Terjemah Tausyeh Ibnu Qosim: Syarat-syarat Bersuci

 


SYARAT-SYARAT BERSUCI


Syarat-syarat bersuci ada tujuh belas:

(1) keberadaan air mutlak.

(2) Seseorang harus mengetahui tentang keberadaan air, bahkan jika itu hanya bersifat dugaan saat terjadi keraguan.

(3) Tidak ada yang menghalangi bersuci, seperti haid dalam mandi haji atau mandi hari raya.

وَشُرُوطُ الطَّهَارَةِ سَبْعَةَ عَشَرَ: أَحَدُهَا: مَاءٌ مُطْلَقٌ. ثَانِيهَا: الْعِلْمُ بِهِ وَلَوْ ظَنًّا عِنْدَ الِاشْتِبَاهِ. ثَالِثُهَا: عَدَمُ مُنَافٍ لِلطَّهَارَةِ مِنْ نَحْوِ حَيْضٍ فِي أَغْسَالِ نَحْوِ الْحَجِّ وَالْعِيدِ.

(4) Tidak boleh ada sesuatu di tubuh yang mengubah sifat air secara merugikan, seperti minyak yang bisa membuat rambut menjadi kering sehingga menghalangi air mencapai kulit, maka wajib menghilangkannya.

رَابِعُهَا: أَنْ لَا يَكُونَ عَلَى الْعُضْوِ مَا يُغَيِّرُ الْمَاءَ تَغَيُّرًا ضَارًّا، وَمِنْهُ الطِّيبُ الَّذِي يَحْسُنُ بِهِ الشَّعْرُ عَلَى أَنَّهُ قَدْ يَنْشِفُ فَيَمْنَعُ وُصُولَ الْمَاءِ لِبَاطِنِهِ فَيَجِبُ إِزَالَتُهُ.

(5) Air harus mengalir ke seluruh bagian yang dibasuh, tanpa adanya potongan atau gangguan. Jika ada bagian yang tidak terkena air karena adanya potongan atau gangguan, maka perlu membersihkan bagian-bagian tersebut secara terpisah. Namun, jika seluruh tubuh direndam dalam air, ini sudah cukup untuk mensucikannya karena ini termasuk membasuh.

خَامِسُهَا: جَرْيُ الْمَاءِ عَلَى الْعُضْوِ الْمَغْسُولِ، بِحَيْثُ يَعُمُّهُ مِنْ غَيْرِ تَقَطُّعٍ فِيهِ، وَإِلَّا احْتَاجَ إِلَى غَسْلِ تِلْكَ الْمَحَالِّ الَّتِي تَقَطَّعَ الْمَاءُ عَنْهَا، وَذَلِكَ إِنْ لَمْ يَغْمِسْهُ فِي الْمَاءِ، فَإِنَّ الْغَمْسَ يَكْفِي لِأَنَّهُ غَسْلًا،

(6) Menghilangkan najis dari bagian tubuh yang akan dibasuh. Basuhan tidak cukup dengan satu kali untuk hadas sekaligus najis menurut pandangan al-Rafi'i. Namun, menurut al-Nawawi, satu kali basuhan sudah cukup untuk keduanya. Tidak ada perbedaan antara najis hukmiyah dan ainiyah dalam kecukupan dengan satu kali basuhan menurut al-Nawawi.

سَادِسُهَا: إِزَالَةُ النَّجَاسَةِ عَنْ الْعُضْوِ الَّذِي يُرِيدُ غَسْلَهُ فَلَا تَكْفِي غَسْلَةٌ وَاحِدَةٌ عَنْ الْحَدَثِ وَالْخَبْثِ عِنْدَ الرَّافِعِيِّ، لَكِنِ الْمُعْتَمَدُ عِنْدَ النَّوَوِيِّ تَكْفِي عَنْهُمَا. وَلَا فَرْقَ بَيْنَ الْحُكْمِيَّةِ وَالْعَيْنِيَّةِ فِي الِاكْتِفَاءِ بِغَسْلَةٍ عَنْهُمَا.

(7) Memastikan bahwa sesuatu yang menjadi syarat wudhu benar-benar terjadi. Jika seseorang ragu apakah dia telah mengalami hadats (keadaan tidak suci) atau tidak, maka tidak sah wudhunya, dan tidak sah pula shalatnya menurut yang palih sohih dari 2 pendapat.

سَابِعُهَا: تَحَقُّقُ الْمُقْتَضِي لِلْوُضُوءِ، حَتَّى لَوْ شَكَّ هَلْ أَحْدَثَ أَمْ لَا فَتَوَضَّأَ وَصَلَّى ثُمَّ تَبَيَّنَ أَنَّهُ كَانَ مُحْدِثًا لَمْ يَصِحَّ ذَلِكَ الْوُضُوءُ وَلَا الصَّلَاةُ عَلَى أَصَحِّ الْوَجْهَيْنِ،

Disunahkan bagi seseorang yang ragu seperti ini untuk memperjelas hilangnya kesuciannya misalnya dengan memegang farjinya, agar dia yakin dengan niat wudhunya. Jika tidak jelas munculnya hadas pada seseorang setelah wudhunya maka wudhunya sah.

