Terjemah Tausyeh Ibnu Qosim: Sunah-sunah Mandi
SUNAH-SUNAH DALAM MANDI
Sunah-sunah dalam mandi
wajib, baik itu mandi wajib atau mandi sunah, terdiri dari lima hal: (1) Tasmiyah atau
membaca basmalah ketika mandi, yang bersamaan dengan niat yang ada dalam
hati, dan tujuannya adalah untuk berdzikir. |
(وَسُنَنُهُ أَيْ الْغُسْلِ) وَاجِبًاً كَانَ أَوْ مَنْدُوبًا
(خَمْسَةُ أَشْيَاءَ) الْأُولَى (التَّسْمِيَةُ) مَقْرُونَةٌ بِالنِّيَّةِ
الْقَلْبِيَّةِ، وَيُقْصَدُ بِهَا الذِّكْرُ . |
(2) Melakukan wudhu
secara lengkap sebelum mandi. Artinya, seseorang sebaiknya melakukan wudhu
secara penuh sebelum mandi. Ada pandangan yang menyatakan bahwa membasuh kaki
bisa ditunda setelah mandi. Orang yang berwudhu ini berniat wudhu sebagai
kesunahan dari mandi. |
(وَ) الثَّانِيَةُ (الْوُضُوءُ كَامِلًا قَبْلَهُ) أَيْ
الْغُسْلِ وَقِيلَ يُؤَخَّرُ غَسْلُ قَدَمَيْهِ (وَيَنْوِي بِهِ الْمُغْتَسِلُ
سُنَّةَ الْغُسْلَ) |
Niat tersebut dapat
diucapkan dengan mengatakan, "Aku niat untuk wudhu karena kesunnahan
mandi" atau "Aku niat wudhu yang disunnahkan dalam mandi."
Tidak cukup hanya menyebutkan niat untuk mandi tanpa menyebutkan wudhu. |
بِأَنْ
يَقُولَ نَوَيْتُ الْوُضُوءَ لِسُنَّةِ الْغُسْلِ أَوْ الْوُضُوءِ الْمَسْنُونِ
لِلْغُسْلِ أَوْ يَقُولَ نَوَيْتُ الْوُضُوءَ سُنَّةَ الْغُسْلِ، وَلَا
يَكْفِيهِ أَنْ يَقُولَ سُنَّةُ الْغُسْلِ فَقَطْ مِنْ غَيْرِ ذِكْرِ وُضُوءٍ، |
Dan sah dia mengucapkan:
'Aku berniat bersuci untuk sunnah mandi, tanpa menyebutkan wudhu.' Atau dia
dapat mengucapkan: 'Aku berniat melakukan bersuci untuk sunnah mandi.' Hal
ini jika dia menundanya. Jika dia bermaksud keluar dari perbedaan pendapat,
maka dia berniat menghilangkan hadas. Jika tidak, maka dia berniat sunnah
mandi. |
وَيَصِحُّ
أَنْ يَقُولَ نَوَيْتُ الطَّهَارَةَ لِسُنَّةِ الْغُسْلِ مِنْ غَيْرِ ذِكْرِ
وُضُوءٍ، أَوْ يَقُولَ نَوَيْتُ أَدَاءَ الطَّهَارَةِ لِسُنَّةِ الْغُسْلِ،
وَهَذَا إِذَا أَخَّرَهُ. فَإِنْ أَرَادَ الْخُرُوجَ مِنْ الْخِلَافِ نَوَى
رَفْعَ الْحَدَثِ وَإِلَّا نَوَى سُنَّةَ الْغُسْلِ. |
Ini jika junubnya
terpisah dari hadats kecil, artinya ia berada dalam keadaan terpisah darinya,
entah dengan tidur dan bermimpi, lalu bangun dalam keadaan junub atau karena
berfikir dan memikirkan, kemudian mengeluarkan mani. Namun jika tidak, yaitu
jika junub dan hadats kecil terjadi bersamaan, seperti yang lebih umum
terjadi, maka ia berniat dengan yang kecil, yaitu menghilangkan hadats kecil.
