْوُضُوءُ وَالْغُسْلُ وَالتَّيَمُّمُ
وَإِزَالَةُ النَّجَاسَةِ |
Secara
bahasa, kata "الكتاب" (kitab) maksudnya dari segi bahasa
Arab, kata ini adalah masdar, yaitu perbuatan yang dilakukan oleh pelaku
dengan makna menggabungkan dan mengumpulkan. Athof am atas yang khusus,
karena setiap penggabungan adalah pengumpulan, dan tidak sebaliknya. Hal ini
dikarenakan makna "penggabungan" terkandung dalam makna
"pengumpulan", sedangkan makna "pengumpulan" tidak
terkandung dalam makna "penggabungan". |
(وَالْكِتَابُ لُغَةً) أَيْ مِنْ جِهَةِ لُغَةِ الْعَرَبِ
(مَصْدَرٌ) أَي أَمْرٌ يُحْدِثُهُ الْفَاعِلُ مُتَلَبِّسٌ (بِمَعْنَى الضَّمِّ
وَالْجَمْعِ) وَهُوَ عَطْفٌ عَامٌّ عَلَى خَاصٍّ، لِأَنَّ كُلَّ ضَمٍّ فِيهِ
جَمْعٌ وَلَا عَكْسَ لِأَخْذِ التَّلَاصُقِ فِي مَفْهُومِ الضَّمِّ دُونَ
الْجَمْعِ. |
Secara
terminologi (istilah), kata "الكتاب" (kitab) berarti nama untuk jenis
hukum, baik sedikit maupun banyak. |
وَاصْطِلَاحًا) أَيْ فِي عُرْفِ الْفُقَهَاءِ (اسْمٌ لِجِنْسٍ مِنْ
الْأَحْكَامِ أَيْ قَلِيلَةً كَانَتْ أَوْ كَثِيرَةً |
Adapun bab adalah
pembagi untuk suatu macam hal (نوع)
yang masuk di jenis itu. Maksudnya kitab serupa dengan jenis. Sebagian orang
arab berkata: kitab adalah nama untuk jumlah tertentu berupa ilmu yang
mengandung beberapa bab dan beberapa fashal. |
(أَمَّا
الْبَابُ قَاسِمٌ لِنَوْعٍ) أَيْ لِجُمْلَةٍ مِنْ الْأَلْفَاظِ شَبِيهَةٌ
بِالنَّوْعِ (مِمَّا دَخَلَ تَحْتَ ذَلِكَ الْجِنْسِ) أَيْ الْكِتَابِ
الشَّبِيهِ الْجِنْسِ ، قَالَ بَعْضُهُمْ : الْكِتَابُ اسْمٌ لِجُمْلَةٍ
مُخْتَصَّةٍ مِنْ الْعِلْمِ مُشْتَمِلَةٌ عَلَى أَبْوَابٍ وَفُصُولٍ ، |
Bab adalah nama untuk
bagian ilmu yang khusus yang mengandung beberapa Fasal. Fasal adalah nama
untuk bagian ilmu yang khusus yang mengandung beberapa masalah. Buku adalah
seperti kata istilah yang mencakup beberapa bab, yang masing-masing bab
mencakup beberapa Fasal, dan masing-masing Fasal mencakup beberapa masalah.
Bab-bab adalah jenis-jenisnya, Fasal-Fasal adalah macam-macamnya, dan
masalah-masalah adalah individu-individu di dalamnya. |
وَالْبَابُ اسْمٌ لِجُمْلَةٍ مُخْتَصَّةٍ مِنْ الْعِلْمِ
مُشْتَمِلَةٌ عَلَى فُصُولٍ ، وَالْفَصْلُ اسْمٌ لِجُمْلَةٍ
مُخْتَصَّةٍ مِنْ الْعِلْمِ مُشْتَمِلَةٌ عَلَى مَسَائِلَ ، فَالْكِتَابُ
كَالْجِنْسِ الْجَامِعِ لِأَبْوَابٍ جَامِعَةٍ لِفُصُولٍ جَامِعَةٍ لِمَسَائِلَ،
فَالْأَبْوَابُ أَنْوَاعُهُ وَالْفُصُولُ أَصْنَافُهُ وَالْمَسَائِلُ أَشْخَاصُهُ |
Taharah, dengan huruf 'ط' difathah,
secara bahasa adalah kebersihan, yaitu dari kotoran. Bahkan jika itu bersih
fisik seperti lendir hidung atau bersih maknawi seperti celaan, dalam hadis
dinyatakan bahwa Allah Maha Bersih, artinya Dia suci dari kekurangan dan
mencintai kebersihan. |
(وَالطَّهَارَةُ بِفَتْحِ الطَّاءِ لُغَةً النَّظَافَةُ)
أَيْ مِنْ الْأَقْذَارِ، وَلَوْ طَاهِرَةً كَالْمُخَاطِ حِسِّيَّةً كَانَتْ
كَالْأَنْجَاسِ أَوْ مَعْنَوِيَّةً كَالْعُيُوبِ، وَفِي الْحَدِيثِ إنَّ اللَّهَ
نَظِيفٌ، أَيْ مُنَزَّهٌ عَنْ النَّقَائِصِ يُحِبُّ النَّظَافَةَ |
Adapun menurut syariat,
yaitu menurut para ahli syariat yaitu para fuqaha, di dalam taharah (bersuci)
terdapat banyak tafsir (definisi). Di antaranya (definisi) berdasarkan
perbuatan adalah perkataan mereka para fuqaha: "Melakukan apa yang
dengannya shalat diperbolehkan atau apa yang di dalamnya terdapat pahala
semata." |
(وَأَمَّا
شَرْعًاً) أَيْ عِنْدَ أَهْلِ الشَّرْعِ وَهُمْ الْفُقَهَاءُ (فَفِيهَا) أَيْ
الطَّهَارَةِ (تَفَاسِيرُ) أَيْ تَعَارِيفُ (كَثِيرَةٌ مِنْهَا) أَيْ مِنْ
تِلْكَ التَّفَاسِيرِ بِاعْتِبَارِ الْفِعْلِ (قَوْلُهُمْ فَعَلَ مَا
تُسْتَبَاحُ بِهِ الصَّلَاةُ أَوْ مَا فِيهِ ثَوَابٌ مُجَرَّدٌ ، |
Yang dimaksud dengan
perbuatan adalah makna masdar, yaitu menyiramkan air ke wajah misalnya. Dan
yang dimaksud dengan apa yang mengikutinya adalah makna yang dihasilkan oleh
masdar, yaitu bersuci (atau terjadinya kesucian) dengannya. |
وَالْمُرَادُ بِالْفِعْلِ الْمَعْنَى الْمَصْدَرِيُّ،
وَهُوَ وَضْعُ الْمَاءِ عَلَى الْوَجْهِ مَثَلًا، وَبِمَا بَعْدَهُ الْمَعْنَى
الْحَاصِلُ بِالْمَصْدَرِ، وَهُوَ التَّطَهُّرُ أَيْ حُصُولُ الطُّهْرِ
بِذَلِكَ، |
Dan di antara definisi
berdasarkan sifat yang dihasilkan dari perbuatan adalah perkataan Qadhi
Husain: "Taharah adalah hilangnya larangan yang terikat pada hadas dan
kotoran" yaitu wudhu, mandi, tayamum, dan menghilangkan najis. Dan ini
adalah penjelasannya: |
وَمِنْهَا بِاعْتِبَارِ الْوَصْفِ الْحَاصِلِ عَنْ
الْفِعْلِ قَوْلُ الْقَاضِي حُسَيْنٍ: إِنَّ الطَّهَارَةَ زَوَالُ الْمَنْعِ
الْمُتَرَتَّبِ عَلَى الْحَدَثِ وَالْخَبَثِ (أَيْ مِنْ وُضُوءٍ وَغُسْلٍ
وَتَيَمُّمٍ وَإِزَالَةِ نَجَاسَةٍ) وَهَذَا بَيَانٌ لِمَا |
Adapun طُهارة dengan huruf
tho’ didhommah menunjukkan arti sisa air, maksudnya nama untuk lebihan air
yang dipakai bersuci, seperti air yang tersisa di dalam semacam teko, bukan
yang di dalam sumur. |
(أَمَّا
الطَّهَارَةُ بِالضَّمِّ فَاسْمٌ لِبَقِيَّةِ الْمَاءِ) أَيْ لِمَا فَضُلَ مِنْ
مَاءِ طَهَارَتِهِ كَاَلَّذِي يَبْقَى فِي نَحْوِ الْإِبْرِيقِ لَا فِي نَحْوِ
بِئْرٍ |
Ketika air digunakan
sebagai alat untuk bersuci, pengarang beralih menyebutkan jenis-jenis air.
Maka penulis berkata; Air yaitu yang digunakan untuk tujuan penyucian, ada
tujuh jenis. (1) Air langit, yaitu
yang turun dari langit, merupakan sifat dari air ini. |
(وَلَمَّا كَانَ الْمَاءُ آلَةً لِلطَّهَارَةِ
اسْتَطْرَدَ الْمُصَنِّفُ) أَيْ أَجْرَى الْأَنْوَاعَ الْمِيَاهَ فَقَالَ
الْمِيَاهُ الَّتِي يَجُوزُ أَيْ يَصِحُّ التَّطْهِيرُ بِهَا أَيْ بِكُلٍّ
مِنْهَا (سَبْعُ مِيَاهِ مَاءِ السَّمَاءِ أَيْ النَّازِلِ مِنْهَا) بِالرَّفْعِ
نَعْتٌ لِمَاءٍ |
Air ini terbagi menjadi
dua bagian; yang pertama Air hujan turun dari langit dunia dalam
potongan-potongan besar di atas awan, kemudian bergabung menjadi air hujan.
