ALAM SUDAH BOSAN

By : Shohibun Niam al Tarobani
26 Ramadhan 1435 H.


Guru saya pernah berceritra, bahwa dahulu ada sesepuh kamiyang pintar sekali ber-kiroto boso. Setiap nama pasti dapat diarti-maknakan olehnya. Contohnya seperti gedang, digeget yen bar madang (dilahap setelah makan) dan kerikil, keri neg sikil (menusuk geli di kaki). Beliau dikenal dengan mbah Sawit.
Orangnya hitam, tubuhnya kekar dan ahli tulung (suka menolong).

Salah satu kiroto bosonya yang sampai saat ini masih terkenang di ingatan saya adalah lemah, yen ngelem yo bakal mamah (siapa yang memanjakannya akan dapat makan). Artinya barang siapa mau ngelem (memuji-memanjakan) tanah, tempat kita berpijak ini, dengan mencangkul dan mengairinya secara telaten, kemudian menebarkan benih di atasnya, maka ia akan dapat memanen hasilnya. Tanah sangat ramah pada kita.

Kiroto boso tersebut menggambarkan betapa suburnya tanah air yang dihuni oleh suku jawa ini, hingga benih apapun bisa tumbuh di atasnya. Kayu saja ditanam bisa jadi tumbuhan, apalagi bijian. Daratan hijau yang telah memberikan sejuta rasa pada suku kita ini adalah lautan rahmat kasih sayang pengeran pada kita.

Tapi, sekarang keadaan jawa dwipa sudah berubah; tidak seperti dulu lagi. Dulu ia hijau nan rimbun, sekarang sudah gundul dan gersang. Dulu hawanya sejuk, sekarang angin sepoipun terasa panas. Dulu tanah ini begitu ramah, mudah dipamah, sekarang berkali-kali tanampun belum tentu bisa panen.

Mengapa?

Leluhur kita mengatakan bahwa keadaan tanah itu menggambarkan jiwa para penduduknya. Daerah yang terimbun hijau oleh aneka tumbuh-tumbuhan yang indah, penduduknya pasti memiliki jiwa yang sangat halus dan berbakat dalam membaca tanda-tanda alam. Mereka pasti sering berendam dalam renungan batin mereka. Menghayati dan mencari makna darinya.

Mengapa?

Manusia yang sering tepekur, membaca suratan alam pastilah sangat paham dengan kebijaksaan dzat yang maha hakiki. Ia pasti tahu bahwa tidak ada satupun penciptaan yang sia-sia; semuanya penuh dengan makna. Akhirnya, ia merasa sangat dekat dengan sang murba wasesoning buwono ini, Tuhan yang esa. Sebaliknya, tuhanpun terus dan selalu menyapa mereka dengan keindahan yang sama. Sehingga terwujudlah negeri yang gemah ripah loh jinawi.

Sekarang ini jiwa manusia jawa ini sudah tercemar dengan nafsu genderuwo yang ditularkan oleh kaum hedonis yang mabuk dunia. Akhirnya mereka lupa dengan fitrah mereka sebagai makhluk istimewa, makhluk berperasaan dengan bakat seni pikiran yang tinggi. Bahkan lebih unik dari malaikat. Sekarang mereka bertingkah tanpa berangan, bertindak tanpa berpikir, bergerak berdasar nafsu, meninggalkan nurani dan akal. Inilah penduduk jawa saat ini.

Sekarang mereka sudah jarang bertegur sapa dengan suratan alam. Bahkan, dari mereka banyak yang lupa dengan sang pencipta semesta raya ini. Karena itulah, sang khalik tidak menyapa mereka dengan rahayu seperti dahulu. Ia marah dan kondisi alam saat ini adalah wajah kemurkaannya.

Marilah kita bertanya pada rumput yang bergoyang.

Hoo ho hoo ...

Comments