|
هَذَا
(إِنْ تَجَرَّدَتْ جَنَابَتُهُ عَنْ الْحَدَثِ الْأَصْغَرِ) أَيْ انْفَرَدَتْ
عَنْهُ كَانَ نَظَرٌ فَأَمْنَى أَوْ تَفَكَّرَ فَأَمْنَى ، (وَإِلَّا) بِأَنْ
اجْتَمَعَتْ الْجَنَابَةُ مَعَ الْحَدَثِ، كَمَا هُوَ الْغَالِبُ (نَوَى بِهِ
الْأَصْغَرَ) أَيْ رَفَعَ الْحَدَثِ الْأَصْغَرِ . |
Jika dia menunda wudhu
untuk mandi sebagai cara menghindari perselisihan dengan orang yang memandang
bahwa yang kecil sudah termasuk dalam yang besar, maka dia berniat untuk
menghilangkan hadats kecil. Ini adalah pendapat orang yang berpendapat bahwa
yang kecil tidak termasuk dalam yang besar. |
وَإِنْ
أَخَّرَ الْوُضُوءَ عَنْ الْغُسْلِ فِرَارًا مِنْ خِلَافِ مَنْ أَوْجَبَ تِلْكَ
النِّيَّةَ، وَهُوَ الْقَائِلُ بِعَدَمِ انْدِرَاجِ الْأَصْغَرِ فِي الْأَكْبَرِ
. |
Dan keyakinan bahwa
wudhu hilang karena mandi tidak merusak keabsahan wudhunya dengan niat ini,
mengingat ada orang yang berpendapat sebaliknya. Oleh karena itu,
memperhatikan perbedaan pendapat diperbolehkan dengan niat ini, meskipun
tidak mengikuti pendapat yang berbeda seperti yang disampaikan oleh
al-Bujairimi dari Ibnu Qasim. |
وَلَا
يَضُرُّ فِي صِحَّةِ وُضُوئِهِ بِهَذِهِ النِّيَّةِ اعْتِقَادُ زَوَالِ
الْوُضُوءِ بِالْغُسْلِ نَظَرًا لِمُرَاعَاةِ الْقَائِلِ بِعَدَمِ زَوَالِهِ،
فَتَكُونُ مُرَاعَاةُ الْخِلَافِ مُجَوِّزَةً لِهَذِهِ النِّيَّةِ وَإِنْ لَمْ
يُقَلِّدْ الْمُخَالِفَ كَمَا نَقَلَهُ الْبُجَيْرِمِيُّ عَنْ ابْنِ قَاسِمٍ |
(3) Mengalirkan air, Atau yang serupa
dengannya, seperti air yang mengalir dari tiga aliran basuhan yang
diperintahkan oleh syariat ke bagian tubuh yang terkena air, yaitu tangan ke
badan, untuk menghindari perselisihan dengan pendapat Imam Malik yang
memandangnya sebagai kewajiban. |
(وَ) الثَّالِثَةُ (إِمْرَارُ الْيَدِ) وَنَحْوِهَا كَعَوْدٍ فِي
كُلِّ مَرَّةٍ مِنْ الثَّلَاثِ الْمَطْلُوبَةِ شَرْعًا (عَلَى مَا وَصَلَتْ)
أَيْ الْيَدُ (إِلَيْهِ مِنْ الْجَسَدِ) فِرَارًا مِنْ خِلَافِ الْإِمَامِ
مَالِكٍ، فَإِنَّهُ أَوْجَبَهُ. |
Karena itu, tidak wajib
bagi orang yang mandi mencari bantuan dalam hal selain yang tangan bisa
mencapainya, seperti dengan kain dan sejenisnya, berdasarkan riwayat yang
disampaikan oleh Ibn Habib dari Sahnun, dan ini adalah pendapat yang diterima
di kalangan pengikut Imam Malik. Dan yang dimaksud dengan mengalirkan ini
adalah dengan menjalankan gosokan, |
فَلَا
يَجِبُ عَلَى الْمُغْتَسِلِ اسْتِعَانَةٌ فِي غَيْرِ مَا وَصَلَتْ إِلَيْهِ
يَدُهُ بِخِرْقَةٍ وَنَحْوِهَا، وَهِيَ الَّتِي نَقَلَهَا ابْنُ حَبِيبٍ عَنْ
سَحْنُونٍ، وَهِيَ المُعْتَمَدَةُ عِنْدَ الْمَالِكِيَّةِ . |
dan istilah yang
digunakan oleh penulis setara dengan istilah yang digunakan oleh orang yang
menyatakan dengan "دلك" (menggosok). |
(وَيُعَبَّرُ عَنْ هَذَا الْإِمْرَارِ بِالدَّلْكِ) فَعِبَارَةُ