Air hujan juga turun dari mata air seperti mata air di dalam lekukan tanah,
seperti mata air sungai yang kering. |
(وَهُوَ)
عَلَى قِسْمَيْنِ: الْأَوَّلُ (الْمَطَرُ) فَإِنَّهُ
يَنْزِلُ مِنْ سَمَاءِ الدُّنْيَا قَطْعًاً كِبَارًاً عَلَى السَّحَابِ، ثُمَّ
يَنْمَاعُ عَلَيْهِ، وَيَنْزِلُ مِنْ عُيُونٍ فِيهِ كَعُيُونِ الْغِرْبَالِ |
Yang kedua Air embun,
yaitu yang turun pada akhir malam dan menetap di tanaman dan rumput hijau.
Yang menakjubkan adalah jika seseorang melubangi telur dengan jarum dan
mengeluarkan isinya, lalu mengisi telur tersebut dengan air embun lalu
menutup lubang dengan lilin dan meletakkannya di atas tanah, saat waktunya
tiba, telur tersebut akan terbang ke udara. |
وَالثَّانِي النَّدَى وَهُوَ الَّذِي يَنْزِلُ آخِرَ
اللَّيْلِ وَيَقَعُ عَلَى الزَّرْعِ وَالْحَشِيشِ الْأَخْضَرِ، وَمِنْ عَجِيبِ
أَمْرِهِ أَنَّهُ لَوْ خَرَقَ بَيْضَةً بِإِبْرَةٍ، وَأَخْرَجَ مَا فِيهَا ثُمَّ
مُلِئَتْ بِمَاءِ النَّدَى وَغَطَّى خَرْقَهَا بِشَمْعٍ مَثَلا وَوُضِعَتْ عَلَى
الْأَرْضِ، فَلَمَّا جَاءَ وَقْتُ الِاسْتِوَاءِ طَارَتْ إِلَى الْجَوِّ |
(2) Air laut, yaitu air
asin, dengan dibaca rofa’ menjadi na’at untuk ماء dan dengan
dibaca jer menjadi na’at untuk بحر . Air laut adalah nama untuk air yang banyak atau air asin
saja. (3) Air sungai, yaitu
air tawar, adalah kebalikan dari air asin. (4) Air dari sumur,
yaitu lubang berbentuk lingkaran yang turun ke dalam tanah, termasuk dalam
kategori ini adalah sumur Zamzam. Tidak ada masalah menggunakan airnya,
bahkan untuk menghilangkan najis, meskipun hukumnya khilaful aula. |
(وَمَاءُ الْبَحْرِ أَيْ الْمِلْحِ) بِالرَّفْعِ نَعْتٌ
لِمَاءٍ وَبِالْجَرِّ نَعْتٌ لِلْبَحْرِ، فَإِنَّهُ اسْمٌ لِلْمَاءِ الْكَثِيرِ
أَوْ الْمِلْحِ فَقَطْ ( وَمَاءُ النَّهْرِ أَيْ الْحُلْوِ) وَهُوَ ضِدُّ
الْمُرِّ، (وَمَاءُ الْبِئْرِ) وَهُوَ الثَّقْبُ
الْمُسْتَدِيرُ النَّازِلُ فِي الْأَرْضِ وَمِنْهُ بِئْر زَمْزَمَ فَلَا
يُكْرَهُ اسْتِعْمَالُ مَائِهِ، وَلَوْ فِي إِزَالَةِ النَّجَاسَةِ لَكِنَّهُ
خِلَافُ الْأَوْلَى |
(5) Air mata air, yaitu
retakan di dalam tanah di mana air biasanya muncul ke permukaan tanah, dan
air mata air ini dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis: air daratan seperti
yang mengalir dari suatu daerah atau gunung, air hewani yang muncul seperti
air yang keluar dari bawah tanah, dan air yang memiliki ciri seperti asap
yang naik dari permukaan air dalam bentuk cacing yang serupa dengan salju.
Namun, ini bukan benar-benar cacing karena ia berkumpul saat dipengaruhi oleh
panas, dan memiliki sifat manusiawi seperti muncul di antara jari-jari. |
وَمَاءُ
(الْعَيْنِ) وَهُوَ الشَّقُّ فِي الْأَرْضِ يَنْبُعُ مِنْهُ الْمَاءُ عَلَى
سَطْحِهَا غَالِبًاً، وَهِيَ عَلَى ثَلَاثَةِ أَقْسَامٍ أَرْضِيَّةٍ
كَالتَّابِعَةِ مِنْ أَرْضٍ أَوْ جَبَلٍ وَحَيَوَانِيَّةٍ صُورَةً كَالنَّابِعَةِ
مِنْ الزُّلَالِ، وَهُوَ شَيْءٌ يَنْعَقِدُ مِنْ دُخَانٍ يَرْتَفِعُ مِنْ
الْمَاءِ عَلَى صُورَةِ الدُّودِ تُوجَدُ فِي نَحْوِ الثَّلْجِ، وَلَيْسَ
بِدُودٍ لِأَنَّهُ يَنْمَاعُ عِنْدَ عُرُوضِ الْحَرَارَةِ لَهُ، وَإِنْسَانِيَّةٍ كَالنَّابِعَةِ مِنْ
بَيْنِ أَصَابِعِهِ |
(6) Air salju, yaitu air
yang turun dari langit dalam bentuk cair, lalu membeku di tanah karena suhu
yang sangat dingin, dan biasanya hanya ditemukan di wilayah yang dingin
seperti wilayah Syam. (7) Air beku, yaitu air
yang turun dari langit dalam bentuk beku seperti garam, lalu mencair di
tanah, dan hal ini dapat ditemukan misalnya di Mekkah. |
(وَمَاءُ الثَّلْجِ) بِفَتْحِ الثَّاءِ الْمُثَلَّثَةِ،
وَهُوَ النَّازِلُ مِنْ السَّمَاءِ مَائِعًاً، ثُمَّ يُجْمَدُ عَلَى الْأَرْضِ
مِنْ شِدَّةِ الْبَرْدِ، وَلَا يُوجَدُ إِلَّا فِي الْبِلَادِ الْبَارِدَةِ
كَالشَّامِ (وَمَاءِ الْبَرْدِ) بِفَتْحِ الرَّاءِ وَهُوَ النَّازِلُ مِنْ
السَّمَاءِ جَامِدًا كَالْمِلْحِ، ثُمَّ يَنْمَاعُ عَلَى الْأَرْضِ كَمَا
يُوجَدُ فِي مَكَّةَ |
Dan ketujuh macam air
ini, yaitu sifat-sifat ini serta yang lainnya, kecuali air yang berasal dari
bawah tanah seperti yang muncul di antara jari-jari, tergabung dalam
ucapanmu: “Apa yang turun dari langit atau mengalir dari bawah tanah, dengan
berbagai sifat seperti rasa, warna, atau keuntungan, yang merupakan asal
penciptaan, yaitu asal dari keberadaan”. Namun, hal ini hanya berdasarkan
pengamatan saat ini. Jika tidak, maka mencakup semua air yang turun dari
langit, Allah Ta'ala berfirman: 'Tidakkah kamu perhatikan bahwa Allah
telah menurunkan air dari langit, kemudian Dia menyalurkannya menjadi mata
air di bumi?' (Az-Zumar, ayat 21). |
(وَيَجْمَعُ هَذِهِ السَّبْعَةَ) أَيْ وَغَيْرَهَا مَا
عَدَا الْمَاءَ النَّابِعَ مِنْ بَيْنِ أَصَابِعِهِ (قَوْلُكَ) هِيَ (مَا نَزَلَ
مِنْ السَّمَاءِ أَوْ نَبَعَ مِنْ الْأَرْضِ عَلَى أَيِّ صِفَةٍ كَانَ مِنْ
طَعْمٍ أَوْ لَوْنٍ أَوْ رِبْحٍ مِنْ أَصْلِ الْخِلْقَةِ أَيْ مِنْ أَصْلِ
الْوُجُودِ، وَهَذَا إِنَّمَا هُوَ بِحَسَبِ ظَاهِرِ الْعِيَانِ الْآنَ،
وَإِلَّا فَجَمِيعُ الْمِيَاهِ نَزَلَتْ مِنْ السَّمَاءِ. قَالَ اللَّهُ
تَعَالَى: (أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ أَنْزَلَ مِنْ السَّمَاءِ مَاءً
فَسَلَكَهُ يَنَابِيعَ فِي الْأَرْضِ) [سُورَةُ الزُّمُرِ، الْآيَةَ: ٢١ |
Kemudian air, yaitu
setiap jenis air yang telah disebutkan sebelumnya, dibagi menjadi empat
kategori berdasarkan sifatnya. Salah satu dari kategori-kategori ini adalah
air yang suci dalam dirinya sendiri, tanpa adanya atribut yang ditujukan
kepada hal lain. Ini adalah air yang memurnikan yang dapat digunakan untuk
menghilangkan hadats, membersihkan kotoran, atau tujuan serupa, seperti mandi
sunah. Penggunaannya tidak makruh, |
(ثُمَّ الْمِيَاهُ) أَيْ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْ الْمِيَاهِ
الْمُتَقَدِّمِ ذِكْرُهَا (تَنْقَسِمُ) بِحَسَبِ وَصْفِهَا (عَلَى أَرْبَعَةِ
أَقْسَامٍ أَحَدُهَا طَاهِرٌ فِي نَفْسِهِ) أَيْ لِذَاتِهِ مِنْ غَيْرِ ضَمِّ
وَصْفٍ إِلَيْهِ (مُطَهِّرٌ لِغَيْرِهِ) أَيْ مُحَصِّلُ الطَّهَارَةِ لِغَيْرِهِ
مِنْ رَفْعِ حَدَثٍ أَوْ إِزَالَةِ خَبَثٍ أَوْ نَحْوِهِمَا كَالطَّهَارَةِ
الْمَنْدُوبَةِ (غَيْرُ مَكْرُوهٍ اسْتِعْمَالُهُ) |
Yaitu air yang tidak
terikat oleh kategori-kategori tertentu. Ini berlaku ketika seseorang
memiliki pemahaman bahasa dan keadaan air tidak dibatasi oleh atribut
tertentu, seperti mengatakan bahwa ini adalah air laut. |
(وَهُوَ الْمَاءُ الْمُطْلَقُ عَنْ
قَيْدٍ لَازِمٍ) عِنْدَ الْعَالِمِ بِحَالِهِ مِنْ أَهْلِ اللِّسَانِ بِأَنْ
