Menantu Sang Kyai



Di sebuah pesantren salaf di Jawa Timur, terdapat dua santri teladan bernama Wahab dan Rudin. Keduanya dikenal cerdas dan memiliki semangat tinggi dalam mempelajari ilmu agama. Suatu hari, Kyai Muhtar, pengasuh pesantren, memanggil mereka berdua.

"Wahab, Rudin," Kyai Muhtar memulai percakapan. "Kalian berdua adalah santri terbaik di pesantren ini. Saya ingin memberikan kalian sebuah tugas."

"Tugas apa, Kyai?" tanya Wahab dan Rudin serentak.

"Saya ingin kalian berdua menghafalkan Nadhom Alfiyah dalam waktu dua bulan," Kyai Muhtar menjelaskan. "Siapa yang lebih dulu berhasil menghafalkannya di hadapan saya, maka dia akan saya ambil menjadi menantu."

Wahab dan Rudin saling berpandangan. Nadhom Alfiyah adalah kitab nahwu yang terkenal dengan 1000 bait, terkenal rumit dan penuh dengan kaidah-kaidah bahasa Arab.

"Dua bulan, Kyai?" tanya Rudin ragu. "Bukankah itu waktu yang singkat?"

"Bagi orang yang tekun dan bersungguh-sungguh, dua bulan adalah waktu yang cukup," Kyai Muhtar menjawab. "Lagipula, kalian berdua adalah santri yang cerdas dan memiliki kemampuan yang baik."

Wahab dan Rudin mengangguk. Mereka berdua tertantang dengan tugas ini.

Sejak saat itu, Wahab dan Rudin berlomba-lomba menghafalkan Nadhom Alfiyah. Wahab memilih untuk bangun lebih awal dan menghafal di masjid sebelum salat subuh. Dia juga memanfaatkan waktu luangnya setelah salat fardhu dan mengaji untuk menghafal. Rudin, di sisi lain, memilih untuk menghafal di malam hari setelah salat Isya. Dia sering begadang hingga larut malam untuk menyelesaikan hafalannya.

Dua bulan pun berlalu. Wahab dan Rudin telah menyelesaikan hafalan mereka masing-masing. Mereka berdua pun menghadap Kyai Muhtar untuk menyetorkan hafalannya.

Wahab maju terlebih dahulu. Dia dengan lancar dan tanpa kesalahan melafalkan seluruh bait Nadhom Alfiyah. Kyai Muhtar terlihat terkesan dengan hafalan Wahab.

Kemudian, giliran Rudin. Dia pun dengan lancar melafalkan seluruh bait Nadhom Alfiyah. Namun, di tengah hafalannya, dia sempat terhenti dan tergagap. Dia lupa dengan beberapa bait selanjutnya.

Kyai Muhtar pun tersenyum. "Wahab, hafalanmu sangat bagus. Kamu telah berhasil menyelesaikan tugas ini dengan sempurna."

Wahab tersenyum bahagia. Dia merasa lega dan bersyukur atas usahanya selama dua bulan terakhir.

"Rudin, hafalanmu juga bagus. Namun, kamu masih perlu belajar lebih giat lagi," Kyai Muhtar menasihati.

Rudin menunduk sedih. Dia merasa kecewa karena tidak berhasil menjadi yang terbaik.

Beberapa hari kemudian, Kyai Muhtar mengumumkan bahwa Wahab akan menjadi menantunya. Wahab dan Rudin menerima keputusan Kyai Muhtar dengan lapang dada. Rudin pun berjanji untuk terus belajar dan meningkatkan hafalannya.

Kisah Wahab dan Rudin menunjukkan bahwa kesungguhan dan ketekunan adalah kunci untuk mencapai kesuksesan. Wahab berhasil menjadi menantu Kyai Muhtar karena dia tekun dan bersungguh-sungguh dalam menghafal Nadhom Alfiyah. Rudin, meskipun tidak berhasil menjadi menantu Kyai Muhtar, dia tetap mendapatkan pelajaran berharga untuk terus belajar dan meningkatkan kemampuannya.

Comments