فَيُنْدَبُ لِهَذَا الشَّاكِّ أَنْ يُحَقِّقَ نَقْضَ طُهْرِهِ بِنَحْوِ مَسِّهِ فَرْجَهُ، لِيَجْزِمَ بِالنِّيَّةِ لِلْوُضُوءِ. أَمَّا إِذَا لَمْ يَتَبَيَّنْ لَهُ الْحَدَثُ بَعْدَ وُضُوئِهِ فَهُوَ صَحِيحٌ.

(8) Islam, kecuali dalam mandinya wanita kitabiyah serta niatnya agar dirinya halal (dijima’) oleh suaminya yang muslim.

(9) Tamyiz, kecuali dalam hal ibadah haji.

(10) Memiliki akal yang sehat, kecuali dalam memandikan istri yang gila agar halal baginya disertai meniatkan untuknya, begitu pula dengan istri yang tercegah dari mandi.

ثَامِنُهَا: إِسْلَامٌ، إِلَّا فِي غُسْلِ كِتَابِيَّةٍ مَعَ نِيَّتِهَا لِتَحِلَّ لِحَلِيلِهَا الْمُسْلِمِ. تَاسِعُهَا: تَمْيِيزٌ إِلَّا فِي النُّسُكِ. عَاشِرُهَا: الْعَقْلُ، إِلَّا فِي تَغْسِيلِهِ لِحَلِيلَتِهِ الْمَجْنُونَةِ لِتَحِلَّ لَهُ مَعَ النِّيَّةِ مِنْهُ، وَمِثْلُهَا الْمُمْتَنِعَةُ

(11) Kestabilan niat, yang berarti bahwa niat harus tetap ada selama seluruh proses wudhu. Ini berarti tidak boleh ada yang bertentangan atau membatalkan niat, seperti murtad atau memutusnya, walaupun dengan semacam niat agar dingin atau sejuk.

حَادِيَ عَشَرَهَا: عَدَمُ الصَّارِفِ. وَهُوَ دَوَامُ النِّيَّةِ حُكْمًا بِأَنْ لَا يَأْتِيَ بِمَنَافِيهَا كَرِدَّةٍ أَوْ قَطْعٍ، وَلَوْ بِنَحْوِ نِيَّةِ تَبَرُّدٍ،

Contohnya jika seseorang berniat untuk berwudhu dan kemudian berniat untuk mendinginkan badan tanpa mengingat niat awalnya, maka wudhunya akan beralih menjadi mendinginkan badan. Berbeda dengan niat mengambil air, apabila niat penggantian muncul setelah selesai membasuh wajah, itu tidak dianggap sebagai pembatalan niat karena bertujuan untuk melindungi air dari menjadi mustamal.

فَلَوْ نَوَى الْوُضُوءَ ثُمَّ التَّبَرُّدَ وَلَمْ يَكُنْ ذَاكِرًا لِلنِّيَّةِ الْأُولَى انْصَرَفَ الْوُضُوءُ لِلتَّبَرُّدِ. بِخِلَافِ نِيَّةِ الِاغْتِرَافِ، إِذَا طَرَأَتْ بَعْدَ الْفَرَاغِ مِنْ غَسْلِ الْوَجْهِ فَإِنَّهَا لَا تَكُونُ صَارِفَةً، لِأَنَّهَا لِصِيَانَةِ الْمَاءِ عَنْ الِاسْتِعْمَالِ.

Dan jika ada sesuatu seperti sobekan kain di kepalanya, kemudian ia mengusapnya dan membiarkan basah air mencapai rambutnya, itu sudah cukup untuk menggantikan mengusap kepala. Yang dimaksudkan dengan "yang menyapu" hanya berarti menyentuhnya, bukan kepala.

وَلَوْ كَانَ عَلَى رَأْسِهِ نَحْوُ خِرْقَةٍ فَمَسَحَهَا وَوَصَلَ الْبَلَلُ إِلَى شَعْرِهِ كَفَاهُ ذَلِكَ عَنْ مَسْحِ الرَّأْسِ. وَالصَّارِفُ لَا يَكُونُ إِلَّا أَنْ يَقْصِدَ مَسْحَهَا لَا عَنْ الرَّأْسِ.

Yang membedakan antara tidak bermaksud menyentuhnya dan bermaksud agar menyentuhannya adalah usapan tidak sampai di kepala. Yang dianggap sebagai orang yang bermaksud adalah kedua dan bukan yang pertama, seperti yang disampaikan oleh al-Kurdi dari syarah al-Ubab karangan Ibn Hajar.