لَمْ يُقَيِّدْ أَصْلًا، أَنْ تَقُولَ هَذَا مَاءٌ أَوْ قُيِّدَ قَيدّا
مُنْفَكًّا كَأَنْ تَقُولَ هَذَا مَاءُ الْبَحْرِ |
Oleh karena itu,
pengikatan air dalam beberapa konteks tertentu tidak berdampak pada hukum
penggunaannya pada beberapa waktu, seperti air dari sumur dalam keadaan
asalnya. Keluar dari pengikatan secara mutlaq adalah air yang diikat dengan
qoyid lazim dalam seluruh waktu, sebagai contoh, pengikatan air dalam
ungkapan "air semangka", Atau pengikatan sifat dalam firman Allah; 'dari
air yang mengalir' (At Thariq: 6), atau kata "lâm ‘Ahdi"
dalam sabda Nabi; 'Sesungguhnya air berasal dari air,' yang berarti
bahwa kewajiban mandi harus dilakukan dengan air mutlak ketika keluarnya
mani. |
(فَلَا
يَضُرُّ الْقَيْدُ الْمُنْفَكُّ) فِي بَعْضِ الْأَوْقَاتِ (كَمَاءِ الْبِئْرِ
فِي كَوْنِهِ مُطْلَقًا) وَخَرَجَ بِقَيْدِ الْإِطْلَاقِ مَا قُيِّدَ بِقَيْدٍ
لَازِمٍ فِي جَمِيعِ الْأَوْقَاتِ كَالْإِضَافَةِ فِي قَوْلِهِمْ مَاءُ
الْبِطِّيخِ، أَوْ الصِّفَةِ فِي قَوْلِهِ تَعَالَى: مِنْ مَاءٍ دَافِقٍ، أَوْ لَامَ الْعَهْدِ فِي قَوْلِهِ :
إنَّمَا الْمَاءُ مِنْ الْمَاءِ» أَيْ إِنَّمَا وُجُوبُ الْغَسْلِ بِالْمَاءِ
الْمُطْلَقِ مِنْ خُرُوجِ الْمَنِيِّ |
Kategori kedua adalah
air yang suci, bersih, bermanfaat, namun penggunaannya makruh, baik menurut
hukum syariah maupun dalam pengobatan, terutama untuk individu yang mungkin
menderita penyakit kulit seperti kusta. Ini berlaku untuk individu hidup
maupun yang telah meninggal dunia, serta untuk hewan seperti kuda. |
(وَالثَّانِي طَاهِرٌ مُطَهِّرٌ مَكْرُوهٌ
اسْتِعْمَالُهُ) شَرْعًا وَطِبًّا تَنْزِيهًا فِي الْبَدَنِ) أَيْ بَدَنِ مَنْ
يُخْشَى عَلَيْهِ الْبَرَصُ كَالْآدَمِيِّ وَلَوْ مَيِّتًا وَالْخَيْلِ
الْبَلْقِ، |
Tidak ada perbedaan
antara penggunaan air ini pada bagian tubuh yang terlihat dan yang tidak
terlihat, seperti mengonsumsi air atau menggunakannya dalam bentuk cairan. Tidak
untuk membersihkan pakaian atau lainnya seperti tanah atau hal sejenis. |
وَلَا فَرْقَ بَيْنَ ظَاهِرِ الْبَدَنِ وَبَاطِنِهِ
كَشُرْبٍ وَلَوْ فِي مَائِعٍ (لَا فِي الثَّوْبِ وَلَا فِي الطِّينِ وَنَحْوِهِ |
Yaitu air yang terpapar
sinar matahari, sehingga ada pengendapan yang terlihat di permukaan air. Ini
berarti bahwa air tersebut telah dipanaskan oleh sinar matahari. Tidak ada
perbedaan dalam kemakruhan penggunaan air ini berdasarkan jumlah air yang
terkena matahari, apakah itu sedikit atau banyak, atau apakah air itu terkena
langsung sinar matahari atau tidak. Namun, air yang terpapar secara langsung
oleh sinar matahari lebih kuat dalam kemakruhan penggunaannya karena pengaruh
yang lebih besar dari sinar matahari. |
(وَهُوَ
الْمَاءُ الْمُشَمَّسُ أَيْ الْمُسَخَّنُ بِتَأْثِيرِ الشَّمْسِ فِيهِ) أَيْ
الْمَاءِ بِحَيْثُ تَنْفَصِلُ مِنْ الْإِنَاءِ زُهُومَةٌ تَظْهَرُ عَلَى وَجْهِ
الْمَاءِ مَعَ كَوْنِهَا مُنْبَثَّةً فِيهِ أَيْضًاً، وَلَا فَرْقَ فِي
الْكَرَاهَةِ بَيْنَ الْقَلِيلِ وَالْكَثِيرِ وَالْمُغَطَّى وَالْمَكْشُوفِ
لَكِنَّ الْمَكْشُوفَ أَشَدُّ كَرَاهَةً لِشِدَّةِ تَأْثِيرِ الشَّمْسِ فِيهِ |
Dan kemakruhan
penggunaan air yang terkena panas, baik menurut hukum syariah maupun dalam
pengobatan, terutama ketika air tersebut panas misal yang terjadi di daerah
seperti Hijaz selama musim panas. Kemakruhan ini tidak berlaku untuk air yang
suhu panasnya sedang, seperti di Mesir, atau air yang dingin, seperti di
Syam. Oleh karena itu, di daerah-daerah tersebut tidak makruh, bahkan jika
ini terjadi selama musim panas yang panas. |
(وَإِنَّمَا يُكْرَهُ) ذَلِكَ الْمَاءُ (شَرْعًا) أَيْ
وَطِبًّا بِقُطْرٍ) حَارٍّ) كَالْحِجَازِ فِي الصَّيْفِ لَا بِقُطْرٍ مُعْتَدِلٍ
كَمِصْرَ أَوْ بَارِدٍ كَالشَّامِ، فَلَا يُكْرَهُ الْمُشَمَّسُ فِيهِمَا،
وَلَوْ فِي الصَّيْفِ الصَّائِفِ |
Dan air ini dalam wadah
yang terbuat dari logam seperti timah atau tembaga, yang dapat menahan panas
dengan baik, meskipun tidak dicetak, misalnya telaga di gunung dari besi. |
(فِي
إِنَاءٍ مُنْطَبَعٍ) أَيْ قَابِلٍ لِدَقِّ الْمُطَارَقِ عَلَيْهِ كَالرَّصَاصِ
وَالنُّحَاسِ، وَإِنْ لَمْ يُطْرَقْ كَبِرْكَةٍ فِي جَبَلِ حَدِيدٍ |
Kecuali dalam wadah dari
dua logam mulia, yaitu emas dan perak. Tidak dianggap makruh jika air itu
terpapar sinar matahari dalam wadah-wadah tersebut, karena air tidak akan
berubah atau berpengaruh pada kemurnian logam-logam tersebut. Namun, haram
menggunakan peralatan makan dan minum dari emas dan perak dalam kehidupan
sehari-hari. |
(إِلَّا إِنَاءَ
النَّقْدَيْنِ) أَيْ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ فَلَا يُكْرَهُ الْمُشَمَّسُ
فِيهِمَا مِنْ حَيْثُ هُوَ (لِصَفَاءِ جَوْهَرِهُمَا) فَلَا يَنْفَصِلُ
عَنْهُمَا شَيْءٌ، وَإِنْ حَرُمَ مِنْ حَيْثُ اسْتِعْمَالُ آنِيَةِ الذَّهَبِ
وَالْفِضَّةِ، |
Jika wadah memiliki
lapisan dari salah satu dari keduanya (emas atau perak), seperti wadah mereka
sendiri, maka jika lapisan tersebut sangat tipis sehingga tidak mencegah air mengenai
bahan di dalamnya dan tidak menyebabkan terlepasnya lapisan dari wadah, maka
penggunaan wadah tersebut tidak dianggap makruh. Namun, jika tidak maka dimakruhkan. |
وَالْإِنَاءُ الْمُمَوَّهُ بِأَحَدِهِمَا كَإِنَائِهِمَا
إِنْ كَثُرَ الْمُمَوَّهُ بِهِ بِحَيْثُ يَمْنَعُ التَّمْوِيهُ انْفِصَالَ
شَيْءٍ مِنْ الْإِنَاءِ فَلَا يُكْرَهُ وَإِلَّا كُرِهَ ، |
Dan ketika suhu air
menjadi dingin, maka kemakruhannya hilang. Meskipun jika kemudian air
dipanaskan dengan api setelah menjadi dingin, maka kemakruhannya tidak
kembali. |
(وَإِذَا بَرُدَ) أَيْ الْمُشَمَّسِ زَالَتْ الْكَرَاهَةُ. وَإِنْ سُخِّنَ بِالنَّارِ بَعْدَ
بُرُودَتِهِ فَلَا تَعُودُ الْكَرَاهَةُ |
Dan Imam Nawawi memilih
ketiadaan kemakruhan secara mutlak, yaitu baik ketika syarat-syarat terpenuhi
atau tidak, karena kelemahan dalilnya. Ini berdasarkan perkataan Nabi SAW
kepada Aisyah: “Jangan lakukan itu, wahai Humairah”, karena hadis ini
dianggap lemah oleh beberapa ahli hadis. Oleh karena itu, Imam Nawawi memilih
untuk menghilangkan kemakruhannya. |
(وَاخْتَارَ النَّوَوِيُّ عَدَمَ الْكَرَاهَةِ
مُطْلَقًاً) أَيْ وُجِدَتْ الشُّرُوطُ أَوْ لَا لِضُعْفِ الدَّلِيلِ وَهُوَ
قَوْلُهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِعَائِشَةَ : لَا تَفْعَلِي يَا
حُمَيْرَاءُ، فَإِنَّهُ ضَعِيفٌ عِنْدَ بَعْضِ
الْمُحَدِّثِينَ، فَاخْتَارَ النَّوَوِيُّ مِنْ أَجْلِ ضَعْفِهِ عَدَمَ
الْكَرَاهَةِ |
Dan suhu yang sangat
panas dan sangat dingin juga dianggap makruh, berbeda dari yang sedikit.
