By : Mbah Nang Nyantri
“Otak kita dirancang untuk berjalan kaki 19 KM/hari”
Ketika menyusun tulisan ini saya masih tercengang dengan pernyataan Dr.
Jhon Medina, seorang pakar bio molekuler pendiri Talarish Research Institut
yang sengaja saya tulis tebal di atas alinea ini. Ya, karena tulisan itu
mengingatkan saya dengan tiga orang santri Kediri yang saya jumpai di warung
makan di komplek makam KH. Abdurrahman wahid alias Gus Dur pada tanggal 1 Maret
2013 lalu.
Ketiga santri tersebut mbonek dengan berjalan kaki mulai dari Pondok
Mahir Arriyadl yang terletak di desa Kepung kecamatan Pare kabupaten Kediri
hingga maqom wali ke sepuluh ini di desa Cukir kecamatan Diwek kabupaten
Jombang. Berapa kilo? Saya pinjam peta dari salah satu teman kemudian saya
hitung skalanya. Kira-kira jaraknya sejauh … km. Jarak yang teramat jauh untuk
ditempuh oleh otot-otot kaki manusia saat ini. Padahal ini masih perhitungan
garis lurus. Jalan yang dilalui pasti lebih jauh lagi dari itu, karena
berbelok-belok.
Juga mengingatkan saya pada seorang teman akrab yang memandang kegemaran
saya berjalan kaki sebagai kegiatan yang kurang gawe alias konyol. “Di zaman
yang serba praktis ini mengapa harus berjalan kaki? Bayar 5000 sudah nyampek.
Kok malah berjalan! Kayak kurang kerjaan saja” Inilah kata yang ia lontarkan
setelah saya berceritera padanya bahwa saya pulang ziarah dari makam masyayekh
Tebu Ireng dan Langitan dengan berjalan kaki.
Merasa pandangan saya ditekan, saat itu sayapun membela kegemaran saya
ini sekenanya. Sekedar untuk memuaskan diri. Saya katakan padanya bahwa jarak
yang kita tempuh dengan berjalan kaki sebenarnya dapat digunakan untuk mengukur
kemantapan dan keteguhan niat kita. Semakin teguh niat kita untuk mencapai
sesuatu, maka otot kaki kita akan semakin kuat utuk mengayunkan langkah untuk
mencapainya.
Karena itu, tidak heran jika para santri-santri kuno pada era pendudukan
jepang dulu bisa menjadi tokoh yang sangat alim. Karena niat mereka juga sangat
kuat dan kokoh yang dibuktikan dengan kuatnya kaki mereka menaklukan puluhan
bahkan ratusan kilometer tanpa mobil dan tanpa sepeda. Bahkan terkadang juga
tanpa alas kaki.
Ketika membaca buku berjudul Brain Rulles karya Mister Jhon yang saya
sebutkan di atas, saya seolah merasa menemukan jawaban yang pas secara ilmiah
untuk teman baik saya tersebut. Didalamnya disebutkan bahwa berdasarkan
serangkaian penelitian selama puluhan tahun yang menghabiskan milyaran dolar
para ahli neurologi atau ahli syaraf menyimpulkan bahwa syaraf yang ada dalam
otak manusia berkembang seiring banyaknya gerakan yang dilakukan badan. Semakin
ia aktif, maka syaraf otaknya akan semakin berkualitas.
Beberapa bukti ilmiahpun disampaikan. Dengan bantuan teknologi
kedokteran modern perkembangan syaraf otak manusia dapat diamati. Penelitianpun
dilakukan pada ratusan bahkan ribuan responden dari semua profesi, termasuk
para olahragawan yang menjadi atelit idola dalam setiap olimpiade.
Akhirnya dari penelitian tersebut ditemukan sebuah fakta yang luar
biasa. Bahwa para olaharagawan yang aktif bergerak memiliki ketahanan pikiran
yang luar biasa jauh melebihi orang yang kurang bergerak badan. Bahkan ketika
penuaan menghinggapi mereka, ingatan jangka panjang mereka masih tetap terjaga.
Tidak pikun. Ini dapat menunjukan bahwa para buruh tani tradisional memiliki
resiko kepikunan lebih kecil dari pada para pegawai negeri.
Bukti selanjutnya adalah perkembangan syaraf otak manusia yang
berlangsung selama ribuan tahun yang diamati oleh para arkelog. Fakta
menunjukkan bahwa perkembangan pesat terjadi pada otak manusia ketika mereka
aktif bergerak. Pada zaman dahulu, nenek moyang kita dapat menempuh jarak lebih
dari 45 kilometer dalam setiap harinya. Bahkan dapat lebih dari itu. Perjalanan
tiada henti (migrasi) yang mereka lakukan membuat mereka menjadi makhluk yang
berotak paling cermerlang di bumi ini.
Setelah membaca buku yang disusun
ilmuan terbaik dari Amerika tersebut, saya menjadi lega. Karena ternyata
kegemaran saya berjalan kaki ini sangat baik untuk perkembangan otak saya. Saya
juga menyarankan Anda untuk melakukannya, terutama saat kocek Anda sedang
tipis. Karena selain berhemat ria, dengan berjalan Anda juga memodotkan otak
Anda. Kesimpulan saya, agar otak saya tetap fit saya harus berjalan kaki.
Bagaimana dengan Anda?.
Comments