وَفَرَّقَ بَيْنَ عَدَمِ قَصْدِهَا وَبَيْنَ قَصْدِ أَنْ لَا يَقَعَ الْمَسْحُ عَنْ الرَّأْسِ، وَاَلَّذِي يُعَدُّ صَارِفًا الثَّانِي لَا الْأَوَّلَ، كَمَا نَقَلَهُ الْكُرْدِيُّ عَنْ شَرْحِ الْعُبَابِ لِابْنِ حَجَرٍ.

(12) Tidak menggantungkan niat pada kata-kata. Jika seseorang berkata, "Saya berniat berwudhu, insya Allah," wudhunya tidak dianggap sah kecuali jika dia bermaksud untuk memohon berkah.

ثَانِيَ عَشَرَهَا: أَنْ لَا يُعَلِّقَ نِيَّتَهُ. فَإِنْ قَالَ نَوَيْتُ الْوُضُوءَ إِنْ شَاءَ اللَّهُ تَعَالَى لَمْ يَصِحَّ إِلَّا إِنْ قَصَدَ التَّبَرُّكَ .

(13) Mengetahui bagaimana cara bersuci. Jika seseorang berprasangka bahwa semua bagian wudhu adalah wajib, atau bahwa sebagian adalah wajib dan sebagian lainnya sunah, tanpa bermaksud merinci wajib yang bersifat sunah, wudhunya dianggap sah. Atau jika dia berpikir bahwa semuanya sunnah maka wudhunya tidak dianggap sah.

ثَالِثَ عَشَرَهَا: مَعْرِفَةُ كَيْفِيَّةِ الطَّهَارَةِ. فَإِنْ ظَنَّ الْكُلَّ فَرْضًا أَوْ الْبَعْضَ فَرْضًا وَالْبَعْضُ نَفْلًا وَلَمْ يَقْصِدْ بِفَرْضِ مُعَيَّنِ النَّفْلِيَّةِ صَحَّ، أَوْ الْكُلِّ نَفْلًا فَلَا.

(14) Tidak ada penghalang pada bagian tubuh yang mencegah air mencapai area di bawahnya. Contohnya seperti minyak padat atau kotoran di bawah kuku tangan atau kaki.

رَابِعَ عَشْرَهَا: أَنْ لَا يَكُونَ عَلَى الْعُضْوِ حَائِلٌ يَمْنَعُ وُصُولَ الْمَاءِ لِمَا تَحْتَهُ، كَدُهْنٍ جَامِدٍ  وَوَسَخٍ تَحْتَ أَظْفَارِ يَدَيْهِ وَرِجْلَيْهِ،

(15) Membasuh bersamaan dengan bagian yang dibasuh pada bagian tubuh yang terhubung dengannya dari semua sisi. Hal ini karena apa yang diperlukan untuk menyelesaikan kewajiban maka hukumnya wajib. Dalam hal itu cukup dengan ghalabatuzh-zhann.

خَامِسَ عَشَرَهَا: أَنْ يَغْسِلَ مَعَ الْمَغْسُولِ جُزْءًا يَتَّصِلُ بِالْمَغْسُولِ مِنْ كُلِّ الْجَوَانِبِ، لِأَنَّ مَا لَا يَتِمُّ الْوَاجِبُ إِلَّا بِهِ فَهُوَ وَاجِبٌ، وَيَكْفِي فِي ذَلِكَ غَلَبَةُ الظَّنِّ

(16) Membasuh bagian tambahan yang menyerupai bagian asli.

(17) Membasuh bagian yang terlihat ketika dipotong, karena hukumnya adalah seperti bagian luar (dhohir).

وَسَادِسَ عَشَرَهَا: غَسَلَ بِزَائِدٍ اشْتَبَهَ بِأَصْلِيٍّ. سَابِعَ عَشَرَهَا: غَسْلُ مَا ظَهَرَ بِالْقَطْعِ إِذْ حُكْمُهُ حُكْمُ الظَّاهِرِ.

Bagi orang yang beser ditambahkan dengan memastikan bahwa waktu ibadah telah masuk, atau berprasangka telah masuknya waktu, dan dengan menyertakan persiapan untuk istinja, kehati-hatian yang diperlukan untuk situasi tertentu, berturut-turut antara istinjak dan kehati-hatian dengan semacam wudhu, dan berturut-turut antara wudhu dengan shalat.

وَيَزِيدُ السَّلَسُ بِاشْتِرَاطِ دُخُولِ الْوَقْتِ، وَظَنِّ دُخُولِهِ، وَتَقْدِيمِ اسْتِنْجَاءٍ، وَتَحَفُّظٍ اِحْتِيجَ إِلَيْهِ، وَمُوَالَاةٍ بَيْنَهُمَا وَبَيْنَ نَحْوِ الْوُضُوءِ، وَمُوَالَاةٍ بَيْنَهُ وَبَيْنَ الصَّلَاةِ.

Comments

Popular posts from this blog

Terjemah Tausyeh Ibnu Qosim

Bisikan di Kamar Mandi

Petunjuk dari Mimpi