Bahkan jika air dipanaskan dengan sesuatu yang najis. Hal ini berbeda dari
pendapat Imam Ahmad bin Hanbal, namun tidak ada perbedaan dalam
kemakruhannya, baik itu dalam konteks bersuci atau lainnya. |
(وَيُكْرَهُ أَيْضًاً شَدِيدُ السُّخُونَةِ
وَالْبُرُودَةِ) بِخِلَافِ قَلِيلِهِمَا، وَلَوْ كَانَ مُسَخَّنًاً بِنَجَسٍ
خِلَافًا لِلْإِمَامِ أَحْمَدَ. وَلَا فَرْقَ فِي الْكَرَاهَةِ بَيْنَ
الطَّهَارَةِ وَغَيْرِهَا |
Dan bagian ketiga adalah
yang suci dalam dirinya sendiri, sehingga penggunaannya diperbolehkan
meskipun makruh, seperti untuk minum atau memasak. Bagian ini tidak
membersihkan yang lain, dan terbagi menjadi dua bagian. Yang pertama adalah
air sedikit yang digunakan untuk menghilangkan hadas, seperti air pertama
yang digunakan dalam wudhu wajib atau mandi, atau untuk menghilangkan najis
meskipun harus dibuang, seperti darah kecoa. |
(وَالْقِسْمُ الثَّالِثُ طَاهِرٌ فِي نَفْسِهِ) فَيَحِلُّ
اسْتِعْمَالُهُ مَعَ الْكَرَاهَةِ كَالشُّرْبِ وَالطَّبْخِ (غَيْرُ مُطَهِّرٍ
لِغَيْرِهِ وَهُوَ يَنْقَسِمُ قِسْمَيْنِ الْأَوَّلُ (الْمَاءُ) الْقَلِيلُ
(الْمُسْتَعْمَلُ فِي رَفْعِ حَدَثٍ) وَهُوَ مَاءُ الْمَرَّةِ الْأُولَى فِي
وُضُوءٍ وَاجِبٍ أَوْ غَسْلٍ كَذَلِكَ (أَوْ إِزَالَةِ (نَجَسٍ) وَلَوْ
مَعْفُوًّاً عَنْهُ كَدَمِ الْبَرَاغِيثِ |
Syarat untuk menghukumi
suci air mustamal adalah jika air tersebut tidak berubah dan tidak bertambah
beratnya setelah terpisah dari tempat yang dibasuh, dibandingkan dengan
keadaan air tersebut sebelum digunakan untuk membasuh, setelah
memperhitungkan berapa banyak air yang meresap ke dalam benda yang terbasuh
dan berapa banyak kotoran yang dikeluarkannya. Dan air harus sampai ke
kotoran, dan tempat tersebut harus menjadi bersih. |
وَشَرْطُ الْحُكْمِ بِطَهَارَةِ الْمُسْتَعْمَلِ فِي
ذَلِكَ (إِنْ لَمْ يَتَغَيَّرْ وَلَمْ يَزِدْ وَزْنُهُ بَعْدَ انْفِصَالِهِ عَنْ
الْمَحَلِّ الْمَغْسُولِ عَمَّا كَانَ) أَيْ عَنِ الْقَدْرِ الَّذِي كَانَ
عَلَيْهِ قَبْلَ الْغُسْلِ بِهِ بَعْدَ اعْتِبَارِ مَا يَتَشَرَّبُهُ
الْمَغْسُولُ مِنْ الْمَاءِ وَبَعْدَ اعْتِبَارِ مَا يَمُجُّهُ الْمَغْسُولُ
مِنْ الْوَسَخِ، وَكَانَ الْمَاءُ وَارِدًا عَلَى النَّجَاسَةِ، وَقَدْ طَهُرَ
الْمَحَلُّ |
Jika air tersebut
mengalami perubahan, meskipun sedikit, atau jika beratnya bertambah setelah
memperhitungkan seberapa banyak air yang meresap ke dalamnya dari kotoran dan
seberapa banyak air yang dikeluarkannya setelah perhitungan itu, atau jika
air telah masuk terlebih dahulu dan kemudian benda yang tercemar diletakkan
di dalamnya, atau jika tempat yang terkena najis tetap memiliki rasa, warna,
atau bau najis, maka itu dianggap sebagai bagian dari kategori air najis yang
akan dijelaskan nanti. |
فَإِنْ تَغَيَّرَ ذَلِكَ الْمَاءُ وَلَوْ يَسِيرًاً أَوْ
زَادَ وَزْنُهُ بَعْدَ اعْتِبَارِ مَا يَأْخُذُهُ الْمَاءُ مِنْ الْوَسَخِ
وَالْمَغْسُولُ مِنْ الْمَاءِ أَوْ كَانَ الْمَاءُ مَوْرُودًا كَأَنْ وَضَعَ
أَوَّلًا الْمَاءَ، ثُمَّ وُضِعَ فِيهِ الثَّوْبُ الْمُتَنَجِّسُ، أَوْ لَمْ
يَطْهُرْ الْمَحَلُّ بِأَنْ بَقِيَ لِلنَّجَاسَةِ طَعْمٌ أَوْ لَوْنٌ أَوْ
رِيحٌ، فَهُوَ مِنْ أَفْرَادِ الْقَسْمِ النَّجِسِ الْآتِي |
Yang kedua air yang
beubah rasa atau warna atau baunya, sama saja perubahannya sedikit ataupun
banyak. Dari bagian ini air berubah salah satu sifatnya sebab benda suci yang
larut di dalamnya seperti misk, dengan perubahan yang banyak sekiranya sampai
mencegak kemutlakan nama air, yaitu dengan munculnya nama lain sebab
pencmpuran itu sehingga hilang sifat kemutlakannya. |
(وَ) الثَّانِي الْمَاءُ (الْمُتَغَيِّرُ) طَعْمُهُ أَوْ
لَوْنُهُ أَوْ رِيحُهُ سَوَاءٌ كَانَ قَلِيلًا أَمْ كَثِيرًا (أَيْ) وَمِنْ
هَذَا الْقِسْمِ الْمَاءُ الْمُتَغَيِّرِ أَحَدُ أَوْصَافِهِ بِمَا أَيْ
بِشَيْءٍ خَالَطَهُ مِنْ الطَّاهِرَاتِ الْمُسْتَغْنَى عَنْهَا كَمِسْكٍ
(تَغَيُّرًا) كَثِيرًا بِحَيْثُ يَمْنَعُ إِطْلَاقَ اسْمِ الْمَاءِ عَلَيْهِ
بِأَنْ يَحْدُثَ لَهُ بِسَبَبِ الْمُخَالَطَةِ اسْمٌ آخَرُ يَزُولُ بِهِ وَصْفُ
الْإِطْلَاقِ |
Air yang berubah
hukumnya suci dalam dirinya sendiri namun tidak mensucikan pada selain benda
yang mencampurinya. Adapun benda yang mencampuri air maka dihukumi suci,
sebagaimana jika ingin mensucikan adonan atau lumpur kemudian air dituangkan
padanya, maka air menjadi berubah meskipun perubahannya banyak sebelum
sampainya air keseluruh bagian, maka air tetap bisa mensucikan seluruh
bagiannya dengan sampainya air pada seluruh bagian ini. Dan meskipun
perubahannya banyak karena dhorurat karena tidak sampai keseluruh bagian
bendanya kecuali setelah berubah airnya. |
(فَإِنَّهُ) أَيْ الْمَاءَ الْمُتَغَيِّرَ (طَاهِرٌ) أَيْ
فِي نَفْسِهِ (غَيْرُ مُطَهِّرٍ) لِغَيْرِ مَا خَالَطَهُ. أَمَّا لِمُخَالِطِهِ فَإِنَّهُ
مُطَهَّرٌ كَمَا لَوْ أُرِيدَ تَطْهِيرُ عَجِينٍ أَوْ طِينٍ فَصُبَّ عَلَيْهِ
الْمَاءُ، فَتَغَيَّرَ بِهِ وَلَوْ كَثِيرًا قَبْلَ وُصُولِهِ لِلْجَمِيعِ،
فَإِنَّهُ يُطَهِّرُ جَمِيعَ أَجْزَائِهِ بِوُصُولِهِ لَهَا، وَإِنْ كَانَ مُتَغَيِّرًا
كَثِيرًا لِلضَّرُورَةِ، لِأَنَّهُ لَا يَصِلُ إِلَى جَمِيعِ أَجْزَائِهِ إِلَّا
بَعْدَ تَغَيُّرِهِ |
Baik perubahan airnya berupa perubahan yang terang, yakni yang bisa
ditemukan oleh pengecap, perasa dan penglihatan, atau perubahannya
dikira-kirakan yakni yang tidak bisa ditemukan dengan indera-indera tadi.
