Oleh: Kang Murtaji
( Kelahiran, perjalanan, tujuan dan mimpi-mimpi
itu)
Sebenarnya kegiatan musyawarah mingguan dan
bahtsul masail sudah berjalan lama di PP. Adnan Al Charish kita, bahkan sejak
masa-masa awal berdirinya pesantren. Adapun nama organisasi FOKKUS sendiri baru
mulai diperkenalkan sekitar tahun 2008
dengan diprakarsai oleh asatidz pondok yang saat ini sudah tidak muqim lagi
(sudah boyong). Itupun hanya di pondok putra. Sedang untuk FOKKUS putri baru
terbentuk di tahun 2011.
Meski sudah resmi ada namun bentuk
keorganisasian FOKKUS belum selesai. Secara kasarnya FOKKUS hanya sebuah nama.
Kegiatannya berjalan namun tubuhnya tidak terstruktur. Dan konsep seperti masih
belum berubah hingga berjalan beberapa tahun lamanya. Barulah sekitar tahun
2011 beberapa santri ditunjuk untuk
mengisi kepengurusan. Bersamaan dengan dibentuknya FOKKUS putri.
Selama berjalan dalam beberapa tahun tersebut
FOKKUS mengalami pasang surut sebagaimana kebanyakan organisasi lainnya, bahkan
pernah juga hampir ‘mati’ atau fakum. Mempertahankan memang jauh lebih berat
dibanding dengan membuatnya. Untung ada
beberapa anggota yang masih ingin memperjuangkannya habis-habisan. Meski harus
melewati pro dan kontra FOKKUS tetap mampu menunjukkan eksistensinya dan selanjutnya berhasil membesarkan namanya
bahkan hingga tingkat antar pesantren. Tidak jarang PP. Adnan Al Charish
mendapat undangan permintaan pengiriman delegasi bahtsu atas nama FOKKUS loo
(plokk plokk plokk).
Untuk bisa mencapai tujuannya (menjadi suksesor
pembinaan bibit-bibit baru dalam fan
ilmu alat dan fiqhiyah), ada beberapa usaha yang telah ditempuh oleh FOKKUS. Di
antaranya dengan mengadakan musyawarah mingguan untuk tingkat wustha Banin
dengan kitab acuan syarah Fathul Qarib di setiap malam jumat setelah kegiatan
jamiyah. Keiatan wajib ini diikuti oleh kelas 2 & 3 Mts, tingkat Aliyah dan
Mutakhorijin.
Selain itu juga diadakan Bahtsul Masail Diniyah
bulanan di setiap malam jumat terakhir yang wajib diikuti seluruh santri.
Setiap kelas diharuskan mengirimkan delegasinya sesuai dengan jumlah kelompok
yang telah ditentukan pengurus FOKKUS. Untuk As’ilah didapat dari kiriman para
santri sendiri. Dalam kegiatan ini FOKKUS juga mengundang beberapa alumni sebagai perumus.
Sedang untuk pembinaan tingkat Ula, pengurus
FOKKUS membuat jadwal musyawarah tersendiri terpisah dari tingkat Wustha. Yakni
setiap kamis sore waktu jam takror. Dalam forum ini lebih mengedepankan
pembahasan tarkib dibanding fiqhiyah sebab tujuan awalnya memang sebagai
pendukung program pendampingan FOKKUS TEAM.
Dengan diikuti 2 kelas (6 Ibtida’ dan 1 Mts)
yang terbagi dalam beberapa kelompok, forum ini berjalan dengan sangat ramai
dan antusias. Meski bekal ilmu alat mereka masih standar namun tidak
menghalangi semangat mereka untuk saling beradu argumen dalam masalah tarkib
dan i’rob. Kegiatan ini didampingi langsung oleh FOKKUS TEAM sesuai kelompok
yang dibina.
Musyawarah pondok putri hanya ada 1 tingkat
saja. Yakni tingkat Wustha dengan kitab acuan Syarah Fathul Qarib dan diikuti
oleh perwakilan setiap kelas minimal 5 orang. Kegiatan ini telah mengalami
beberapa kali perubahan jadwal. Mulai dari waktu malam bakda takror (saat
diniyah masih masuk siang), rabo sore jam 16:00 hingga saat ini dirubah menjadi
kamis sore. Yang terakhir ini dengan pertimbangan agar tidak berbenturan dengan
jadwal pengaosan kitab Jalalain.
Untuk sementara FOKKUS BANAT baru memiliki 1
program ini, namun hal tersebut bisa dimaklumi mengingat pembentukannya jauh
setelah Banin. Selang bertahun-tahun. Namun konsep yang dipakai dalam
musyawarah tersebut sangat bagus, teratur dan bisa terus dikembangkan. Tinggal
sedikit dipoles maka kegiatan ini akan nampak seperti taman yang indah yang di
salah satu sudutnya terdapat warung mie ayam ceker-nya. (surgaaa)
Kunci suksesnya ada pada pembinaan dari
mustahiq tiap kelas. Dalam masalah ini kelas putri jauh lebih mudah dibanding
permasalahan di kelas putra. Meski unggul dalam hal dasar (ilmu alat) namun
anak putra cenderung sulit untuk diajak kerja sama dalam kelas. Mereka lebih
senang bebas dan memilih sendiri kelompoknya. Sedang anak putri lebih memilih
untuk sami’na wa atho’na saja. Ikut apa kata Abahe. Namuuuun, minusnya adalah,
anak putri pasifnya minta ampun. Terlalu minder dengan kemampuan diri sendiri.
Masalah klise. Menjadi PR bersama.
Di sisi lain FOKKUS BANAT sudah cukup sering
mendapat dan menghadiri undangan Bahtsul Masail hingga tingkat provinsi lo.
Yakni dari FMP3 (Forum Musyawarah Pondok Pesantren Putri) Jawa Timur. Di
Bojonegoro hanya Alcha Putri saja yang selalu ikut serta dan disertakan.
Dan selanjutnya, FOKKUS baik banin maupun banat harus
terus berbenah agar bisa tetap bertahan dalam era yang berubah-ubah, dengan
tantangan dan permasalahan baru. Sebuah amanah yang cukup berat namun sangat membanggakan
bagi kepengurusannya.
Comments