Mulai Ngaji Sampai Tinju


By : Mbah Nang Nyantri
“Rossi dan Rossa memiliki bakat yang sama”

Ada satu malam di penghujung tahun 2011 lalu yang memberikan kesan menarik pada saya. Ketika saya hendak beranjak dari tempat saya, ada seseorang yang memanggil. Saya sudah menduga apa yang akan disampaikannya. Sebuah pertanyaan. Itulah yang akan dia sampaikan. Tapi, ternyata pertanyaan yang diberikannya benar-benar di luar dugaan.
Pertanyaannya tersebut tidak ada hubungannya dengan sebuah pelajaran. Pun juga bukan masalah pribadi. Tapi masalah dasar kemanusiaan.
Bagaimana cara mengetahui bakat yang terpendam dalam diri manusia? Inilah pertanyaannya.
Saya yakin, jawaban untuk pertanyaan yang simpel ini tidak akan sesimpel pertanyaannya tersebut. Saya juga sadar pertanyaan ini bisa menjadi sensitif terhadap siapapun. Termasuk bagi sang penanya. Karena, ketika mereka merasa menemukan bakat mereka, maka diri mereka akan membangkitkan sebuah emosi yang kuat untuk meraihnya. Sebuah ambisi akan muncul. Dan saat itu terjadi, pengorbanan sebesar apapun tidak akan jadi masalah. Jadi, saya harus menjawab pertanyaan tersebut dengan sangat pas. Pas untuk masa depan si penanya dan pas juga untuk saya, agar tidak dituntut di akhirat kelak.
Pada awalnya saya hendak menjawab bahwa cara melihat bakat yang terpendam adalah dengan melihat kecenderungan keahlian seseorang yang akan tampak dengan sendirinya. Jika sampai sekarang belum diketahui, maka tunggulah. Beberapa tahun lagi pasti akan tampak. Tapi, setelah saya pikirkan lagi ternyata jawaban ini tidak akan menyuburkan apapun dalam diri penanya, kecuali harapan yang ujungnya tidak jelas. Saya harus meng-cancel jawaban ini agar ia tidak terus-terusan menunggu dengan bermalas ria.
Kemudian dalam benak saya muncul jawaban baru, bagaimana kalau bertanya pada seorang ahli yang paham dengan urusan bakat-bakat yang masih terpendam dalam diri manusia. Tapi, setelah saya pikir-pikir lagi ternyata ini juga tidak praktis. Karena orang yang paham dengan hal semacam ini di komunitas pesantren sangat langka. Bahkan lebih langka dari badak Ujungkulon yang hampir punah. Atau jangan-jangan, ia menganggap saya ahli dalam bidang tersebut, sehingga ia bertanya pada saya. Apa benar saya ahli dalam melihat bakat?
Saya mulai bertanya pada diri saya sendiri, apakah kamu dapat melihat bakat kamu? Ternyata diri terdalam saya menjawab tidak. Malah balik bertanya, bakat itu apa? Saya telusuri tiap sudut ingatan saya dan akhirnya ketemu juga. Bakat adalah kepandaian dasar yang dibawa manusia sejak lahir. Tapi, saya lahir tanpa membawa apa-apa. Bahkan tidak paham apa-apa. Apa saya tidak punya bakat? Lalu mengapa orang-orang mengatakan saya bakat ini dan itu? Ini rumit.
Akhirnya saya sadar, walaupun saya tidak dapat melihat bakat namun saya merasakannya. Bukan semenjak kecil. Tepatnya baru beberapa tahun silam, ketika berbagai upaya serius membuahkan hasil. Tepat ketika orang-orang mengatakan saya punya bakat. Saya juga sadar, ternyata medali bakat yang disematkan pada saya banyak. Termasuk bakat untuk tidur. Padahal tempo hari ada yang memberi saya medali bakat begadang. Aneh kan?
Dari pengalaman ini saya menyimpulkan jawaban final saya untuk pertanyaan yang rumit ini. Saya katakan padanya bahwa seseorang dapat menemukan bakatnya dengan bersungguh-sungguh dalam suatu hal. Jika seseorang bersungguh-sungguh mempelajari matematika tanpa henti sampai ia berhasil menguasainya, maka ia akan tahu bahwa dirinya sangat berbakat dalam matematika. Jika ia bersungguh-sungguh mempelajari bahasa arab sampai ia betul-betul menguasainya, maka ia akan tahu ternyata dirinya sangat berbakat dalam bahasa arab. Jika ia bersungguh-sungguh dalam setiap hal sampai berhasil dengan sempurna, maka ia akan tersadar bahwa ia dilahirkan dengan semua bakat.
Jawaban saya ini tidak ngawur. Menurut temuan ilmu kedokteran modern yang meraih hadiah Nobel 1965 gen kita menyimpan begitu banyak informasi genetika. Diperkirakan semua info tersimpan di dalamnya. Namun tidak semuanya dipergunakan. Hanya info yang dianggap penting saja yang ditranskripsikan kedalam RNA untuk kemudian digunakan untuk mengatur seluruh tubuh kita. Dan dengan usaha yang gigih kita dapat menghidupkan gen-gen positif kita. Keterangan ini disampaikan oleh Kazuo Murakami dalam bukunya yang legendaris The Divvine Message of The DNA.

Saya yakin, dengan usaha yang luar biasa tanpa mengenal lelah Anda akan berhasil menjadi orang yang hebat dalam segala hal. Mulai dari pintar ngaji sampai tinju melawan Crish John The Dragon yang terkenal itu.

Comments