Misalnya air tercampuri sesuatu yang sifatnya cocok dengan air tersebut dari
segi rasa, warna dan baunya, misalnya air mawar yang sudah hilang baunya,
maksudnya rasa dan baunya. |
(حِسِّيًّا كَانَ التَّغَيُّرُ) بِأَنْ كَانَ يُدْرَكُ
بِالشَّمِّ أَوْ بِالذَّوْقِ أَوْ بِالْبَصَرِ (أَوْ تَقْدِيرِيًّا) أَيْ بِأَنْ
كَانَ لَا يُدْرِكُ بِذَلِكَ (كَأَنْ اخْتَلَطَ بِالْمَاءِ مَا يُوَافِقُهُ فِي
صِفَاتِهِ كُلِّهَا الَّتِي هِيَ الطَّعْمُ وَاللَّوْنُ وَالرِّبْحُ كَمَاءِ
الْوَرْدِ الْمُنْقَطِعِ الرَّائِحَةِ) أَيْ الطَّعْمُ وَاللَّوْنُ |
(Dan air yang mustamal) maka diukur sebagai yang berbeda, sedang di
antara sifat-sifat tertinggi. Dan sifat terendahnya adalah rasa seperti buah
delima, warnanya seperti jus, dan baunya seperti ladanum (laban jantan). Maka
jika ia berpaling dari pengukuran dan menyerangnya serta menggunakannya,
cukup (digunakan), karena inti perkaranya adalah ia ragu-ragu tentang
perubahan yang berbahaya, dan asalnya adalah tidak adanya perubahan. |
(وَالْمَاءِ الْمُسْتَعْمَلِ) فَيُقَدَّرُ مُخَالِفًا
وَسَطًا بَيْنَ أَعْلَى الصِّفَاتِ. وَأَدْنَاهَا الطَّعْمُ طَعْمُ
الرُّمَّانِ وَاللَّوْنُ لَوْنُ الْعَصِيرِ وَالرِّيحُ رِيحُ اللَّاذَنِ
بِفَتْحِ الذَّالِ الْمُعْجَمَةِ وَهُوَ لَبَانُ الذَّكَرِ. فَإِذَا أَعْرَضَ عَنِ التَّقْدِيرِ
وَهَجَمَ وَاسْتَعْمَلَهُ كَفَى إذْ غَايَةُ الْأَمْرِ أَنَّهُ شَاكٌّ فِي
التَّغَيُّرِ الْمُضِرِّ وَالْأَصْلُ عَدَمُهُ. |
Jika perubahan air
tersebut tidak sampai mencegah kemutlakan nama 'air', maksudnya perubahan
sebab tercampuri sesuatu yang suci dengan perubahan sedikit, atau air
bercampur dengan sesuatu yang sesuai dengan sifat air, seperti air mustamal,
dan diperkirakan berbeda serta tidak sampai
merubahnya, maka
kesucian air tidak hilang dalam kedua contoh di atas. Fiil يسلب mabni majhul
sebagaimana dinuqil dari Ajhuri, sedang huruf fa’ adalah robit untuk jawab. |
(فَإِنْ
لَمْ يَمْنَعْ) أَي التَغَيَّرُ بِالْمُخَالِطِ اطْلَاقَ اسْمِ الْمَاءِ
عَلَيْهِ بِأَنْ كَانَ تَغَيُّرُهُ بِالطَّاهِرِ) أَيْ الْمُخَالِطِ يَسِيرًا
أَوْ اخْتَلَطَ الْمَاءُ بِمَا يُوَافِقُ الْمَاءَ فِي صِفَاتِهِ كَالْمَاءِ
الْمُسْتَعْمَلِ(وَقُدِّرَ مُخَالِفًا) أَيْ وَسَطًا
وَلَمْ يُغَيِّرْهُ فَلَا يُسْلَبُ طَهُورِيَّتُهُ أَيْ فِي الصُّورَتَيْنِ.
وَالْفِعْلُ مَبْنِيٌّ لِلْمَجْهُولِ كَمَا نُقِلَ عَنْ الْأُجْهُورِيِّ
وَالْفَاءُ رَابِطَةٌ لِلْجَوَابِ. |
Maka (ia), yaitu zat
yang berubah itu, mensucikan bagi yang lain. Dan karena itu, Nabi dan
Maimunah mandi dari sebuah mangkuk yang di dalamnya terdapat bekas adonan. |
(فَهُوَ)
أَيْ ذَلِكَ الْمُتَغَيِّرُ (مُطَهِّرٌ لِغَيْرِهِ). وَلِذَلِكَ اغْتَسَلَ هُوَ وَمَيْمُونَةُ مِنْ قَصْعَةٍ فِيهَا أَثَرُ
الْعَجِينِ .اهْ. |
Dan
penyusun (kitab) mengecualikan dengan pernyataannya: (Air tercampur dengan
yang suci yang bersanding dengannya), yaitu air, dan itu adalah sesuatu yang
mungkin dipisahkan. Adapun apa yang tampak berbeda dalam pandangan mata,
seperti minyak, meskipun cair, dan kayu, ini termasuk dalam benda yang
menyandingi air yang tidak larut, jika tidak maka itu termasuk yang larut.