الْمُصَنِّفِ مُسَاوِيَةٌ لِعِبَارَةِ مَنْ عَبَّرَ بِالدَّلْكِ. |
(4) Muwal'ah (bersambung
atau menyusul), dan artinya telah dijelaskan dalam konteks wudhu. Ini berarti membasuh
anggota tubuh sebelum kering dari yang sebelumnya. Ini wajib bagi orang yang
memiliki unsur dharurat. |
(وَ) الرَّابِعَةُ (الْمُوَالَاةُ وَسَبَقَ مَعْنَاهَا فِي
الْوُضُوءِ) وَهِيَ غَسْلُ الْعُضْوِ قَبْلَ جَفَافِ مَا قَبْلَهُ، وَتَجِبُ فِي
حَقِّ صَاحِبِ الضَّرُورَةِ |
(5) Mendahulukan membasuh
bagian kanan dari dua bagian, Yaitu yang di depan dan
yang di belakang, sebelum membasuh bagian (kiri) dengan cara membiarkan air
mengalir di sisi kanan dari depan, kemudian dari belakang, dan kemudian di
sisi kiri dari depan, dan kemudian dari belakang, dan semua itu setelah membasuh
kepala. |
(وَ) الْخَامِسَةُ (تَقْدِيمُ) غَسْلِ جِهَةِ (الْيُمْنَى مِنْ
شِقَّيْهِ) أَيْ الْمُقَدَّمَيْنِ وَالْمُؤَخَّرَينِ (عَلَى) غَسْلِ جِهَةِ
(الْيُسْرَى) بِأَنْ يَفِيضَ الْمَاءَ عَلَى شِقِّهِ الْأَيْمَنِ مِنْ قُدَّامٍ،
ثُمَّ مِنْ خَلْفٍ ثُمَّ عَلَى شِقِّهِ الْأَيْسَرِ مِنْ قُدَّامٍ، ثُمَّ مِنْ
خَلْفٍ. وَكُلُّ ذَلِكَ بَعْدَ غَسْلِ رَأْسِهِ. |
Dan yang masih tersisa
dari sunnah-sunnah mandi tersebutkan di dalam kitab yang lebih luas
pembahasannya, diantaranya adalah taslis (mengulang tiga kali). Maka ia membasuh
kepalanya tiga kali, kemudian membagi rambut sisi kanan tiga kali dari depan,
kemudian dari belakang, dan kemudian membagi rambut sisi kiri dengan cara
yang sama. |
(وَبَقِيَ مِنْ سُنَنِ الْغُسْلِ أُمُورٌ مَذْكُورَةٌ فِي
الْمَبْسُوطَاتِ مِنْهَا التَّثْلِيثُ) فَيَغْسِلُ رَأْسَهُ ثَلَاثًا ثُمَّ
شَقَّهُ الْأَيْمَنَ ثَلَاثًا مِنْ قُدَّامٍ، ثُمَّ مِنْ خَلْفٍ ثُمَّ شِقُّهُ
الْأَيْسَرُ كَذَلِكَ |
Sunnah lainnya adalah
melakukan takhliil (menyisir atau menyela-nyela) sebelum membasuhnya
dengan cara memasukkan sepuluh jari yang lembut dan basah ke dalam rambut,
kemudian mengguyurkan air ke akar rambut, karena itu menghindari pemborosan
air. |
(وَتَخْلِيلُ الشَّعْرِ) قَبْلَ غَسْلِهِ بِأَنْ يُدْخِلَ
أَصَابِعَهُ الْعَشَرَةَ مَبْلُولَةً فِيهِ فَيَشْرَبُ بِهَا أُصُولَهُ، لِأَنَّ
ذَلِكَ أَبْعَدُ عَنْ الْإِسْرَافِ فِي الْمَاءِ، |
Termasuk sunnah juga
adalah membersihkan kotoran seperti lendir dan mani. Sunnah lainnya adalah
berkumur-kumur dan menghisap air hidung, selain dari dua yang dilakukan dalam
wudhu mandi. Jika seseorang meninggalkan keduanya, ia dapat mengerjakannya
bahkan setelah mandi, untuk menghindari perselisihan dengan pendapat Abu
Hanifah, karena menurutnya, keduanya adalah wajib. |
وَمِنْهَا
إِزَالَةُ الْقَذَرِ كَمُخَاطٍ وَمَنِيٍّ، وَمِنْهَا الْمَضْمَضَةُ
وَالِاسْتِنْشَاقُ غَيْرُ اللَّتَيْنِ فِي وُضُوءِ الْغُسْلِ، فَإِنْ
تَرَكَهُمَا تَدَارَكَهُمَا وَلَوْ بَعْدَ الْغُسْلِ فِرَارًا مِنْ خِلَافِ
أَبِي حَنِيفَةَ فَإِنَّهُ أَوْجَبَهُمَا . |
Comments