Dan itu seperti urqoqus dan teh. |
(وَاحْتَرَزَ
) أَيْ الْمُصَنِّفُ (بِقَوْلِهِ: خَالَطَهُ عَنْ التَّغَيُّرِ بِالطَّاهِرِ
الْمُجَاوِرِ لَهُ) أَيْ الْمَاءِ، وَهُوَ مَا يُمْكِنُ فَصْلُهُ. أَمَّا مَا
يَتَمَيَّزُ فِي رَأْيِ الْعَيْنِ كَدُهْنٍ، وَلَوْ مَائِعًا وَعَودٍ وَهَذَا
فِي الْمُجَاوِرِ الَّذِي لَا يَتَحَلَّلُ مِنْهُ شَيْءٌ وَإِلَّا فَهُوَ مِنْ
الْمُخَالِطِ، وَذَلِكَ كَالْعُرْقَسُوسِ وَالشَّايِ |
Maka
sesungguhnya air yang berubah sebab benda suci yang bersandingan dengannya,
tetap dalam kesuciannya, yaitu dalam keadaan sebagai penyuci bagi benda yang
lain, (meskipun perubahannya banyak), meskipun perubahan itu terjadi pada
rasa, warna, dan bau secara bersamaan. Tapi jika sampai berubah menjadi nama
lain, seperti jika lemak dilarutkan di dalamnya, lalu dinamai dengan nama
kaldu, maka itu membahayakan, karena timbulnya nama lain itu menunjukkan
adanya pemisahan zat dari yang menyandingi, maka ia menjadi tercampur. |
(فَإِنَّهُ)
أَيْ الْمَاءَ الْمُتَغَيِّرَ بِالطَّاهِرِ الْمُجَاوِرِ لَهُ بَاقٍ عَلَى
طَهُورِيَّتِهِ) أَيْ عَلَى كَوْنِهِ مُطَهِّرًاً لِغَيْرِهِ (وَلَوْ كَانَ
التَّغَيُّرُ كَثِيرًاً) وَلَوْ كَانَ التَّغَيُّرُ بِالطَّعْمِ وَاللَّوْنِ
وَالرِّبْحِ مَعًاً، لَكِنْ إِنْ حَدَثَ لَهُ اسْمٌ آخَرُ كَأَنْ أُذِيبَ فِيهِ
شَحْمٌ، فَصَارَ يُسَمَّى بِاسْمِ الْمَرَقَةِ ضَرَّ ذَلِكَ لِأَنَّ حُدُوثَ
الِاسْمِ الْآخَرِ دَلِيلٌ عَلَى انْفِصَالِ عَيْنٍ مِنْ الْمُجَاوِرِ، فَصَارَ
مُخَالِطًاً |
Begitu
juga air yang berubah sebab benda yang mencampuri yang tidak bisa dihindari,
misalnya tanah, meskipun dilemparkan setelah menumbuknya, dan seperti lumut
jika tidak dilemparkan. |
وَكَذَا الْمُتَغَيِّرُ بِمُخَالِطٍ لَا يَسْتَغْنِي
الْمَاءُ عَنْهُ كَطِينٍ وَإِنْ طُرِحَ بَعْدَ دَقِّهِ (وَطُحْلُبٍ) إِنْ لَمْ
يُطْرَحْ. |
Apabila
lumut itu diambil kemudian dilemparkan dalam keadaan utuh lalu terpecah
dengan sendirinya maka memberikan akibat fatal, sebagaimana pendapat yang
dinuqil dari Ibnu Qasim al Abbadi, dan seperti benda-benda yang ada di tempat
air menetap dan di aliran yang dilewatinya, artinya baik keduanya berupa
benda alami maupun buatan manusia yang menyerupai alami. |
فَإِنْ أُخِذَ ثُمَّ طَرَحَ صَحِيحًا ثُمَّ تَفَتَّتْ
بِنَفْسِهِ ضَرَّ كَمَا نُقِلَ عَنْ ابْنِ قَاسِمٍ الْعَبَّادِيِّ (وَمَافِي مَقِرِّهِ وَمَمَرِّهِ) أَيْ سَوَاءٌ كَانَا خَلْقِيَّيْنِ أَوْ
مَصْنُوعَيْنِ بِحَيْثُ يُشْبِهَانِ الْخَلْقِيَّيْنِ. |
Adapun
air yang berubah lantaran lamanya berdiam, maksudnya berubah sebab benda yang
ada di tempat menetapnya dan yang ada di aliran yang dilewatinya sebab
lamanya berdiam, hukumnya suci dan mensucikan lainnya. Hal itu sebab beratnya
menjaga air dari hal itu, dan sebab tidak bercampurnya air dengan sesuatu
selama berdiam lama. |
وَالْمُتَغَيِّرُ بِطُولِ الْمُكْثِ فَإِنَّهُ أَيْ
الْمَاءَ الْمُتَغَيِّرَ بِمَا فِي مَقَرِّهِ وَمَمَرِّهِ بِطُولِ الْمُكْثِ
(طَهُورٌ) أَيْ مُطَهِّرٌ لِغَيْرِهِ، وَذَلِكَ لِمَشَقَّةِ صَوْنِ الْمَاءِ
عَنْ ذَلِكَ، وَلِعَدَمِ مُخَالَطَةِ الْمَاءِ بِشَيْءٍ فِي صُورَةِ طُولِ
الْمُكْثِ، |
Dan
pendapat yang lebih kuat adalah bahwa air yang berubah dengan sesuatu itu
adalah mutlak, dan dikatakan bahwa dikecualikan dari yang mutlak itu untuk
memudahkan hamba-hamba Allah dalam membolehkan bersuci dengannya. |
وَالرَّاجِحُ أَنَّ الْمُتَغَيِّرَ بِشَيْءٍ مُطْلَقٌ
وَقِيلَ مُسْتَثْنًى مِنْ غَيْرِ الْمُطْلَقِ تَسْهِيلًا عَلَى الْعِبَادِ فِي
جَوَازِ الطُهْرِ بِهِ |
Dan
bagian keempat adalah air najis, yaitu air yang tercemar najis. Ini terbagi
menjadi dua jenis: Pertama,
air yang sedikit yang tercemar dengan najis, baik yang mengubah sifat air
ataupun tidak. |
(وَالْقِسْمُ الرَّابِعُ مَاء نَجِسٌ) أَيْ مُتَنَجِّسٌ
(وَهُوَ قِسْمَانِ) أَيْ نَوْعَانِ: (أَحَدُهُمَا: قَلِيلٌ وَهُوَ) أَيْ
الْمَاءُ الْمُتَنَجِّسُ (الَّذِي حَلَّتْ) أَيْ وَرَدَتْ (فِيهِ نَجَاسَةٌ)
مُنَجِّسَةٌ (تَغَيَّرَ) الْمَاءُ الَّذِي وَرَدَتْ عَلَيْهِ النَّجَاسَةُ (أَمْ
لَا، |
Ini
berbeda dengan pendapat Imam Malik yang menyatakan bahwa air tidak menjadi
najis meskipun dalam jumlah yang sedikit, kecuali jika terjadi perubahan
padanya, dan banyak dari pengikut mazhab Syafi'i juga memilih pendapat ini. |
خِلَافًا لِلْإِمَامِ مَالِكٍ حَيْثُ قَالَ: لَا يَنْجُسُ
الْمَاءُ وَلَوْ قَلِيلًا إِلَّا بِالتَّغَيُّرِ، وَاخْتَارَهُ كَثِيرٌ مِنْ
الشَّافِعِيَّةِ |
Keadaan
air yang terkena najis kurang dari 2 qulah secara yaqin walaupun air dalam
keadaan mengalir. Ucapan mushonif ماء dibaca panjang (mad) dan dibaca rofa.
Jika najis tidak larut namun bersentuhan dengan air, dan air tersebut dalam
jumlah yang sedikit, maka air juga menjadi najis. Namun, jika najis tidak
larut dalam air, tetapi bau najis di tepi sungai menyebabkan perubahan dalam
air, itu tidak menjadi masalah. Karena itu hanya bau yang tidak mencampur
atau bersentuhan langsung dengan air. |
(وَهُوَ أَيْ وَالْحَالُ أَنَّهُ) أَيْ الْمَاءَ
الْوَارِدَ عَلَيْهِ نَجَاسَةٌ مَاءٌ دُونَ (الْقُلَّتَيْنِ أَيْ يَقِينًا
وَلَوْ جَارِيًا، قَوْلُهُ مَاءٌ بِالْمَدِّ وَالرَّفْعِ، فَإِنْ لَمْ تَحِلَّ
النَّجَاسَةُ فِيهِ وَلَاقَتْهُ وَهُوَ قَلِيلٌ تَنَجَّسَ أَيْضًا. وَإِنْ لَمْ
تَحِلَّ فِيهِ لَكِنْ تَغَيَّرَ بِرِيحِ النَّجَاسَةِ الَّتِي عَلَى الشَّطِّ
لَمْ يَضُرَّ، لِأَنَّهُ مُجَرَّدُ اسْتِرْوَاحٍ مِنْ غَيْرِ حُلُولٍ وَلَا
مُلَاقَاةٍ |
Dan
yang dikecualikan dari najis dalam kategori ini adalah bangkai yang tidak
memiliki cairan (seperti darah) dalam kondisinya yang biasa saat dibunuh atau
ketika ada bagian tubuh yang terpotong darinya saat hidupnya, seperti lalat. |
(وَيُسْتَثْنَى مِنْ) نَجَاسَةِ (هَذَا الْقِسْمِ
الْمَيْتَةُ الَّتِي لَا دَمَ لَهَا سَائِلٌ) أَيْ فِي عَادَتِهَا عِنْدَ
قَتْلِهَا أَوْ شَقِّ عُضْوٍ مِنْهَا) فِي حَيَاتِهَا (كَالذُّبَابِ) |
Jika
ada keraguan mengenai apakah darah hewan mengalir atau tidak, maka menurut
al-Ghazali, membelahnya di bawah sinar matahari pada pasir adalah
diperbolehkan karena alasan kebutuhan. |
فَإِنْ شَكَّ فِي السَّيَلَانِ وَعَدَمِهِ جَازَ الشَّقُّ
عِنْدَ الشَّمْسِ الرَّمْلِيِّ تَبَعًا لِلْغَزَالِيِّ لِأَنَّهُ لِحَاجَةٍ ، |
Namun,
menurut Imam Al-Haramain, membelahnya tidak diperbolehkan karena dianggap
sebagai penyiksaan, dan aturannya adalah berdasarkan prinsip bahwa darahnya
dianggap tidak mengalir berdasarkan hukum asal dalam hal kesucian air,
sehingga darah tersebut tidak menajiskan sebab keraguan. Hukum tidak dima’fu
saat seseorang ragu dengan status bangkai hewan di atas lantaran kema’fuan
merupakan rukhsos (keringanan hukum), dan rukhsoh hanya bisa diperoleh dengan
keyakinan. |
وَقَالَ تَبَعًا لِإِمَامِ الْحَرَمَيْنِ لَا يَجُوزُ
الشَّقُّ لِأَنَّهُ تَعْذِيبٌ، وَلَهُ حُكْمُ مَا يَتَحَقَّقُ عَدَمُ سَيَلَانِ
دَمِهِ عَمَلًا بِالْأَصْلِ فِي طَهَارَةِ الْمَاءِ، فَلَا تُنَجِّسُهُ
بِالشَّكِّ، وَيُحْتَمَلُ عَدَمُ الْعَفْوِ لِأَنَّ الْعَفْوَ رُخْصَةٌ فَلَا
يَرْجِعُ إِلَيْهَا إِلَّا بِيَقِينٍ. |
Bangkai hewan tanpa darah mengalir tidak menajiskan air selama tidak
dilempar kedalam air, yakni jatuh dengan sendirinya, atau memang muncul di
dalam air seperti cacing dalam cuka dan keju. Selain itu hewan tersebut tidak
sampai merubah air sebab mati di dalamnya. Maka apabila air sampai berubah
meskipun sedikit dihukumi najis. Dan tidak bisa menjadi suci sebab hilangnya
perubahan tersebut selama airnya masih sedikit. |
إِنْ لَمْ تُطْرَحْ أَيْ الْمَيْتَةُ (فِيهِ) أَيْ
الْمَاءِ، بِأَنْ وَقَعَتْ بِنَفْسِهَا، أَوْ كَانَتْ نَاشِئَةً فِيهِ كَدُودِ
الْخَلِّ وَالْجُبْنِ، (وَلَمْ تُغَيِّرْهُ) بِمَوْتِهَا فِيهِ. فَإِنْ
غَيَّرَتْهُ وَلَوْ يَسِيرًا تَنَجَّسَ. وَلَا يَطْهُرُ بِزَوَالِ تَغَيُّرِهِ
مَا دَامَ قَلِيلًا. |
Jika
ular dilemparkan ke dalam air dan mati sebelum mencapainya, atau jika sudah
mati kemudian hidup kembali sebelum mencapainya, maka dalam kedua kasus itu,
air tidak menjadi najis menurut pendapat yang lebih kuat. Dan pelemparan ular
ke dalam air tidak merusak air hanya dengan bau atau zat cair, bahkan jika
ada dalam jumlah besar, seperti air sedikit dalam hukumnya. |
فَلَوْ طُرِحَتْ فِيهِ حَيَّةٌ وَمَاتَتْ قَبْلَ
وُصُولِهَا إِلَيْهِ أَوْ مَيْتَةً فَحَيَّتْ قَبْلَ وُصُولِهَا إِلَيْهِ لَمْ
تَضُرَّ فِي الْحَالَيْنِ عَلَى الرَّاجِحِ، وَلَا يَضُرُّ طَرْحُهَا بِالرِّيحِ
فَقَطْ وَالْمَائِعِ، وَلَوْ كَثِيرًا كَالْمَاءِ الْقَلِيلِ فِي حُكْمِهِ |
Demikian
pula, najis yang tidak dapat terlihat oleh mata manusia yang sehat, seperti
ketika lalat mendarat di atas najis yang basah, dan seseorang tidak melihat
apa yang menempel pada lalat tersebut adalah najis, atau jika seseorang
melihatnya dengan penglihatan yang kuat tanpa membunuh lalat tersebut,
kemudian lalat tersebut jatuh ke dalam air atau benda cair, maka keduanya,
baik bangkai hewan yang tidak memiliki cairan darah mengalir dan najis yang
tidak dapat terlihat oleh mata manusia yang sehat, tidak akan menajiskan air
itu. Hal ini dilakukan untuk menghindari kesulitan. |
(وَكَذَا النَّجَاسَةُ الَّتِي لَا يُدْرِكُهَا
الطَّرَفُ) أَيْ الْمُعْتَدِلُ، كَمَا إِذَا عَفَّ الذُّبَابُ عَلَى نَجَسٍ
رَطْبٍ لَمْ يُشَاهَدْ مَا عَلِقَ بِهِ مِن النَّجَاسَةِ، أَوْ رَآهُ قَوِيُّ
الْبَصَرِ دُونَ مَقْتُولِهِ، ثُمَّ وَقَعَ فِي مَاءٍ قَلِيلٍ أَوْ مَائِعٍ،
فَكُلٌّ مِنْهُمَا أَيْ الْمَيْئَةِ الَّتِي لَا دَمَ لَهَا سَائِلٌ
وَالنَّجَاسَةُ الَّتِي لَا يُدْرِكُهَا الطَّرَفُ لَا يُنَجِّسُ) الْمَاءَ
الْقَلِيلَ وَ (الْمَائِعَ) لِمَشَقَّةِ الِاحْتِرَازِ عَنْهُمَا |
Dikecualikan
juga beberapa contoh yang disebutkan dalam kitab-kitab yang lebih luas
penjelasannya. Maksudnya dari sisi dima’funya, bukan batasan adanya najis
ma’fu itu di dalam air. Salah satu contohnya adalah kotoran hewan ternak yang
dijadikan roti. |
(وَيُسْتَثْنَى
أَيْضًا صُوَرٌ مَذْكُورَةٌ فِي الْمَبْسُوطَاتِ) أَيْ مِنْ حَيْثُ الْعَفْوُ
عَنْهَا، لَا بِقَيْدِ كَوْنِهَا فِي الْمَاءِ، مِنْهَا السِّرْجِينُ الَّذِي
يُخْبَزُ بِهِ، |
Makanan
ini dima’fu untuk dimakan atau mencampurinya dengan cairan seperti susu, dan
tidak memerlukan mencuci mulut setelah mengkonsumsinya ketika hendak
mendirikan shalat, akan tetapi tidak dima’fu jika dibawa saat shalat menurut
imam Romli. Al Khotib berpendapat: “Roti itu tetap dima’fu saat dibawa dalam
dholat dan shalat pembawanya tidak batal.” |
فَيُعْفَى عَنِ الْخُبْزِ بِأَكْلِهِ أَوْ ثَرْدِهِ
بِمَائِعٍ كَلَبَنٍ، وَلَا يَجِبُ غَسْلُ الْفَمِ مِنْهُ لِنَحْوِ الصَّلَاةِ،
وَلَكِنْ لَا يُعْفَى عَنْ حَمْلِهِ فِي الصَّلَاةِ عِنْدَ الرَّمْلِيِّ.
وَقَالَ الْخَطِيبُ : يُعْفَى عَنْهُ فِيهَا، وَلَا تَبْطُلُ صَلَاةُ حَامِلِهِ.
|
Dan
di antara najis adalah yang tertinggal di dalam perut hewan, yang sulit
dicuci dan membersihkannya. Prinsipnya adalah bahwa segala sesuatu yang sulit
dihindari keberadaannya cenderung dima’fu. |
وَمِنْهَا مَا يَبْقَى فِي نَحْوِ الْكَرِشِ مِمَّا
يَشُقُّ غُسْلُهُ وَتَنْقِيَتَهُ، وَالضَّابِطُ فِي ذَلِكَ أَنَّ جَمِيعَ مَا
يَشُقُّ الِاحْتِرَازُ عَنْهُ غَالِبًاً فَهُوَ مَعْفُوٌّ عَنْهُ |
Dan
mushonif mengisyaratkan pada jenis kedua (dari bagian keempat) dengan
ucapannya; atau air yang terkena najis itu banyak, dua kulah atau lebih dari
air murni, bahkan jika musta’mal, kemudian mengalami perubahan, artinya air
yang banyak itu mengalami perubahan setelah najis masuk ke dalamnya, baik
secara fisik atau sifatnya. |
(وَأَشَارَ
لِلْقِسْمِ الثَّانِي) أَيْ النَّوْعِ الثَّانِي (مِنْ الْقِسْمِ الرَّابِعِ
بِقَوْلِهِ أَوْ كَانَ) أَيْ الْمَاءُ الَّذِي وَرَدَتْ عَلَيْهِ نَجَاسَةٌ
(كَثِيرًا قُلَّتَيْنِ فَأَكْثَرَ) مِنْ مَحْضِ الْمَاءِ وَلَوْ مُسْتَعْمَلًا (
فَتَغَيَّرَ) أَيْ الْمَاءُ الْكَثِيرُ عَقِبَ حُلُولِ النَّجَاسَةِ فِيهِ، حِسِّيًّا كَانَ التَّغَيُّرُ أَوْ
تَقْدِيرِيًّا، |
Misalnya
ada benda najis yang ada di dalam air yang memiliki sifat yang sama, seperti
air kencing yang sudah hilang bau, warna dan rasanya, maka perubahan itu
dinyatakan lebih kuat jika warnanya mirip dengan tinta dan rasanya mirip
dengan cuka, dan baunya mirip dengan bau misk. |
بِأَنْ وَقَعَ فِي الْمَاءِ نَجِسٌ يُوَافِقُهُ فِي
صِفَاتِهِ، كَالْبَوْلِ الْمُنْقَطِعِ الرَّائِحَةِ وَاللَّوْنِ وَالطَّعْمِ،
فَيُقَدَّرُ مُخَالِفًا أَشَدَّ بِأَنْ يُقَدَّرَ لَوْنُهُ لَوْنَ الْحِبْرِ
وَطَعْمُهُ طَعْمَ الْخَلِّ وَرِيحُهُ رِيحُ الْمِسْكِ، |
Dan
ketiga sifat ini diperkirakan terjadi hanya jika ada tiga sifat pada benda
tersebut. Jika salah satu sifat tersebut hilang, maka hanya diterapkan pada
yang berbeda dengannya saja, dan yang serupa dengan itu tetap suci, (Entah
perubahan air sebab najis sedikit ataupun banyak, baik melalui kontak
langsung atau campuran). Yang perlu diperhatikan di sini adalah perubahan
yang sedikit dan melalui kontak saja, karena hal ini membuat masalah najis
menjadi lebih sulit. |
وَتُقَدَّرُ الْأَوْصَافُ الثَّلَاثَةُ إنْ كَانَ
الْوَاقِعُ لَهُ أَوْصَافٌ ثَلَاثَةٌ، فَإِنْ فُقِدَتْ وَاحِدَةٌ فُرِضَ
الْمُخَالِفُ الْمُنَاسِبُ لَهَا فَقَطْ وَمِثْلُهُ يَجْرِي فِي الطَّاهِرِ،
(يَسِيرًا أَوْ كَثِيرًا بِمُجَاوِرٍ أَوْ مُخَالِطٍ) وَإِنَّمَا ضَرَّ هُنَا
التَّغَيُّرُ الْيَسِيرُ وَبِالْمُجَاوِرِ دُونَ مَا تَقَدَّمَ الطَّاهِرُ
لِغِلَظِ أَمْرِ النَّجَاسَةِ |
Qullatan
(القلتان) dalam konteks aslinya adalah dua wadah
besar (juga disebut gurah besar). Nama ini diberikan karena orang yang besar
dapat mengangkatnya dengan tangan, yaitu kira-kira sembilan setengah qirbah dari
wilayah Hijaz, bukan dari wilayah Mesir. |
(وَالْقُلَّتَانِ) فِي الْأَصْلِ الْجُرَّتَانِ
الْعَظِيمَتَانِ، فَالْقُلَّةُ الْجُرَّةُ الْعَظِيمَةُ، سُمِّيَتْ بِذَلِكَ
لِأَنَّ الرَّجُلَ الْعَظِيمَ يُقِلُّهَا بِيَدِهِ أَيْ يَرْفَعُهَا. وَهِيَ تِسْعُ
قِرْبَتَيْنِ وَنِصْفًا مِنْ قِرَبِ الْحِجَازِ لَا مِنْ قِرَبِ مِصْرَ. |
Dua
qullah ini berbentuk kotak dengan panjang dan lebar sekitar setengah hasta
(zira) dan kedalaman setengah hasta juga, yang kira-kira dua hasta atau
sekitar dua span manusia, yang setara dengan hampir dua hasta. |
وَهُمَا بِالْمِسَاحَةِ فِي الْمُرَبَّعِ ذِرَاعٌ
وَرُبْعٌ طُولًا وَعَرْضًا وَعُمْقًا بِذِرَاعِ الْآدَمِيِّ، وَهُوَ شِبْرَانِ
تَقْرِيبًا، |
Total
dari semua itu adalah 125 rubu’ (segi empat). Inilah timbangannya. Setiap
seperempat hasta (dzira) setara dengan empat rithil. Di luar kotak tersebut,
pengusapan dilakukan dan dihitung sesuai dengan dimensi yang disampainya.
Jika dimensi tersebut mencapai dua qullah, maka itu dianggap sebagai dua
qullah, jika tidak maka tidak. |
وَمَجْمُوعُ ذَلِكَ مِائَةٌ وَخَمْسَةٌ وَعِشْرُونَ
رُبُعًا، وَهِيَ الْمِيزَانُ، فَلِكُلِّ رُبْعِ ذِرَاعٍ أَرْبَعَةُ أَرْطَالٍ،
وَفِي غَيْرِ الْمُرَبَّعِ يُمْسَحُ وَيُحْسَبُ مَا يَبْلُغُهُ أَبْعَادُهُ،
فَإِنْ بَلَغَ ذَلِكَ فَقُلَّتَانِ، وَإِلَّا فَلَا، |
Ulama
ahli fiqih telah menentukan ukuran 2 qulah
sebagai sebuah lingkaran dengan lebar, yaitu jarak antara dua dinding sumur
dari semua sisi sejauh jangkauan lengan manusia, dengan kedalaman sejauh dua
lengan besi, yang setara dengan satu lengan
manusia ditambah seperempatnya, ada yang mengatakan setara dengan lengan
manusia ditambah setengahnya, dengan berat sekitar 500 rithl (unit berat
kuno). |
وَقَدْ حَدَّدُوا الْمُدَوَّرَ بِأَنَّهُ ذِرَاعٌ
عَرْضًا، وَهُوَ مَا بَيْنَ حَائِطَيِ الْبِئْرِ مِنْ سَائِرِ الْجَوَانِبِ
بِذِرَاعِ الْآدَمِيِّ، وَذِرَاعَانِ عُمْقًا بِذِرَاعِ الْحَدِيدِ، وَهُوَ
بِذِرَاعِ الْيَدِ ذِرَاعٌ وَرُبُعٌ، وَقِيلَ ذِرَاعٌ وَنِصْفٌ، وَبِالْوَزْنِ (خَمْسُمِائَةِ رِطْلٍ)
|
Lafadz
رطل dengan tanda baca fathah dan kasrah, dan
ini adalah penjelasan yang lebih jelas dengan takaran Baghdadi. |
بِفَتْحِ الرَّاءِ وَكَسْرِهَا، وَهُوَ أَفْصَحُ
(بَغْدَادِيٍّ) |
Imam
al-Shafi'i, semoga Allah meridhainya, mengukur qullah dengan sekitar dua
setengah qirbah dari wilayah Hijaz. Sehingga dua qullah menjadi setara dengan
lima qirbah, dan satu qirbah biasanya tidak melebihi seratus ritil Baghdadi. |
وَقَدْ قَدَّرَ الشَّافِعِيُّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
الْقُلَّةَ بِقُرْبَتَيْنِ وَنِصْفٍ مِنْ قُرَبِ الْحِجَازِ فَتَكُونُ
الْقُلَّتَانِ خَمْسُ قِرَبٍ وَالْوَاحِدَةُ لَا تَزِيدُ غَالِبًا عَلَى مِائَةِ
رِطْلٍ بَغْدَادِيٍّ |
Ini
adalah pendekatan, karena penentuan al-Shafi'i adalah perkiraan, jadi tidak
masalah jika kurang dari dua ritil, dan yang paling sedikit menurut qoul
mu’tamad dalam hal keduanya, yaitu lima ratus ritil dengan pendekatan. |
(تَقْرِيبًا) أَيْ مِنْ جِهَةِ التَّقْرِيبِ، لِأَنَّ
تَقْدِيرَ الشَّافِعِيِّ أَمْرٌ تَقْرِيبِيٌّ فَلَا يَضُرُّ نَقْصُ رِطْلَيْنِ
فَأَقَلُّ عَلَى الْمُعْتَمَدِ فِي الْأَصَحِّ فِيهِمَا أَيْ الْخَمْسِ مِائَةِ
وَالتَّقْرِيبِ |
Satu
Ritil Baghdadi menurut al-Nawawi adalah 128 dirham dan 4/4 dirham. Namun,
menurut al-Rafi'i, itu adalah 130 dirham, yang merupakan perbedaan dari
pendapat yang mendasarinya. |
(وَالرِّطْلِ الْبَغْدَادِيُّ عِنْدَ النَّوَوِيِّ
مِائَةٌ وَثَمَانِيَةٌ وَعِشْرُونَ دِرْهَمًاً وَأَرْبَعَةُ أَسْبَاعِ دِرْهَمٍ)
وَأَمَّا عِنْدَ الرَّافِعِيِّ فَمِائَةٌ وَثَلَاثُونَ دِرْهَمًا وَهُوَ خِلَافُ
الْمُعْتَمَدِ |
Dan
pengarang meninggalkan pembagian kelima, dengan menjelaskan sisi sifatnya;
jika tidak begitu maka air tersebut dianggap sebagai air mutlak. Yaitu air
yang suci mensucikan namun haram penggunaannya, seperti wudhu dengan air yang
diambil dengan paksa atau dengan air yang dialirkan untuk minum. |
(وَتَرَكَ
الْمُصَنِّفُ قِسْمًا خَامِسًا) مِنْ حَيْثُ التَّصْرِيحُ بِوَصْفِهِ وَإِلَّا
فَهُوَ دَاخِلٌ فِي الْمَاءِ الْمُطْلَقِ (وَهُوَ الْمَاءُ الْمُطَهِّرُ
الْحَرَامُ) أَيْ اسْتِعْمَالُهُ (كَالْوُضُوءِ بِمَاءٍ مَغْصُوبٍ أَوْ
مُسَبَّلٍ لِلشُّرْبِ) |
Hasilnya
adalah bahwa air diberlakukan dengan lima hukum: wajib menggunakannya dalam
kewajiban, disunnahkan menggunakannya dalam sunnah, haram menggunakan air
yang diambil dengan paksa dan air yang dialirkan untuk minum, dan makruh
menggunakan air yang terpapar sinar matahari (air musyammas). Penggunaan air
zamzam untuk menghilangkan najis hukumnya khilaful aula, dan menggunakan air
dalam hal yang tidak diminta diperbolehkan. |
وَالْحَاصِلُ أَنَّ الْمَاءَ تَعْتَرِيهِ الْأَحْكَامُ
الْخَمْسَةُ : فَيَجِبُ اسْتِعْمَالُهُ فِي الْفَرْضِ، وَيُنْدَبُ
اسْتِعْمَالُهُ فِي النَّدْبِ، وَيَحْرُمُ اسْتِعْمَالُ الْمَغْصُوبِ
وَالْمُسَبَّلِ لِلشُّرْبِ، وَيُكْرَهُ اسْتِعْمَالُ الْمُشَمَّسِ. وَأَمَّا اسْتِعْمَالُ زَمْزَمَ فِي
إِزَالَةِ النَّجَاسَةِ فَخِلَافُ الْأَوْلَى، وَيُبَاحُ اسْتِعْمَالُ الْمَاءِ
فِيمَا لَمْ يُطْلَبْ. |
Comments